BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, Juli 28, 2011

trafficking (perdagangan orang)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk ekploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.
Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana, atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baiksecara fisik maupun psikis.
Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga antaranegara.
Tindak eksploitasi untuk waktu yang pendek sering tidak disadari oleh korban, namun dalam waktu yang panjang, korban baru merasakan bahwa dirinya telah dieksploitasi. Tindakan eksploitasi adalah tindakan berupa penindasan, pemerasan dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga, dan atau kemampuan seseorang oleh pihak lain yang dilakukan dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan keutungan baik materiil maupun nonmateriil. Salah satu unsur terpenting dalam tindak pidana perdagangan orang adalah tindakan eksploitasi yang dimaksudkan sebagai tujuan dari rangkaian perbuatan awal berupa perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang.
Untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang ini mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada korban dan saksi.
Mengingat besarnya bahaya tindak pidana perdagangan orang baik terhadap korban maupun generasi penerus bangsa Indonesia kedepan, maka upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang secara insentif, efektif, dan komprehensif terhadap semua kalangan masyarakat luas merupakan hal yang sangat penting. Melalui pemahaman dan kesadaran masyarakat luas diharapkan implementasi dan segala upaya pencegahan serta pemberantasan tindak pidana perdagangan orang mendapat dukungan sehingga pemberantasan tindak pidana perdagangan orang berjalan dengan lancer tanpa banyak kendala dalam pelaksaannya.


























BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjuan Yuridis
Tindak pidana perdagangan orang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007, meliputi :
1. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat atau memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi seseorang di wilayah Republik Indonesia, dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 2)
2. Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud dieksploitasi ke negara lain dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 3)
3. Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia keluar wilayah negara Republik Indonesia, dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah Republik Indonesia, dipidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal4)
4. Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 5)
5. Setiap orang yang melakukan pengiriman anak kedalam atau keluar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 6)
6. Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dala Pasal 2,3,4,5 dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal-Pasal tersebut. Selain sanksi pidana sebagaimana yang dimaksud, dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara dengan tidak hormat dari jabatannya. (Pasal 8)
7. Setiap orang yang berusaha menggerakan orang supaya melakukan tindakan perdagangan orang dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan denda paling banyak Rp. 240.000.000,00 (dua ratus empat pulu juta rupiah). (Pasal9)
8. Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindakan perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,3,4,5 dan 6. (Pasal 10)
9. Setiap orang yang merencanakan atau melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,3,4,5 dan 6. (Pasal 11).
10. Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan orang untuk keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,3,4,5 dan 6. (Pasal 12)

Perlindungan dan Saksi Korban :
1. Saksi dan/atau korban berhak memperoleh kerahasiaan identitas termasuk keluarga dan/atau korban jika mendapat ancaman fisik maupun psikis.
2. Disetiap Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus pada kantor kepolisian setempat guna melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.
3. Pada setiap Kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.
4. Saksi dan/atau korban beserta keluarganya mendapatkan ancaman yang membahayakan diri jiwa dan/atau hartanya. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
5. Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi, yakni : ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan penderitaan biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau kerugian yang lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.
6. Korban berhak memperoleh hak rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi social, pemulangan dan reintegrasi social dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang.
7. Dalam hal korban mengalami trauma atau penyakit yang membahayakan dirinya akibat tindakan perdagangan orang sehingga memerlukan pertolongan segera, maka menteri atau instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan social di daerah wajib memberikan pertolongan pertama paling lambat tujuh hari setelah permohonan diajukan.
8. Dalam hal korban berada diluar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka pemerintah Republik Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya Negara.
9. Dalam hal ini korban adalah warga negara asing yang berada di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia.

B. Perdagangan Orang Dalam Praktik
Perkembangan kasus trafficking (perdagangan orang) di Indonesia sungguh kian mengkhawatirkan. Dari tahun ke tahun, kasus ini meningkat tajam. Seakan-akan, kasus trafficking (perdagangan orang) di Indonesia diibaratkan bak gunung es. Artinya, angka yang tersembunyi dibawah permukaan jauh lebih besar ketimbang yang terlihat di permukaan. Data dari International Organization for Migration (IOM) mencatat hingga April 2006 bahwa jumlah kasus perdagangan orang di Indonesia mencapai 1.022 kasus, dengan rinciannya : 86,6 persen korbannya adalah perempuan, 52 persen dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga dan 17.1 persen dipaksa melacur (www.bkkbn.go.id).
Sepanjang kasus trafficking (perdagangan orang) mencuat di Indonesia sejak 1993, tahun 2000 merupakan tahun yang paling ramai dengan maraknya kasus ini. Modus tindak pidana trafficking (perdagangan orang) sangat beragam, mulai dari dijanjikan pekerjaan, penculikan korban, menolong wanita yang melahirkan, penyelundupan bayi, hingga memperkerjakan sebagai PSK komersil. Umumnya para korban baru menyadari bahwa dirinya merupakan korban trafficking (perdagangan orang) setelah tidak mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, alias dieksploitasi di negeri rantau. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia milik Amerika Serikat, setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak diperkirakan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional dan sampai saat ini masih terus berkembang. Sebagian dari orang-orang ini memang sengaja diselundupkan dengan tujuan memasok pasar perdagangan seks internasional dan buruh serta dilakukan melalui jaring kejahatan internasional (transnational crime) yang terorganisasi secara rapi, baik melalui jalur Negara perantara maupun langsung.
Daerah-daerah yang memasok terbesar kasus trafficking (perdagangan orang) tersebar di tanah air. Suatu data menyebutkan bahwa sedikitnya 80 persen dari 8000 kasus trafficking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Akibat dari besarnya kasus tersebut, kemungkinan besar Indonesia terancam dicoret dalam daftar Negara yang berhak mendapatkan jatah bantuan kemanusiaan dari PBB.
Sementara itu didaerah lain juga terjadi peningkatan yang sama. Bangka merupakan salah satu tujuan utama trafficking. Hal ini ditandai dengan maraknya aktivitas perdagangan perempuan dari beberapa daerah menuju ke Pulau Bangka. Faktanya, ada lima kasus trafficking sepanjang tahun 2006, artinya lima kali lipat dibandingkan tahun 2005. Perekonomian Bangka yang mulai menggeliat mengondisikan daerah ini tidak lagi hanya menjadi persinggahan jaringan trafficking sebelum ke Batam, tapi sudah menjadi lokasi yang dituju (Kompas.com).
Trafficking (perdagangan orang) umumnya terjadi pada kasus-kasus pengiriman TKI ke luar negeri. Untuk itulah, penanganan terhadap masalah trafficking juga perlu mengatasi masalah pengiriman tersebut. Sebab, banyak para calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kelengahan mereka kemudian dimanfaatkan secara ekonomi namun tidak bertanggung jawab oleh sejumlah agen, calo, atau jasa pengiriman TKI.

Trafficking (perdagangan orang) terhadap TKI

Berikut adalah cerita yang mengungkap fakta tentang modus dan tahapan trafficking (perdagangan orang) yang menimpa TKI di luar negeri, yang dikutip dari www.antara.co.id. Pada bulan Maret 2008, Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia berhasil menyelamatkan 19 orang wanita Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia. Pengungkapan kasus tersebut diawali dengan penangkapan polisi setempat terhadap empat wanita yang dituduh bekerja dengan memakai visa turis. Pihak kepolisian RI kemudian dilibatkan dalam pemeriksaan terhadap empat wanita tersebut. Terungkap fakta bahwa mereka adalah korban penipuan perdagangan manusia dengan modus menawarkan magang kerja di hotel luar negeri.
Mereka menceritakan bahwa setiap calon korban dimintai uang masing-masing sebesar Rp. 3,5 juta dengan alas an untuk membiayai tiket pesawat, pengurusan visa, dan akomodasi selama magang kerja. Namun kenyataannya mereka justru harus bekerja nonstop selama setahun penuh tanpa libur dan diupah hanya 400 ringgit Malaysia. Dari upah itu, 50 ringgit dipotong pihak agen tenaga kerja, sehingga korban hanya menerima 350 ringgit atau sekitar Rp. 800 ribua perbulan. Berbekal keterangan tersebut, pihak KBRI dan polisi Malaysia dapat menemukan 15 wanita lain yang bernasib sama. Cerita tersebut menunjukkan betapa pedihnya penderitaan yang dialami para korban trafficking (perdagangan orang).

Trafficking (perdagangan orang) terhadap anak

Selain TKI yang menjadi korban perdagangan orang, beberapa anak juga banyak yang menjadi korban perdagangan orang, contohnya yang terjadi pada pasangan suami istri Gunawan dan Nining, yang bekerja sebagai pemulung sampah di sebuah stasiun kereta api di Jakarta, mereka harus menelan pil pahit kehilangan sang buah hati, Fitri yang berumur 10 tahun, putri mereka menjadi korban penculikan. Tragedi berawal ketika Gunawan dan Nining bertemu dengan pria yang mengaku bernama Ryan. Mereka iba dengan kondisi Ryan yang tidak memiliki pekerjaan. Tanpa menaruh curiga sedikit pun, keduanya mengajak Ryan bergabung untuk memulung dan membersihkan gerbong kereta api. Apalagi Ryan tampak akrab dan memperhatikan Fitri. Namun petaka muncul saat Nining memberitahukan sang buah ahti mereka hilang. Mereka baru menyadari raibnya Fitri seiring dengan menghilangnya Ryan.
Suami-istri ini pun langsung menyusuri sudut-sudut stasiun untuk mencari Fitri. Namun usaha itu sia-sia. Mereka hanya menemukan sehelai baju milik Fitri, namun beberapa hari kemudian beberapa teman sesame pemulung dan anak jalanan menangkap Yulianti, istri Ryan. Perempuan muda itu mengaku bersama Ryan telah menculik Fitri. Yulianti tergiur iming-iming uang yang dijanjikan seorang penadah sebesar Rp. 30 juta. Belakangan diketahui Fitri adalah korban kelima yang diculik dan kemudian dijual Yulianti. (Liputan6.com)

Kasus seperti ini sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2009 laporan kasus perdagangan anak yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak tercatat mencapai 42 ribu kasus, termasuk 130 diantaranya adalah bayi dan anak-anak. Selain itu, sampai saat ini belum semua perdagangan anak terungkap. Koordinasi antar instansi yang lemah dan rendahnya penegakan hukum membuat kasus perdagangan anak di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu.



Trafficking (perdagangan orang) terhadap Perempuan

Perdagangan orang juga kerap terjadi kepada perempuan-perempuan yang dijadikan sebagai pekerja seks. Unit Pelayanan Perempuan dan Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil mengungkap sindikat perdagangan perempuan antarpulau untuk dijadikan pekerja seks komersial. Pengungkapan perdagangan perempuan itu berawal dar banyaknya laporan orang tua yang kehilangan anak perempuannya. Dari penyidikan yang dilakukan yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur terungkap bahwa para perempuan yang hilang itu ternyata dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di Makasar. Mereka ditampung di sebuah hotel, setelah hotel tersebut digrebek, polisi menemukan 74 perempuan yang selama ini menjadi korban perdagangan.
Dari pengakuan tersangka diketahui bahwa pencarian korban itu dilakukan di terminal-terminal bus Jawa Timur. Mereka membidik perempuan-perempuan muda yang sedang kebingungan di terminal, biasanya korban diiming-imingi pekerjaan sebagai pelayan cafe di Makasar. Bila korbannya oke, biasanya tersangka menyetubuhinya dulu dengan alas an untuk mengetes keperawannya, lalu korban disekap sementara dan diintimidasi agar tidak lari. Selanjutnya korban dikirim ke Makasar melalui Bandara Juanda Surabaya, dalam pengiriman itu korban hanya dibekali tiket pesawat senilai 1,5 juta dan tanpa uang saku dan harga tiket itu dihitung sebagai hutang.
Sesampainya di makasar mereka dipaksa menandatangani surat pernyaataan yang isinya bersedia bekerja sebagai pekerja seks. Selama di hotel korban hanya diberi uang Rp. 200 ribu untuk biaya hidup, itupun dihitung sebagai utang. Korban yang terlanjur masuk ke hotel tersebut sulit keluar lagi karena dianggap masih menanggung hutang. Mereka boleh keluar asal membayar uang Rp. 4 juta sebagai pelunasannya.
Menurut peneliti trafficking (perdagangan orang) dari Institut Perempuan, kasus tersebut diatas dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara lain kurangnya lapangan pekerjaan, adanya iming-iming gaji tinggi, dan kurangnya pendidikan.


















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan terus meningkatnya kasus trafficking (perdagangan orang) yang terjadi khususnya bagi korban yang berasal dari negara Indonesia, maka Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan orang dapat dikatakan tidak berjalan efektif, hal tersebut juga disebabkan karena kurangnya sosialisasi Undang-Undang tersebut ke masyarakat. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mengerti dan memahami akan pentingnya Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, sehingga masih sering terjadi perdagangan manusia.
Penegakan hukum saat ini tidak dapat hanya dilakukan secara parsial. Penegakan hukum harus dilakukan secara terpadu, baik antar sektoral dalam satu negara maupun secara internasional. Sehingga penanganan terhadap masalah memerlukan pemetaan yang komprehensif tentang peta permasalahan yang ada. Di samping itu, keseriusan pemerintah dan keterlibatan seluruh elemen bangsa diharapkan dapat berkontribusi secara partisipatif dalam upaya pemberantasan masalah trafficking (perdagangan orang).

B. Saran
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang amat pelik ini. Pencegahan trafficking (perdagangan orang) dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1. Pemetaan masalah perdagangan orang di Indonesia, baik untuk tujuan domesik maupun luar negeri.
2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasana pendidikannya.
3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya.
4. Perlu diupayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial.
5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan terhadap Undang-Undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang melibatkan anak dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah.
6. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dengan aktif memberikan informasi dan melaporkan jika ada kejadian tersebut kepada penegak hukum atau pihak berwajib, atau turut serta dalam menangani korban. Sebagai pelapor, namanya dilindungi dan dirahasiakan. Dalam hal ini pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
7. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana perdagangan orang, pemerintah Indonesia Republik Indonesia wajib melaksanakan kerjasama Internasional, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral.

Trafficking (Perdagangan Orang)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk ekploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa atau pelayanan paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana, atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baiksecara fisik maupun psikis.

Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga antaranegara.

Tindak eksploitasi untuk waktu yang pendek sering tidak disadari oleh korban, namun dalam waktu yang panjang, korban baru merasakan bahwa dirinya telah dieksploitasi. Tindakan eksploitasi adalah tindakan berupa penindasan, pemerasan dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga, dan atau kemampuan seseorang oleh pihak lain yang dilakukan dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan keutungan baik materiil maupun nonmateriil. Salah satu unsur terpenting dalam tindak pidana perdagangan orang adalah tindakan eksploitasi yang dimaksudkan sebagai tujuan dari rangkaian perbuatan awal berupa perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang.

Untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang ini mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada korban dan saksi.

Mengingat besarnya bahaya tindak pidana perdagangan orang baik terhadap korban maupun generasi penerus bangsa Indonesia kedepan, maka upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang secara insentif, efektif, dan komprehensif terhadap semua kalangan masyarakat luas merupakan hal yang sangat penting. Melalui pemahaman dan kesadaran masyarakat luas diharapkan implementasi dan segala upaya pencegahan serta pemberantasan tindak pidana perdagangan orang mendapat dukungan sehingga pemberantasan tindak pidana perdagangan orang berjalan dengan lancer tanpa banyak kendala dalam pelaksaannya.














BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjuan Yuridis

Tindak pidana perdagangan orang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007, meliputi :

1. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat atau memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi seseorang di wilayah Republik Indonesia, dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 2)

2. Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud dieksploitasi ke negara lain dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 3)

3. Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia keluar wilayah negara Republik Indonesia, dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah Republik Indonesia, dipidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal4)

4. Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 5)

5. Setiap orang yang melakukan pengiriman anak kedalam atau keluar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Pasal 6)

6. Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dala Pasal 2,3,4,5 dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal-Pasal tersebut. Selain sanksi pidana sebagaimana yang dimaksud, dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara dengan tidak hormat dari jabatannya. (Pasal 8)

7. Setiap orang yang berusaha menggerakan orang supaya melakukan tindakan perdagangan orang dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan denda paling banyak Rp. 240.000.000,00 (dua ratus empat pulu juta rupiah). (Pasal9)

8. Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindakan perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,3,4,5 dan 6. (Pasal 10)

9. Setiap orang yang merencanakan atau melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,3,4,5 dan 6. (Pasal 11).

10. Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan orang untuk keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,3,4,5 dan 6. (Pasal 12)

Perlindungan dan Saksi Korban :

1. Saksi dan/atau korban berhak memperoleh kerahasiaan identitas termasuk keluarga dan/atau korban jika mendapat ancaman fisik maupun psikis.

2. Disetiap Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus pada kantor kepolisian setempat guna melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.

3. Pada setiap Kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.

4. Saksi dan/atau korban beserta keluarganya mendapatkan ancaman yang membahayakan diri jiwa dan/atau hartanya. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.

5. Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi, yakni : ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan penderitaan biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau kerugian yang lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.

6. Korban berhak memperoleh hak rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi social, pemulangan dan reintegrasi social dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang.

7. Dalam hal korban mengalami trauma atau penyakit yang membahayakan dirinya akibat tindakan perdagangan orang sehingga memerlukan pertolongan segera, maka menteri atau instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan social di daerah wajib memberikan pertolongan pertama paling lambat tujuh hari setelah permohonan diajukan.

8. Dalam hal korban berada diluar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka pemerintah Republik Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya Negara.

9. Dalam hal ini korban adalah warga negara asing yang berada di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia.

B. Perdagangan Orang Dalam Praktik

Perkembangan kasus trafficking (perdagangan orang) di Indonesia sungguh kian mengkhawatirkan. Dari tahun ke tahun, kasus ini meningkat tajam. Seakan-akan, kasus trafficking (perdagangan orang) di Indonesia diibaratkan bak gunung es. Artinya, angka yang tersembunyi dibawah permukaan jauh lebih besar ketimbang yang terlihat di permukaan. Data dari International Organization for Migration (IOM) mencatat hingga April 2006 bahwa jumlah kasus perdagangan orang di Indonesia mencapai 1.022 kasus, dengan rinciannya : 86,6 persen korbannya adalah perempuan, 52 persen dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga dan 17.1 persen dipaksa melacur (www.bkkbn.go.id).

Sepanjang kasus trafficking (perdagangan orang) mencuat di Indonesia sejak 1993, tahun 2000 merupakan tahun yang paling ramai dengan maraknya kasus ini. Modus tindak pidana trafficking (perdagangan orang) sangat beragam, mulai dari dijanjikan pekerjaan, penculikan korban, menolong wanita yang melahirkan, penyelundupan bayi, hingga memperkerjakan sebagai PSK komersil. Umumnya para korban baru menyadari bahwa dirinya merupakan korban trafficking (perdagangan orang) setelah tidak mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, alias dieksploitasi di negeri rantau. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia milik Amerika Serikat, setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak diperkirakan menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional dan sampai saat ini masih terus berkembang. Sebagian dari orang-orang ini memang sengaja diselundupkan dengan tujuan memasok pasar perdagangan seks internasional dan buruh serta dilakukan melalui jaring kejahatan internasional (transnational crime) yang terorganisasi secara rapi, baik melalui jalur Negara perantara maupun langsung.

Daerah-daerah yang memasok terbesar kasus trafficking (perdagangan orang) tersebar di tanah air. Suatu data menyebutkan bahwa sedikitnya 80 persen dari 8000 kasus trafficking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Akibat dari besarnya kasus tersebut, kemungkinan besar Indonesia terancam dicoret dalam daftar Negara yang berhak mendapatkan jatah bantuan kemanusiaan dari PBB.

Sementara itu didaerah lain juga terjadi peningkatan yang sama. Bangka merupakan salah satu tujuan utama trafficking. Hal ini ditandai dengan maraknya aktivitas perdagangan perempuan dari beberapa daerah menuju ke Pulau Bangka. Faktanya, ada lima kasus trafficking sepanjang tahun 2006, artinya lima kali lipat dibandingkan tahun 2005. Perekonomian Bangka yang mulai menggeliat mengondisikan daerah ini tidak lagi hanya menjadi persinggahan jaringan trafficking sebelum ke Batam, tapi sudah menjadi lokasi yang dituju (Kompas.com).

Trafficking (perdagangan orang) umumnya terjadi pada kasus-kasus pengiriman TKI ke luar negeri. Untuk itulah, penanganan terhadap masalah trafficking juga perlu mengatasi masalah pengiriman tersebut. Sebab, banyak para calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kelengahan mereka kemudian dimanfaatkan secara ekonomi namun tidak bertanggung jawab oleh sejumlah agen, calo, atau jasa pengiriman TKI.

Trafficking (perdagangan orang) terhadap TKI

Berikut adalah cerita yang mengungkap fakta tentang modus dan tahapan trafficking (perdagangan orang) yang menimpa TKI di luar negeri, yang dikutip dari www.antara.co.id. Pada bulan Maret 2008, Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia berhasil menyelamatkan 19 orang wanita Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia. Pengungkapan kasus tersebut diawali dengan penangkapan polisi setempat terhadap empat wanita yang dituduh bekerja dengan memakai visa turis. Pihak kepolisian RI kemudian dilibatkan dalam pemeriksaan terhadap empat wanita tersebut. Terungkap fakta bahwa mereka adalah korban penipuan perdagangan manusia dengan modus menawarkan magang kerja di hotel luar negeri.

Mereka menceritakan bahwa setiap calon korban dimintai uang masing-masing sebesar Rp. 3,5 juta dengan alas an untuk membiayai tiket pesawat, pengurusan visa, dan akomodasi selama magang kerja. Namun kenyataannya mereka justru harus bekerja nonstop selama setahun penuh tanpa libur dan diupah hanya 400 ringgit Malaysia. Dari upah itu, 50 ringgit dipotong pihak agen tenaga kerja, sehingga korban hanya menerima 350 ringgit atau sekitar Rp. 800 ribua perbulan. Berbekal keterangan tersebut, pihak KBRI dan polisi Malaysia dapat menemukan 15 wanita lain yang bernasib sama. Cerita tersebut menunjukkan betapa pedihnya penderitaan yang dialami para korban trafficking (perdagangan orang).

Trafficking (perdagangan orang) terhadap anak

Selain TKI yang menjadi korban perdagangan orang, beberapa anak juga banyak yang menjadi korban perdagangan orang, contohnya yang terjadi pada pasangan suami istri Gunawan dan Nining, yang bekerja sebagai pemulung sampah di sebuah stasiun kereta api di Jakarta, mereka harus menelan pil pahit kehilangan sang buah hati, Fitri yang berumur 10 tahun, putri mereka menjadi korban penculikan. Tragedi berawal ketika Gunawan dan Nining bertemu dengan pria yang mengaku bernama Ryan. Mereka iba dengan kondisi Ryan yang tidak memiliki pekerjaan. Tanpa menaruh curiga sedikit pun, keduanya mengajak Ryan bergabung untuk memulung dan membersihkan gerbong kereta api. Apalagi Ryan tampak akrab dan memperhatikan Fitri. Namun petaka muncul saat Nining memberitahukan sang buah ahti mereka hilang. Mereka baru menyadari raibnya Fitri seiring dengan menghilangnya Ryan.

Suami-istri ini pun langsung menyusuri sudut-sudut stasiun untuk mencari Fitri. Namun usaha itu sia-sia. Mereka hanya menemukan sehelai baju milik Fitri, namun beberapa hari kemudian beberapa teman sesame pemulung dan anak jalanan menangkap Yulianti, istri Ryan. Perempuan muda itu mengaku bersama Ryan telah menculik Fitri. Yulianti tergiur iming-iming uang yang dijanjikan seorang penadah sebesar Rp. 30 juta. Belakangan diketahui Fitri adalah korban kelima yang diculik dan kemudian dijual Yulianti. (Liputan6.com)

Kasus seperti ini sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2009 laporan kasus perdagangan anak yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak tercatat mencapai 42 ribu kasus, termasuk 130 diantaranya adalah bayi dan anak-anak. Selain itu, sampai saat ini belum semua perdagangan anak terungkap. Koordinasi antar instansi yang lemah dan rendahnya penegakan hukum membuat kasus perdagangan anak di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu.

Trafficking (perdagangan orang) terhadap Perempuan

Perdagangan orang juga kerap terjadi kepada perempuan-perempuan yang dijadikan sebagai pekerja seks. Unit Pelayanan Perempuan dan Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil mengungkap sindikat perdagangan perempuan antarpulau untuk dijadikan pekerja seks komersial. Pengungkapan perdagangan perempuan itu berawal dar banyaknya laporan orang tua yang kehilangan anak perempuannya. Dari penyidikan yang dilakukan yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur terungkap bahwa para perempuan yang hilang itu ternyata dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di Makasar. Mereka ditampung di sebuah hotel, setelah hotel tersebut digrebek, polisi menemukan 74 perempuan yang selama ini menjadi korban perdagangan.

Dari pengakuan tersangka diketahui bahwa pencarian korban itu dilakukan di terminal-terminal bus Jawa Timur. Mereka membidik perempuan-perempuan muda yang sedang kebingungan di terminal, biasanya korban diiming-imingi pekerjaan sebagai pelayan cafe di Makasar. Bila korbannya oke, biasanya tersangka menyetubuhinya dulu dengan alas an untuk mengetes keperawannya, lalu korban disekap sementara dan diintimidasi agar tidak lari. Selanjutnya korban dikirim ke Makasar melalui Bandara Juanda Surabaya, dalam pengiriman itu korban hanya dibekali tiket pesawat senilai 1,5 juta dan tanpa uang saku dan harga tiket itu dihitung sebagai hutang.

Sesampainya di makasar mereka dipaksa menandatangani surat pernyaataan yang isinya bersedia bekerja sebagai pekerja seks. Selama di hotel korban hanya diberi uang Rp. 200 ribu untuk biaya hidup, itupun dihitung sebagai utang. Korban yang terlanjur masuk ke hotel tersebut sulit keluar lagi karena dianggap masih menanggung hutang. Mereka boleh keluar asal membayar uang Rp. 4 juta sebagai pelunasannya.

Menurut peneliti trafficking (perdagangan orang) dari Institut Perempuan, kasus tersebut diatas dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara lain kurangnya lapangan pekerjaan, adanya iming-iming gaji tinggi, dan kurangnya pendidikan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan terus meningkatnya kasus trafficking (perdagangan orang) yang terjadi khususnya bagi korban yang berasal dari negara Indonesia, maka Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan orang dapat dikatakan tidak berjalan efektif, hal tersebut juga disebabkan karena kurangnya sosialisasi Undang-Undang tersebut ke masyarakat. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mengerti dan memahami akan pentingnya Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, sehingga masih sering terjadi perdagangan manusia.

Penegakan hukum saat ini tidak dapat hanya dilakukan secara parsial. Penegakan hukum harus dilakukan secara terpadu, baik antar sektoral dalam satu negara maupun secara internasional. Sehingga penanganan terhadap masalah memerlukan pemetaan yang komprehensif tentang peta permasalahan yang ada. Di samping itu, keseriusan pemerintah dan keterlibatan seluruh elemen bangsa diharapkan dapat berkontribusi secara partisipatif dalam upaya pemberantasan masalah trafficking (perdagangan orang).

B. Saran

Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang amat pelik ini. Pencegahan trafficking (perdagangan orang) dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

1. Pemetaan masalah perdagangan orang di Indonesia, baik untuk tujuan domesik maupun luar negeri.

2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasana pendidikannya.

3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya.

4. Perlu diupayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial.

5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan terhadap Undang-Undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang melibatkan anak dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah.

6. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dengan aktif memberikan informasi dan melaporkan jika ada kejadian tersebut kepada penegak hukum atau pihak berwajib, atau turut serta dalam menangani korban. Sebagai pelapor, namanya dilindungi dan dirahasiakan. Dalam hal ini pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

7. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana perdagangan orang, pemerintah Indonesia Republik Indonesia wajib melaksanakan kerjasama Internasional, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral.