Alam semesta kita sangatlah teratur. Miliaran bintang dan galaksi bergerak dalam orbit mereka masing-masing dengan serasi. Galaksi terdiri dari hampir 300 miliar bintang yang saling berpindah sesamanya dan, yang mengagumkan, selama perpindahan dahsyat ini tidak terjadi satu pun tabrakan. Keteraturan tersebut menyebabkan tabrakan tidak terjadi. Lebih hebat lagi, kecepatan benda-benda di alam semesta berada di luar batas imajinasi manusia. Dimensi fisik luar angkasa sangatlah besar jika dibandingkan dengan pengukuran yang digunakan di bumi. Bintang-bintang dan planet-planet, dengan massa miliaran atau triliunan ton, dan galaksi, dengan ukuran yang hanya dapat dipahami dengan bantuan rumus-rumus matematika, seluruhnya berputar dalam jalurnya masing-masing di ruang angkasa dengan kecepatan yang luar biasa. Sebagai contoh, bumi berotasi terhadap sumbunya sehingga titik-titik di permukaannya bergerak dengan kecepatan rata-rata sekitar 1.670 km per jam. Kecepatan linear rata-rata bumi dalam orbitnya mengelilingi matahari adalah 108.000 km per jam. Namun, angka-angka ini hanyalah mengenai bumi. Kita mendapati angka-angka yang jauh lebih besar saat memeriksa dimensi di luar sistem tata surya. Di alam semesta, seiring bertambahnya ukuran sistem, kecepatannya pun meningkat. Tata surya berevolusi mengelilingi pusat galaksi pada kecepatan 720.000 km per jam. Kecepatan Bima Sakti sendiri, yang terdiri dari sekitar 200 miliar bintang, adalah 950.000 km per jam. Pergerakan yang terus-menerus ini tidak dapat dibayangkan manusia. Bumi, bersama sistem tata suryanya, setiap tahun bergerak 500 juta km menjauh dari lokasinya pada tahun sebelumnya. Terdapat kesetimbangan yang luar biasa dalam seluruh gerakan dinamis ini dan hal tersebut mengungkapkan bahwa kehidupan di bumi berlandaskan pada keseimbangan yang sangat cermat. Pergeseran yang sangat sedikit pun pada orbit benda-benda langit, bahkan hanya beberapa milimeter, dapat membawa akibat yang sangat serius. Beberapa di antaranya dapat sangat mengganggu sehingga kehidupan di bumi tidak mungkin terjadi. Dalam sistem yang di dalamnya terdapat kesetimbangan sekaligus kecepatan yang luar biasa itu, kecelakaan raksasa dapat terjadi kapan pun. Meski demikian, fakta bahwa kita menjalani hidup kita secara wajar di planet ini membuat kita lupa akan bahaya besar yang ada di alam semesta. Keteraturan alam semesta kini dengan jumlah tabrakan yang kita tahu yang hampir dapat diabaikan, langsung membuat kita berpikir bahwa kita dikelilingi oleh suatu lingkungan yang sempurna, stabil, dan aman. Manusia tidak banyak memikirkan hal tersebut. Itulah sebabnya mengapa mereka tidak pernah menyadari jaringan luar biasa dari kondisi-kondisi yang saling berhubungan yang membuat kehidupan berlangsung di bumi, ataupun mengerti bahwa pemahaman atas tujuan hidup mereka yang sesungguhnya sangatlah penting. Mereka hidup bahkan tanpa memikirkan bagaimana kesetimbangan yang luar biasa namun cermat ini sampai tercipta. Meski demikian, manusia diberikan kemampuan untuk berpikir. Tanpa merenungkan keadaan sekitarnya dengan teliti dan bijaksana, seseorang tidak akan pernah melihat kenyataan atau bahkan tidak memikirkan sedikit pun mengapa dunia diciptakan dan siapa yang membuat keteraturan besar ini bergerak dengan ritme yang begitu sempurna. Seseorang yang merenungkan dan memahami pentingnya pertanyaan-pertanyaan ini akan berhadap-hadapan dengan sebuah fakta yang tidak dapat dihindari: alam semesta yang kita tempati diciptakan oleh sang Pencipta, yang keberadaan dan sifat-Nya terwujud dalam segala sesuatu. Bumi, sebuah titik kecil di alam semesta, diciptakan untuk menjalankan tujuan yang penting. Tidak ada suatu pun terjadi tanpa tujuan dalam kehidupan kita. Sang Pencipta, dengan menampakkan sifat, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya di seluruh alam semesta, tidak meninggalkan manusia seorang diri namun membekalinya dengan tujuan yang sangat penting. Alasan mengapa manusia ada di bumi diceritakan oleh Allah dalam Al Quran sebagai berikut:
Dalam Al Quran, Allah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada suatu pun yang tidak memiliki tujuan:
Rahasia Dunia Allah menunjukkan tujuan manusia dalam ayat berikut:
Dengan demikian, Allah mengharapkan manusia tetap menjadi hamba-Nya yang setia sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, dunia adalah tempat di mana mereka yang takut kepada Allah dan mereka yang tidak berterima kasih kepada Allah dibedakan satu sama lain, kebaikan dan keburukan, kesempurnaan dan kekurangan bersisian dalam "kerangka" ini. Manusia diuji dalam banyak hal. Pada akhirnya, orang-orang yang beriman akan terpisahkan dari orang-orang yang tidak beriman dan mencapai surga. Dalam Al Quran hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
Untuk memahami intisari dari ujian ini, seseorang harus memiliki pemahaman mendalam tentang Penciptanya, yang keberadaan dan sifat-Nya terwujud dalam segala sesuatu yang ada, Ialah sang Pencipta, Pemilik kekuatan, pengetahuan, dan kebijaksanaan yang tak terbatas.
Allah menciptakan manusia dari tanah liat, memberkahinya dengan banyak keistimewaan, dan melimpahkan banyak kemurahan atasnya. Tidak ada seorang pun mendapatkan kemampuan penglihatan, pendengaran, berjalan, atau bernafas dengan sendirinya. Lebih lanjut, sistem yang kompleks ini ditempatkan di tubuhnya dalam rahim sebelum ia dilahirkan dan ketika ia tidak memiliki kemampuan apa pun untuk merasakan dunia luar. Dengan seluruh pemberian ini, yang diharapkan dari seorang manusia adalah agar ia menjadi hamba Allah. Bagaimanapun, sebagaimana dijelaskan Allah dalam Al Quran, kebanyakan manusia adalah "pendurhaka" dan "tidak berterima kasih" kepada Penciptanya, karena mereka menolak mematuhi Allah. Mereka menganggap bahwa kehidupan itu panjang dan mereka memiliki kekuatan untuk bertahan. Itulah sebabnya tujuan mereka adalah "menggunakan hidup mereka sebaik-baiknya selagi sempat". Mereka melupakan kematian dan hari akhir, Mereka berusaha keras menikmati kehidupan dan mencapai standar kehidupan yang lebih baik. Allah menjelaskan kecintaan mereka terhadap hidup ini dalam ayat berikut:
Di dalam Al Quran, wahyu otentik terakhir yang tersisa, yang membimbing manusia kepada jalan yang benar, Allah berulang kali mengingatkan kita akan sifat fana dunia ini, memanggil kita kepada kejernihan pikiran dan kesadaran. Tentu saja, di mana pun kita tinggal, kita semua rentan terhadap dampak-dampak yang menghancurkan dari dunia ini, sebuah fenomena yang menjelaskan dirinya sendiri bagi orang-orang yang mengamati kehidupan dan berbagi kejadian di sekitar kita. Ini sama halnya untuk segala keindahan yang mengelilingi kita. Gambar di halaman ini masing-masingnya menunjukkan fakta ini. Setiap sudut dunia betapa pun mengesankannya, akan rusak dalam beberapa dasawarsa, terkadang bahkan dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada yang diperkirakan. Orang-orang yang tidak beriman berusaha keras merasakan seluruh kesenangan hidup ini. Namun, sebagaimana yang digambarkan dalam ayat di atas, hidup berlalu dengan sangat cepat. Ini adalah poin penting yang dilupakan oleh kebanyakan manusia. Marilah kita berpikir mengenai sebuah contoh untuk lebih memperjelas masalah ini. Beberapa Detik atau Beberapa Jam? Bayangkanlah sebuah liburan yang khas: setelah berbulan-bulan bekerja keras, Anda mendapatkan liburan dua minggu dan tiba di tempat peristirahatan favorit Anda setelah perjalanan delapan jam yang melelahkan. Lobi dipenuhi orang-orang yang berlibur seperti anda. Anda bahkan melihat beberapa wajah yang akrab dan menyalami mereka. Cuacanya hangat dan Anda tak ingin kehilangan satu detik pun untuk menikmati sinar matahari dan laut yang tenang, maka tanpa membuang waktu, Anda mencari ruangan Anda, mengenakan pakaian renang Anda dan bergegas ke pantai. Akhirnya, Anda berada dalam air yang sebening kristal, namun tiba-tiba Anda dikejutkan sebuah suara: "Bangun, kamu akan terlambat bekerja!" Anda menganggap kata-kata ini tidak masuk di akal. Untuk sesaat, Anda tidak dapat memahami apa yang terjadi; ada sebuah ketidakserasian yang tak terpahami antara apa yang Anda lihat dan dengar. Ketika Anda membuka mata dan mendapatkan diri Anda di kamar tidur Anda, kenyataan bahwa segalanya hanyalah mimpi sangat mengagetkan anda. Anda tidak dapat menahan ekspresi kekagetan ini: "Saya berkendaraan selama delapan jam untuk mencapai tempat itu. Meskipun kini di luar sangat dingin, saya merasakan cahaya matahari di dalam mimpi saya. Saya merasakan air membasahi wajah saya." Perjalanan delapan jam ke tempat peristirahatan, saat-saat Anda menunggu di lobi, singkatnya segala yang berhubungan dengan liburan Anda sesungguhnya hanyalah mimpi yang berlangsung beberapa detik. Meski tidak dapat dibedakan dari kehidupan nyata, apa yang Anda alami tersebut hanyalah mimpi semata. Hal ini menunjukkan bahwa kita mungkin akan dibangunkan dari kehidupan di dunia sebagaimana kita dibangunkan dari mimpi. Lalu, orang-orang yang tidak beriman akan menunjukkan kekagetan yang sama. Seumur hidup, mereka tidak dapat membebaskan diri dari anggapan keliru bahwa kehidupan mereka akan berlangsung lama. Namun, saat mereka dibangkitkan kembali, mereka akan mendapati bahwa lamanya waktu yang tampak sebagai 60 atau 70 tahun masa hidup bagaikan hanya beberapa detik. Allah menceritakan fakta ini dalam Al Quran:
Apakah itu sepuluh atau seratus tahun, manusia akhirnya akan menyadari pendeknya kehidupan sebagaimana yang dituturkan dalam ayat di atas. Hal ini seperti seseorang yang terbangun dari mimpi, dengan getir menyaksikan lenyapnya semua gambaran tentang liburan panjang yang menyenangkan, dan tiba-tiba menyadari bahwa hal tersebut hanyalah sebuah mimpi yang berlangsung beberapa detik saja. Begitu pula, singkatnya kehidupan akan sangat memukul seseorang terutama saat segala hal lain tentang hidupnya terlupakan. Allah memerintahkan agar memperhatikan fakta ini dengan hati-hati dalam ayat Al Quran berikut:
Sama halnya dengan mereka yang hidup selama beberapa jam atau hari, orang-orang yang hidup selama tujuh puluh tahun juga memiliki waktu yang terbatas di dunia ini.… Sesuatu yang terbatas akan berakhir suatu saat. Baik kehidupan selama delapan puluh atau seratus tahun, setiap hari membawa manusia mendekat pada hari yang telah ditakdirkan tersebut. Manusia, sesungguhnya, mengalami kenyataan ini sepanjang hidupnya. Tidak peduli betapa panjangnya sebuah rencana yang ia pikirkan bagi dirinya sendiri, suatu hari ia mencapai saat tertentu itu ketika ia akan menyelesaikan cita-citanya. Setiap tujuan atau hal berharga yang dianggap titik balik dalam kehidupan seseorang akan segera menjadi masa lalu. Bayangkanlah seorang remaja, misalnya, yang baru saja memasuki SMA. Umumnya, ia tidak tahan menunggu hari kelulusannya. Ia menanti-nantikannya dengan hasrat yang tidak tertahankan. Namun segera ia mendapati dirinya sendiri mengikuti perkuliahan. Pada tahap hidupnya ini, ia bahkan tidak ingat tahun-tahunnya yang panjang di SMA. Ada hal lain dalam pikirannya; ia ingin menggunakan tahun-tahun berharga ini untuk meredakan kekhawatirannya terhadap masa depan. Karenanya, ia membuat banyak rencana. Tidak lama kemudian, ia sibuk menyusun pernikahannya yang akan segera datang, sebuah peristiwa istimewa yang sangat dinantinya. Namun waktu berlalu lebih cepat daripada yang diharapkannya dan ia meninggalkan tahun-tahun di belakangnya dan mendapati dirinya sebagai seorang lelaki yang memimpin sebuah keluarga. Pada saat ia menjadi kakek, sebagai seorang lelaki tua dengan kesehatan yang menurun, ia hampir tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang dulu memberinya kesenangan sebagai seorang pemuda. Ingatan yang suram akhirnya benar-benar menghilang. Permasalahan yang dulu menjadi obsesinya sebagai pemuda tidak lagi menarik perhatiannya. Hanya beberapa bayangan dari hidupnya terbentang di depan matanya. Waktu yang telah ditentukan semakin mendekat. Waktu yang tertinggal sangat terbatas; beberapa tahun, bulan, atau bahkan mungkin hari. Kisah klasik tentang manusia, tanpa kecuali, berakhir di sini dengan sebuah pemakaman, yang dihadiri anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara. Nyatanya, tidak ada seorang pun yang bebas dari akhir ini. Meski demikian, sejak permulaan sejarah, Allah telah mengajarkan kepada manusia mengenai sifat sementara dunia ini dan menggambarkan akhirat, tempat tinggal manusia yang sesungguhnya dan kekal. Banyak detail mengenai surga dan neraka digambarkan dalam wahyu Allah. Namun begitu, manusia cenderung melupakan kebenaran mendasar ini dan mencoba menanamkan segala upayanya dalam hidup ini, walaupun hidup itu pendek dan sementara. Bagaimanapun hanya mereka yang menggunakan pendekatan rasional terhadap kehidupan yang mendapatkan kejelasan pikiran dan kesadaran dan menyadari bahwa hidup ini tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan hidup yang kekal. Karena itulah tujuan hidup manusia hanyalah untuk mencapai surga, sebuah tempat abadi yang penuh dengan kebaikan dan karunia Allah. Mencari keridhaan Allah dengan keimanan yang benar adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkannya. Bagaimanapun, mereka mencoba untuk tidak memikirkan akhir dari dunia yang tak terhindarkan ini, dan menjalani hidup dengan sikap sedemikian tentulah sangat pantas menerima hukuman yang kekal. Allah dalam Al Quran mengisahkan akhir yang mengerikan yang akan datang pada orang-orang ini:
Ambisi yang Tidak Terkendali Di bagian awal buku ini, disebutkan bahwa waktu yang dihabiskan seorang manusia di dunia ini pendek bagaikan "kejapan mata". Namun, apa pun yang dimiliki seorang manusia dalam kehidupan, ia tidak akan mencapai kepuasan sejati kecuali ia beriman kepada Allah dan menyibukkan diri dengan selalu mengingat-Nya. Sejak beranjak dewasa, ia menginginkan kekayaan, kekuasaan, atau status. Namun bagaimanapun, ia tidak memiliki cukup sumber daya untuk memuaskan keinginan ini, tidak ada kesempatan untuk memiliki semua yang ia inginkan. Kekayaan, kesuksesan, atau bentuk kesejahteraan apa pun, tidak ada yang dapat meredakan ambisinya. Tanpa memandang status sosial atau jenis kelamin, kehidupan manusia kebanyakan terbatas hingga 60 atau 70 tahun saja. Pada akhir masa ini, kematian membuat seluruh cita rasa dan kesenangan itu tidak berarti. Seseorang yang cenderung tidak mampu mengendalikan keinginannya senantiasa mendapati dirinya benar-benar "tidak dapat terpuaskan". Pada setiap tahap kehidupannya, ketidakpuasan ini selalu ada, sementara penyebabnya berubah sesuai waktu dan kondisi. Keinginan untuk memuaskan hasrat ini dapat membuat sebagian manusia memperturutkannya dalam hampir segala hal. Ia mungkin sangat setia kepada hasratnya sehingga mau menghadapi setiap konsekuensi, walau itu berarti kehilangan cinta dari keluarga dekat atau menjadi terkucil. Namun, begitu ia mencapai tujuannya, "sihir" itu menghilang. Ia kehilangan minat terhadap apa yang telah dicapai. Selanjutnya, karena tidak puas oleh pencapaian ini, ia segera mencari tujuan lain dan melakukan berbagai usaha untuk mencapainya hingga akhirnya bisa meraihnya pula. Memiliki ambisi yang tidak terkendali adalah karakteristik khusus orang yang tidak beriman. Ciri tersebut tetap bersamanya hingga ia mati. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang ia miliki. Ini karena ia hanya menginginkan segalanya bagi keserakahannya sendiri dan bukan untuk mencapai keridhaan Allah. Begitu pula, segala milik manusia dan yang ia usahakan dengan kerja keras untuk miliki merupakan alasan untuk disombongkan, dan ia mengabaikan batasan-batasan Allah. Pastilah, Allah tidak akan mengizinkan seseorang yang sangat melawan-Nya seperti demikian memiliki kedamaian pikiran di dunia ini. Allah berfirman dalam ayat-ayat Al Quran:
Dunia yang Menipu Contoh-contoh yang tidak terhitung banyaknya dari kesempurnaan penciptaan mengelilingi manusia di seluruh dunia: daratan-daratan yang indah, jutaan jenis tumbuhan yang berbeda, langit yang biru, awan-awan yang diberati hujan, atau tubuh manusia -- sebuah organisme sempurna yang dipenuhi sistem yang kompleks. Ini semua adalah contoh luar biasa dari penciptaan, gambaran yang memberikan pengetahuan yang dalam. Menatap seekor kupu-kupu menunjukkan sayapnya, dengan pola-pola sangat rumit yang menyatakan identitasnya, adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan. Bulu-buku kepala seekor burung, yang begitu indah dan cemerlang hingga mereka terlihat seperti beludru hitam yang mewah, atau warna-warna menarik dan harumnya sekuntum bunga, seluruhnya mengagumkan jiwa manusia. Setiap manusia, hampir tanpa kecuali, menghargai wajah yang cantik. Rumah besar yang mewah, perabotan berlapis emas dan mobil mewah bagi sebagian manusia adalah harta benda yang paling dipuja. Manusia menginginkan banyak hal dalam hidupnya, namun kecantikan dari apa pun yang kita miliki ditakdirkan lenyap pada waktunya.
Buah perlahan-lahan berubah warna menjadi gelap dan akhirnya menjadi busuk dari saat ia dipetik dari batangnya. Harumnya bunga yang mengisi ruangan kita terbatas waktunya. Segera, warna mereka menghilang dan mereka layu. Wajah yang paling cantik berkeriput setelah beberapa puluh tahun: efek bertahun-tahun pada kulit dan berubahnya rambut menjadi abu-abu membuat wajah yang cantik tersebut tidak berbeda dari orang-orang tua lainnya. Tidak tertinggal jejak pipi kemerahan yang sehat milik seorang remaja setelah berlalunya waktu bertahun-tahun. Bangunan membutuhkan renovasi, kendaraan menjadi ketinggalan jaman dan, bahkan lebih buruk lagi, berkarat. Singkatnya, segala yang mengelilingi kita akan digerogoti waktu. Sebagiannya terlihat seperti "proses alami". Bagaimanapun, hal ini menyampaikan sebuah pesan yang jelas: "tidak ada satu pun yang kebal terhadap pengaruh waktu". Di atas segalanya, setiap tumbuhan, binatang, dan manusia di dunia dengan kata lain, setiap mahkluk hidup tidaklah kekal. Fakta bawa populasi dunia tidak mengecil selama berabad-abad karena banyaknya kelahiran seharusnya tidak membuat kita mengabaikan kematian. Namun sebagai sebuah keinginan yang tidak terkendali, bujukan harta benda dan kekayaan sangat memengaruhi manusia. Nafsu akan harta benda tanpa disadari menguasainya. Bagaimanapun, ada satu poin yang harus dipahami: Allah-lah pemilik satu-satunya atas segala sesuatu. Makhluk hidup tetap hidup selama Ia kehendaki dan mereka mati begitu Ia menetapkan kematian mereka.
Allah memerintahkan manusia untuk memikirkan hal ini dalam ayat berikut:
Dalam ayat ini, ditunjukkan bahwa segala sesuatu yang terlihat indah dan cantik di bumi ini akan kehilangan keindahannya suatu saat. Lebih jauh lagi, mereka seluruhnya akan lenyap dari muka bumi ini. Ini sebuah poin penting untuk direnungkan karena Allah memberitahu kita bahwa Ia memberikan contoh-contoh demikian "bagi mereka yang berpikir". Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia diharapkan memikirkan dan mengambil pelajaran dari aneka peristiwa dan akhirnya menetapkan tujuan rasional bagi hidupnya. "Pikiran" dan "pemahaman" adalah sifat khas manusia; tanpa sifat-sifat ini manusia kehilangan ciri yang paling khusus dan menjadi lebih rendah daripada binatang. Binatang pun menjalani kehidupan seperti manusia dalam banyak hal: mereka bernafas, berkembang biak, dan pada suatu hari, mati. Binatang tidak pernah berpikir mengapa dan bagaimana mereka dilahirkan, atau bahwa mereka akan mati pada suatu hari. Sangat wajar bila mereka tidak berusaha memahami tujuan hidup ini yang sesungguhnya; mereka tidak diminta memikirkan tujuan penciptaan mereka atau tentang sang Pencipta.
Namun, manusia bertanggung jawab kepada Allah untuk membangun kesadaran terhadap Allah melalui perenungan dan kesadaran akan perintah-Nya. Lebih lanjut, ia hendaknya memahami bahwa dunia ini ada hanya untuk waktu yang terbatas. Mereka yang benar-benar memahami fakta ini akan mencari tuntunan dan cahaya Allah dengan melakukan amal-amal baik. Bila tidak, manusia akan menemui penderitaan baik di dunia dan di akhirat. Ia menjadi kaya, namun tidak pernah mendapatkan kebahagiaan. Kecantikan dan ketenaran biasanya membawa kemalangan, bukannya hidup yang menyenangkan. Seorang pesohor misalnya, pada suatu saat bersenang-senang dalam pujaan penggemarnya, namun kemudian berperang dengan masalah kesehatan yang parah, dan pada suatu hari meninggal seorang diri dalam sebuah kamar hotel yang kecil tanpa seorang pun yang merawatnya. Contoh-Contoh dalam Al Quran Mengenai Tipuan Dunia Allah berulang kali menekankan dalam Al Quran bahwa dunia hanyalah "tempat di mana segala kesenangan ditetapkan untuk musnah". Allah menceritakan kisah-kisah berbagai bangsa, laki-laki, dan wanita di masa lampau yang bersenang-senang dalam kekayaan, ketenaran, atau status sosialnya, namun menemui akhir yang mencelakakan. Hal tersebut seperti dua orang laki-laki yang diceritakan dalam surat Al Kahfi:
Menyombongkan kekayaan akan membuat seseorang menjadi menggelikan. Ini adalah ketetapan Allah yang tidak berubah. Kekayaan dan kekuasaan adalah pemberian Allah dan dapat diambil kembali, kapan pun. Kisah "orang-orang surga" yang diceritakan dalam Al Quran adalah contoh yang lainnya:
Mereka yang penuh perhatian akan segera mengenali dari ayat-ayat ini bahwa Allah tidak memberikan contoh tentang manusia ateis dalam kisah ini. Mereka yang dibicarakan di sini adalah yang sungguh-sungguh percaya kepada Allah namun hatinya telah menjadi lalai dari mengingat-Nya dan tidak bersyukur kepada Penciptanya. Mereka berbangga diri akan harta benda yang telah Allah berikan kepada mereka sebagai nikmat, dan benar-benar melupakan bahwa harta benda ini hanyalah sumber penghasilan yang harus digunakan dalam jalan-Nya. Umumnya, mereka mengakui keberadaan dan kekuasaan Allah; namun hati mereka penuh dengan kesombongan, ambisi, dan keegoisan. Kisah Qarun, salah seorang umat Nabi Musa, diceritakan dalam Al Quran sebagai sebuah contoh mendasar dari karakter duniawi manusia yang kaya. Baik Qarun maupun orang-orang yang menginginkan status dan kekayaannya adalah orang-orang beriman yang membuang agama mereka untuk harta benda dan karenanya kehilangan hidup kekal yang diberkahi, yang kerugiannya adalah kerugian yang abadi:
Kekeliruan utama Qarun adalah menganggap dirinya sebagai suatu keberadaan terpisah dan terlepas dari Allah. Memang, sebagaimana yang disebutkan ayat tersebut, ia tidak mengingkari keberadaan Allah, namun menganggap dirinya karena keutamaannya berhak mendapatkan kekuasaan dan kekayaan yang dilimpahkan Allah atasnya. Namun, seluruh manusia di dunia adalah hamba Allah dan harta benda mereka tidak diberikan hanya karena mereka berhak mendapatkannya. Segala yang diberikan kepada manusia adalah nikmat dari Allah. Apabila menyadari fakta ini, seseorang tak akan bersikap tidak berterima kasih dan durhaka kepada Penciptanya dikarenakan kekayaan yang dimilikinya. Ia hanya akan merasa bersyukur dan menunjukkan rasa syukurnya ini dengan sikap yang baik kepada Allah. Ini adalah jalan yang paling baik dan mulia untuk menunjukkan rasa syukur seseorang kepada Allah. Sebaliknya, Qarun dan orang-orang yang ingin menjadi seperti Qarun menyadari jalan kejahatan yang mereka lakukan hanya saat kehancuran menimpa mereka. Jika setelah segala kehancuran menimpa, mereka tetap ingkar dan memberontak kepada Allah, mereka akan dibinasakan sepenuhnya. Untuk mereka sebuah akhir yang tidak akan terhindarkan: neraka, sebuah tempat tinggal yang sangat buruk!
| xx | ||||||||||
0 komentar:
Posting Komentar