BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, Oktober 10, 2010

PERDA NOMOR 2 TAHUN 2005

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sosiologi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesui dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, Oktober 2010



Muhamad Syaekhu






BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di dunia modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dapat negatif bagi tubuh penghisapnya.

Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas dan partikel. Partikel yang dibebaskan selama merokok sebanyak 5 x 109 pp. Komponen gas terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium.
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti.
Dari sudut ekonomi kesehatan, dampak penyakit yang timbul akibat merokok jelas akan menambah biaya yang dikeluarkan, baik bagi individu, keluarga, perusahaan, bahkan negara.
Penyakit-penyakit yang timbul akibat merokok mempengaruhi penyediaan tenaga kerja, terutama tenaga terampil atau tenaga eksekutif, dengan kematian mendadak atau kelumpuhan yang timbul jelas menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan. Penurunan produktivitas tenaga kerja menimbulkan penurunan pendapatan perusahaan, juga beban ekonomi yang tidak sedikit bagi individu dan keluarga. Pengeluaran untuk biaya kesehatan meningkat, bagi keluarga, perusahaan, maupun pemerintah.
Sudah seharusnya upaya menghentikan kebiasaan merokok menjadi tugas dan tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat.
Usaha penerangan dan penyuluhan, khususnya di kalangan generasi muda, dapat pula dikaitkan dengan usaha penanggulangan bahaya narkotika, usaha kesehatan sekolah, dan penyuluhan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Tokoh-tokoh panutan masyarakat, termasuk para pejabat, pemimpin agama, guru, petugas kesehatan, artis, dan olahragawan, sudah sepatutnya menjadi teladan dengan tidak merokok.
Profesi kesehatan, terutama para dokter, berperan sangat penting dalam penyuluhan dan menjadi contoh bagi masyarakat. Kebiasaan merokok pada dokter harus segera dihentikan. They are important exemplars: they do practise what they preach.
B. PERMASALAHAN
Perlu pula pembatasan kesempatan merokok di tempat-tempat umum, sekolah, kendaraan umum, dan tempat kerja; pengaturan dan penertiban iklan promosi rokok; memasang peringatan kesehatan pada bungkus rokok dan iklan rokok.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah berkesimpulan bahwa asap rokok, sekecil apapun jumlahnya, tetaplah berbahaya. Rekomendasi WHO tentang hal ini mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok adalah dengan memberlakukan peraturan 100% bebas asap rokok bagi tempat-tempat umum. Hak untuk mendapatkan udara bersih, bebas dari asap rokok adalah hak umat manusia.

Untuk meminimalkan asap rokok dan mencegah orang-orang agar tidak merokok atau terkena dampak asap rokok serta mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih dari bebas asap rokok, maka pemerintah propinsi DKI Jakarta telah memberlakukan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Larangan merokok.

perda larangan merokok di negeri ini, seperti di Jakarta maupun Surabaya, jadi tidak berjalan dengan baik. Apalagi, kebijakan pemerintah pusat maupun provinsi dalam praktiknya jelas lebih pro kepada industri rokok, mengingat cukai rokok yang triliunan rupiah. Silau oleh cukai, kesehatan rakyat sampai diabaikan pemerintah pusat.
Bayangkan, bila Pemkot Surabaya punya Perda KTR-KTM, pemerintah pusat justru tidak tegas terhadap industri rokok. Buktinya, hingga kini pemerintah pusat belum meratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sudah 192 negara meratifikasinya. Padahal, secara konstitusional, negara punya kewajiban menjamin hak setiap warga negara untuk hidup sehat dan sejahtera (pasal 28 huruf A dan H ayat 1 UUD 1945).
Tapi, sebenarnya pemkot tidak perlu membuat excuse. Kalau Perda KTR-KTM memang hendak ditegakkan, itu sebenarnya bisa saja. Semua tergantung sepenuhnya pada goodwill pemkot, tinggal mau atau tidak? Kalau tidak mau, barangkali perda tersebut hanya akan menjadi macan kertas


.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Tinjauan Yuridis
JAKARTA - Karena tak ada ketegasan dari Penerapan larangan merokok pada akhirnya Pemprov DKI akan mengajukan perda khusus yang berbentuk rokok dengan sanksi tindak pidana ringan (Tipiring).

Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Ibu Peni Susanti mengatakan, Kalau mau menegakkan sanksi yang Terdapat di Perda No 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang selama ini telah menjadi dasar larangan merokok Penegakan hukum akan sangat sulit sebab Memerlukan dana, sumber daya manusia, kapasitas dan tentu saja kinerja institusi yang tak terbatas.

"Perda 2 Tahun 2005 memerlukan rambu dan data penunjang," ucapnya di Jakarta, Senin (26/10/2009).

Oleh sebab itu, pihaknya akan Bekerja sama dengan Swisscontact Indonesia Foundation (SIF) dan akan mengkaji Aspek Legislasi di perda itu, khususnya Pasal 13 yang bebunyi sanksi minimal enam bulan Penjara dan Denda hingga Rp50 juta.

Revisi akan disusun sedemikian rupa Sehingga tidak akan berbentuk sanksi pidana namun sanksi tindak pidana ringan. Selain revisi sanksi, implementasi Kawasan Dilarang Merokok (KDM) kemungkinan juga akan diubah. Kalau pada awalnya KDM itu artinya adalah satu Ruangan khusus untuk merokok maka untuk nantinya ini berarti tak akan ada Ruangan khusus untuk merokok juga untuk perokoknya.

"Lima kawasan yaitu sekolah, tempat ibadah, sarana kesehatan, tempat bermain anak dan Angkutan umum KDM akan total, tak akan boleh ada asap rokok yang mengepul," katanya.

Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Hukum BPLHD DKI Jakarta Ridwan Panjaitan megatakan, Penegakan kendala selama ini ialah pada jam Penegakan di lapangan pihaknya harus berkoordinasi dengan aparat Kehakiman dan harus Melakukan pemberkasan sebelum dijatuhkan sanksi.

Nantinya, sanksi revisi di perda baru disederhanakan dan menjadi sanksi tipiring. "Bentuknya seperti Pengendara bermotor yang melanggar, dia akan ditilang dan wajib Mengikuti Persidangan," katanya.

Dia menjelaskan, pemberian sanksi seperti juga Pencabutan izin operasi akan diakomodasi di revisi perda. "Jadi selain ada sanksi pidana juga ada sanksi administrasi," jelasnya.
Pada kasus seperti KDM pelanggaran yang dilakukan oleh Hotel Aston Atrium Beberapa bulan lalu, Ridwan menjelaskan, hingga saat ini kasusnya masih pemberkasan untuk diproses ke tahapan berikutnya.

BPLHD juga akan mengumumkan secara terbuka kepada pelanggar KDM januari 2010. Tapi Untuk sekarang ini tidak diumumkan karena masih memberi kesempatan kepada para pengelola untuk Melakukan persiapan, perbaikan dan Peningkatan. Pengumuman secara terbuka ini untuk Melindungi pekerja dan pengunjung dari bahaya asap rokok


Perda Disahkan ini sebenarnya sudah sejak tanggal 22 Oktober 2008 silam, tapi baru hari ini diimplementasikan Pemkot Surabaya beralasan karena akan membutuhkan waktu untuk Melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekaligus Menyiapkan infrastruktur pendukung seperti daerah Smooking ( smooking area ) bagi perokok.

Selain itu, meski sudah diberikan waktu tenggang selama setahun, pada pemberlakuan perda larangan merokok hari ini, Pemkot Surabaya tidak akan memproses langsung bagi para pelanggar perda tersebut.

"Kita tidak akan langsung memproses para pelanggar. Kita masih dalam Taraf sosialisasi kepada masyarakat selama enam bulan ke depan," kata anggota tim Hariyanto Perda Antirokok pemantauan Dinas Kesehatan Surabaya, Kamis (22/10/2009).

Larangan merokok ini berlaku di lima tempat umum yaitu tempat ibadah, fasilitas kesehatan, gedung milik pemerintah, pusat-pusat perbelanjaan, dan Angkutan umum. Jika melanggar, warga Diancam dengan kurungan selama tiga bulan atau Denda Rp50 juta.
Tapi, berdasarkan Survei dari Pusat Studi Agama dan Comunity (CRCS) Surabaya, dari 135 lokasi yang disurvei, 100 persen sarana kesehatan larangan merokok sudah menyerukan kepada para pengunjungnya dengan tanda-tanda larangan merokok.

Dari 10 rumah sakit dan puskesmas yang telah disurvei, Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Haji memiliki pengunjung paling banyak yang masih juga mengabaikan tanda larangan merokok yang telah dipasang.

Sementara itu, dari 18 gedung pemerintahan yang disurvei, 90 persen gedung pemerintah juga masih membiarkan pegawainya merokok di dalam gedung meskipun 50 persen gedung pemerintahan tersebut sudah memasang tanda larangan merokok dalam ruangan.

"Bagaimana Perda ini bisa Berjalan baik apabila pegawai Pemkot masih saja membandel. Mereka bisa menjadi contoh Seharusnya masyarakat karena masih bersifat paternalistik," kata Joyo Kusumo Adi Direktur CRCS, saat dikonfirmasi terpisah.

PERDA Larangan Merokok Tempat Umum Di Indonesia
Sebentar lagi kenikmatan para smokers akan terganggu karena peraturan Perda tentang larangan merokok yang akan segera diberlakukan di sejumlah kota di Indonesia. PERDA Larangan Merokok Di Indonesia diberlakukan untuk tempat-tempat umum seperti Mall, kantor, sekolah, tempat ibadah, sarana kesehatan, tempat bermain anak dan Angkutan umum, dan sebagainya.Tapi agaknya PERDA Larangan Merokok Di Indonesia ini masih perlu disosialisasikan lagi karena sejumlah masyarakat banyak yang tidak mengetahui soal PERDA Larangan Merokok ini. Apakah peraturan untuk mengurangi polusi rokok ini akan efektif?

Berikut ini beberapa laporan yang saya ambil dari okenews.com seputar PERDA

JAKARTA - Karena tak ada ketegasan dari Penerapan larangan merokok pada akhirnya Pemprov DKI akan mengajukan perda khusus yang berbentuk rokok dengan sanksi tindak pidana ringan.

Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Ibu Peni Susanti mengatakan, Kalau mau menegakkan sanksi yang Terdapat di Perda No 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang selama ini telah menjadi dasar larangan merokok Penegakan hukum akan sangat sulit sebab Memerlukan dana, sumber daya manusia, kapasitas dan tentu saja kinerja institusi yang tak terbatas.

B.Peraturan Daerah Tentang Larangan Merokok dan Dampaknya Di Masyarakat
Peraturan daerah No.2/2005 tentang larangan merokok ditempat umum ini mulai diberlakukan terhitung 6 April 2006 untuk wilayah DKI Jakarta dan akan diberikan sangsi tilang bagi orang-orang yang melanggarnya, lalu didukung oleh peraturan gubernur propinsi daerah khusus ibukota Jakarta no 75 tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Bagi perokok yang melanggar segera diangkut dan disidang, mereka akan dikenakan sanksi maksimal 6 bulan kurungan atau denda Rp 50 juta.

Dalam Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta no 75 tahun 2005 Bab V Pasal 18 tentang Tempat Khusus/Kawasan Merokok :

Tempat khusus atau Kawasan merokok harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tempatnya terpisah secara fisik atau tidak bercampur dengan kawasan dilarang merokok;
b. dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara;
c. dilengkapi asbak atau tempat pembuangan puntung rokok.
d. dapat dilengkapi dengan data dan informasi bahaya merokok bagi kesehatan.

Cakupan tempat khusus/kawasan merokok meliputi seluruh kota Jakarta tanpa terkecuali, penindakan sanksi tilang akan dilakukan oleh petugas satpol PP dibantu oleh petugas dari pihak kepolisian. Dan bagi sejumlah pengusaha rokok dan petani tembakau peraturan tentang larangan merokok ini dianggap sebagai racun yang mematikan usaha mereka, sejumlah aksi penolakan terjadi saat peraturan ini diberlakukan.

Namun tak sedikit yang mendukung peraturan ini, Organisasi Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) salah satunya. WITT takut apabila tidak ada peraturan tentang larangan merokok, maka generasi muda Indonesia akan hancur karena rokok.

"Akibat tidak terkontrolnya orang dewasa yang merokok di tempat umum, saat ini anak-anak usia lima tahun samapai dua belas tahun sudah merokok. Mereka tidak bisa disalahkan begitu saja, kerana mereka ini kan banyak meniru perilaku orang yang lebih dewasa," kata Nita Yudi, Ketua Umum WITT pada acara peringatan hari tanpa tembakau sedunia di Gedung Sapta Pesona Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6).

Menanggapi usulan WITT tersebut, Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta berjanji akan menegakkan kembali peraturan larangan merokok di tempat umum tersebut.

C.Mengapa Perda Larangan Merokok Tidak Berjalan Dengan Baik
Berdasarkan survei Center for Religious and Community Studies (CeRCS), Pemkot Surabaya ternyata tidak serius dalam me¬negakkan Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (KTR-KTM) yang sudah diberlakukan pada 22 Oktober 2009. Berbagai pelanggaran masih dito¬leransi. Pe¬negakan aturan belum sepenuhnya diterapkan di berbagai instansi peme¬rintahan maupun publik (Metropolis Jawa Pos, 27 April 2010).
Hasil survei tersebut sebenarnya sudah bisa diduga. Ketika masih digodok dalam bentuk raperda, penulis sudah mengungkapkan rasa skeptis kepada Ketua Pansus DPRD Surabaya tentang Raperda KTR-KTM Retna Wangsa Bawana atau Kadinkes dr Esty Martiana Rachmie. Boleh jadi, banyak pihak yang punya ungkapan senada bahwa perda itu akan menjadi macan kertas.
Ada banyak argumentasi yang mendukung rasa skeptis tersebut. Salah satunya, dari perspektif kebudayaan, aktivitas me¬rokok sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Tidak mudah bagi perokok mengu¬bah kebiasaannya.
Pro dan kontra terhadap rokok memang memiliki jejak amat panjang. Polemik sudah dimulai ketika Columbus membawa ta¬naman tembakau dari Amerika pada abad ke-15. Tembakau, bahan utama rokok, memang asli Amerika. Columbus dan rom¬bongannya mengenal tembakau diisap orang-orang Indian di Pantai Santo Domingo, dekat Kuba, pada 1492. Istilah tem¬bakau diambil dari nama pulau yang diberi nama Tubago oleh Columbus pada 1498.
Ketika tembakau dibawa Columbus ke Eropa, langsung terjadi polemik hebat. Anehnya, selalu ada bumbu agamanya. Penulis Inggris William Barclay dalam bu¬kunya, Nepenthes, or the Vertues of Tobacco (Edinburgh, 1604), menyebut Ame¬rika, tempat Columbus menemukan tembakau, sebagai “negeri penuh berkah” kare¬na Tuhan telah memberkahinya dengan daun pengobat yang membahagiakan dan suci.
Konyolnya, pihak penentang juga memakai argumentasi agama, sebagaimana yang terjadi hari-hari ini di negeri kita. Pa¬da 1602 beredar selebaran yang ditulis orang yang memakai nama samaran Phi¬laretes. Dia mengemukakan delapan alasan menentang pemakaian tembakau. Salah satu alasannya, pencipta dan penemu bahan untuk merokok itu adalah setan. Sedangkan orang-orang yang kali pertama menggunakannya adalah pendeta-pendeta setan. Ka¬rena itulah, orang-orang selayaknya tidak memakai tembakau.
Raja James I dari Inggris juga terkenal dengan pamflet antirokoknya yang berjudul A Counterblaste to Tobacco. Dalam do¬kumen sejarah yang berharga tersebut, sang raja mengemukakan betapa berbahayanya rokok, khususnya dari segi iman dan kepercayaan Kristen.
Bagaimana ketika sampai Italia? Nuansa agama masih susah dilepaskan dari polemik tembakau. Pastor sekaligus ahli botani Italia Pierandrea Mattioli (1500-1577) menyebut tembakau sebagai herba santa croce (rumput salib suci). Dalam per¬kembang¬annya, orang-orang Italia makin “kurang ajar” karena berani merokok di dalam gereja. Sampai akhirnya Paus Urbanus VIII mengeluarkan maklumat, “Barang siapa masih berani memakai tembakau dalam bentuk apa pun, baik di serambi muka maupun di dalam gereja, akan dipecat dari keanggotaan gereja.”Dalam bukunya, The History of Java Jilid I, yang terbit 1817, Thomas Stamford Raf¬fles sudah menyebutkan bahwa sejak tembakau sampai di Jawa pada 1600, benda satu itu juga menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tapi, seiring dengan pro kontra tersebut, makin hari makin banyak orang yang jadi perokok.
Malah, dewasa ini, di tengah kampanye WHO untuk melawan rokok, jumlah pe¬rokok baru ternyata justru terus berkembang. Kampanye antirokok WHO bisa dilumpuhkan lewat strategi iklan rokok. Industri rokok dengan segala kehebatan strategi dan lobinya mampu menciptakan kesadaran palsu bahwa merokok adalah ekspresi dari perilaku modern, beradab, dan “macho”. Jutaan anak sekolah di negeri kita, termasuk di Surabaya, juga jadi korban strategi menyesatkan tersebut.
Fakta bahwa tiap hari sekitar 1.172 orang di negeri ini mati gara-gara rokok tidak mem¬buat jera. Konyolnya, yang masih hi¬dup tak pernah membaca disclaimer atau peringatan/sangkalan di bungkus rokok: “Merokok dapat menyebabkan kanker paru, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin”.
Maka, Indonesia, berarti termasuk Surabaya, tetap menjadi pasar yang subur bagi industri rokok. Produksi rokok pun tiap tahun terus melonjak. Jika pada 1995 produksi rokok hanya 199.450 miliar batang, sepuluh tahun kemudian (2005) jumlahnya meningkat menjadi 235.500 miliar batang.
Kondisi di atas telah membuat berbagai perda larangan merokok di negeri ini, seperti di Jakarta maupun Surabaya, jadi tidak berjalan dengan baik. Apalagi, kebijakan pemerintah pusat maupun provinsi dalam praktiknya jelas lebih pro kepada industri rokok, mengingat cukai rokok yang triliunan rupiah. Silau oleh cukai, kesehatan rakyat sampai diabaikan pemerintah pusat.
Bayangkan, bila Pemkot Surabaya punya Perda KTR-KTM, pemerintah pusat justru tidak tegas terhadap industri rokok. Buktinya, hingga kini pemerintah pusat belum meratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sudah 192 negara meratifikasinya. Padahal, secara konstitusional, negara punya kewajiban menjamin hak setiap warga negara untuk hidup sehat dan sejahtera (pasal 28 huruf A dan H ayat 1 UUD 1945).
Tapi, sebenarnya pemkot tidak perlu membuat excuse. Kalau Perda KTR-KTM memang hendak ditegakkan, itu sebenarnya bisa saja. Semua tergantung sepenuhnya pada goodwill pemkot, tinggal mau atau tidak? Kalau tidak mau, barangkali perda tersebut hanya akan menjadi macan kertas


D.Masyarakat Masih Acuhkan Perda Larangan Merokok
Jakarta –Mulai 4 Februari 2006, Pemprov DKI akan memberlakukan Perda No 2/2005 tentang pengendalian pencemaran udara dan Peraturan Gubernur No 75/2005 tentang kawasan dilarang merokok. Para pelanggarnya akan dikenakan hukuman kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.
Selama ini, larangan itu baru bersifat anjuran (sosialisasi). Tapi mulai 4 Februari benar-benar sudah akan diterapkan. Selama sosialisasi di lapangan diketahui bahwa larangan itu belum sepenuhnya ditatati. Masih terdapat banyak pelanggaran, bahkan ada kesan warga tak mengghiraukannya. Pemberlakuan kedua ketentuan itu pada kenyataannya belum diacuhkan sejumlah pengelola tempat-tempat tertentu. Hal itu terlihat dari hasil pantauan Tim Kebersihan Keindahan dan Ketertiban (K-3) Pemkot Jakarta Barat yang dipimpin Sekko Chaeruddin di sejumlah tempat umum, Rabu (1/2).
Tim K-3 menyoroti sikap pengelola Stasiun Beos, Tamansari yang hingga kini belum juga menyediakan tempat khusus untuk perokok atau sosialisasi Perda No 2/2005 dan Peraturan Gubernur No 75/2005 itu sendiri. Sorotan serupa juga dialamatkan kepada pengelola Pasar Mitra Jembatan Lima, Pasar Jembatan Dua dan Terminal Bus Kalideres. ”Kami sudah minta baik pengelola stasiun kereta, terminal bus dan pihak pasar untuk menyediakan tempat khusus merokok, minimal ada petugas memberikan penyuluhan, selain pengumuman,” kata Chaeruddin.
Sementara itu, sejumlah penumpang di stasiun kereta Beos yang dimintai komentar tentang pemberlakuan Perda No 2/2005 dan Peraturan Gubernur No 75/2005, menganggap perda tersebut terkesan dipaksakan dan tidak rasional. ”Banyak yang jelas-jelas menimbulkan polusi udara tapi dibiarkan,” kata salah seorang penumpang kereta api, Heri Budiman.
Dia mencontohkan keberadaan angkutan umum seperti bemo yang jelas-jelas mengeluarkan polusi serta kebanyakan tidak dilengkapi surat-surat.
Hal senada juga disampaikan para pedagang di Pasar Jembatan Lima. Menurut mereka, aturan tentang larangan merokok yang akan diberlakukan itu dinilai sebagai suatu bentuk pemaksaan kehendak



BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dengan terus meningkatnya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005,maka Perda No 2/2005 tentang pengendalian pencemaran udara dan Peraturan Gubernur No 75/2005 tentang kawasan dilarang merokok. Para pelanggarnya akan dikenakan hukuman kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.dapat di katakana tidak berjalan dengan efektif, hal itu juga disebabkan karena kurangnya sosialisasi Undang-Undang tersebut ke masyarakat.Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mengert dan memahami akan pentingnya Undang-Undang pengendalian pencemaran udara dan kawasan di larang merokok.
Penegakan hukum saat ini tidak dapat hanya dilakukan secara parsial. Penegakan hukum harus dilakukan secara terpadu, baik antar sektoral dalam satu daerah maupun secara nasional. Sehingga penanganan terhadap masalah memerlukan pemetaan yang komprehensif tentang peta permasalahan yang ada. Di samping itu, keseriusan pemerintah dan keterlibatan seluruh elemen bangsa diharapkan dapat berkontribusi secara partisipatif

B.Saran
1. Pemetaan masalah pengendalian pencemaran udara dan kawasan bebas rokok
2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan tentang bahaya rokok bagi anak-anak akan dapat dicegah sejak dini
3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang bahaya zat yang terkandung dalam rokok..
4. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan Undang-Undang Pengendalian Pencemaran Udara dan Kawasan di Larang merokok Seringnya memberikan pencerahan terhadap Undang-Undang tersebut ke masyarakat

0 komentar: