BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, Agustus 30, 2009

DO'A -DO'A

Manusia adalah makhluk Allah SWT yang diciptakan dari saripati tanah. Sejak awal penciptaannya (Adam), manusia di-berikan hawa nafsu yang tidak diberikan kepada malaikat. Nafsu inilah yang merupakan penggerak (motivator) bagi berbagai keinginan manusia dalam hidupnya. Dengan berbekal hawa nafsu yang kemudian ditambah dengan akal serta naluri beragama, manusia hidup di dunia diberi kebebasan dalam menentukan sikapnya. Apakah ia taat kepada Allah SWT atau durhaka kepada-Nya? Apakah ia memilih kehidupan yang baik atau yang buruk? Semuanya diserahkan kepada masing-¬masing individu manusia itu sendiri. Allah SWT sebagai pencipta ma¬nusia dan makhluk-makhluk lain, menunjukkan dua jalan hidup, kebaikan dan kebu-rukan, sebagaimana dalam firman-Nya:

Dan Kami (Allah) telah menunjukkan kepadanya (manusia) dua jalan (kebaikan dan keburukan). (QS. Al-Balad: 10)
Jalan yang baik adalah jalan Allah (agama Allah) itu sendiri, sedang jalan yang buruk adalah jalan setan. Setan adalah makhluk Allah yang durhaka dan senantiasa menjerumuskan anak Adam ke lembah kehinaan dengan harapan men¬jadi temannya kelak di dalam neraka. Setan ini bisa dari bangsa jin dan bisa pula dari bangsa manusia (lihat Al-Quran surat An-Nas).
Manusia bebas memilih jalan hidupnya, kebaikan atau keburukan. Dua sifat, baik dan buruk, ini telah diilhamkan Allah SWT kepada jiwa manusia sejak penciptaannya. Sifat mana yang diambil dan ditumbuhkan berarti itulah yang dipilihnya. Apabila manusia menghendaki kebaikan maka ia berarti memupuk dan mengembangkan sifat baik yang ada pada dirinya. Sebaliknya, apabila manusia menyenangi keburukan berarti sifat buruk yang ada dalam dirinyalah yang ditumbuhkembangkan olehnya. Allah SWT berfirman:

Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah meng-ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya. (QS. As-Syams: 7-10)
Orang-orang yang menyucikan jiwanya (memilih jalan ke-baikan) adalah orang-orang yang beruntung. Sedangkan orang yang memilih jalan keburukan adalah orang yang buntung (cela-ka) di sisi Allah SWT.
Dua sisi kehidupan yang dihadapi manusia, yang merupa-kan sunnatullah, ini adalah medan jihad dan perjuangan manusia mukmin yang menghendaki kehidupan yang baik namun selalu dirintangi dan digoda oleh setan. Setan adalah musuh utama orang mukmin, yang sangat sulit dihadapi lantaran ia merupakan makh-luk halus yang bisa menjelma dengan berbagai bentuk yang tidak disadari oleh manusia. Kita tidak mengetahui kapan ia datang menggoda, maklumlah makhluk halus tidak dapat dilihat oleh indera lahir manusia. Selain itu pun terkadang setan berbentuk hawa nafsu yang tidak disadari oleh manusia. Setan ini adalah musuh yang harus dilawan dengan berbagai cara, di mana dan kapan pun waktunya mengingat ia telah berikrar akan senantiasa menggoda dan menjerumuskan manusia beriman ke jurang dosa dan kenistaan. Di dalam Al-Quran disebutkan:

Iblis berkata: ”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (orang mukmin) dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. (QS. Al-A‘raf: 16-17)
Meskipun demikian, bagi orang muk¬min sejati, tentunya tidak sulit dalam menghadapi setan-setan yang terkadang berwu-jud manusia (manusia tetapi kelakuan setan), mengingat ajaran Islam telah menyediakan terapi pengusiran setan dari diri kita, baik itu berupa doa-doa, zikir, shalat, dan sebagainya, yang secara umum, memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah, sang pencipta setan itu sendiri agar dihindarkan dari godaannya dan dikuatkan iman dalam menghadapinya. Di antaranya perbanyak-lah membaca firman Allah SWT berikut:

Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. (QS. Al-Falaq: 1-5)

Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Raja manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang mem-bisikan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia. (QS. An-Nas: 1-6)
Selain itu, Allah SWT sendiri telah menyatakan bahwa Dia berkewajiban menolong orang-orang yang beriman dengan murni dan ikhlas, seba¬gaimana firman-Nya:

Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang ber-iman. (QS. Ar-Rum: 47)
Berbicara tentang memohon pertolongan Allah Azza wa Jalla ini, sebenarnya tidak hanya dari godaan setan, tetapi dalam segala aspek perbuatan yang akan kita lakukan, baik itu agar memperoleh keridhaan-Nya maupun agar memperoleh apa yang kita harapkan yang berupa benda (materi) lahir.
Minta pertolongan (istianah) kepada Allah SWT ini dalam Islam dikenal dengan istilah doa. Bentuk doa yang kita panjatkan adalah beragam, berupa permohonan (doa), zikir, shalat, dan sebagainya. Demikian pula macamnya sangat banyak sesuai dengan objek permasalahan yang kita hadapi dan kita inginkan, bahkan dikatakan bahwa doa ini pun dapat mengubah takdir. Itulah keistimewaan doa yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang mukmin sebagai cara/sarana mendapatkan pertolongan-Nya.
Orang yang berpendapat bahwa doa itu tidak ada arti dan manfaatnya adalah orang yang angkuh dan sombong, meng-anggap dirinya super dan mampu melakukan apa yang diigin¬kannya. Padahal, tidaklah demikian, manusia adalah makhluk lemah yang diciptakan Allah, yang selalu berkeluh kesah dan butuh pertolongan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia ber¬keluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (QS. Al-Maarij: 19-22)

Dan manusia itu diciptakan bersifat le¬mah. (QS. An-Nisa: 28)

Hami manusia, kamulah yang berkehendak (butuh) kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji). (QS. Fathir: 15)
Karena itulah, pertolongan Allah SWT pasti dibutuhkan ma-nusia lantaran pertolongan itu tidak hanya bersifat lahir, tetapi juga pertolongan moril yang oleh orang awam disebut keajaiban.
Suatu contoh, seorang petani menanam padi di sa¬wah. Agar padinya itu tumbuh subur diberilah pupuk dan disiangi rumput-nya, dan agar terhindar dari penyakit maka disemprotlah padi itu dengan obat-obat yang sesuai dengan penyakitnya. Sampai dalam tahap ini si petani itu dapat mengandalkan kemampuannya (ma-nusia) atau pertolongan lahir. Namun, terkadang di saat panen kita mendapatkan padi itu tidak ada isinya. Kepada siapakah gerangan kita harus meminta pertolongan? Di sinilah kemampuan manusia ter¬batas sehingga memerlukan kekuatan gaib yang datang dari Allah Sang Pencipta makhluk semuanya.
Itulah kedudukan dan pentingnya doa dalam kehidupan manusia. Bahkan, doa ini merupakan ruh (inti) dari ibadah, yang tentunya merupakan hal penting yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang beriman kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
الدُعَاءُ مُخُّ العِبَادَةِ. (رواه العبادة)
Doa itu adalah intinya ibadah. (HR. Al-Arba’ah)
Apabila doa sebagai inti dari ibadah maka ia merupakan sentral yang akan memancar darinya berbagai kebaikan dan amal saleh yang harus ada dan tertanam pada diri dan jiwa orang-orang yang beriman kepada kekuasaan Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya.
Sekarang yang menjadi permasalahan adalah, bagaimana agar kita mendapat pertolongan Allah? Atau dalam lain perkataan, bagaimana agar doa yang kita panjatkan diperkenankan oleh Allah SWT?
Banyak kiat dan cara agar doa diperkenankan oleh Allah SWT, baik itu lantaran amal saleh yang biasa kita kerjakan maupun dengan doa yang kita panjatkan di saat-saat yang diijabah. Banyak saat, hari, dan situasi, serta adab yang harus diperhatikan dalam berdoa kepada Allah SWT yang akan dibahas dalam buku ini. Selain itu, siapakah gerangan orang-orang yang senantiasa di-kabulkan doanya oleh Allah? Insya Allah, mereka pun dijelaskan dalam buku ini.
Pertolongan Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya bukan-lah sekedar impian atau dugaan yang tidak pernah terealisasi (ter-wujud), tetapi ia merupakan hakikat yang diberikan Allah SWT kepada siapa yang Dia kehendaki dan dalam bentuk serta cara yang Dia ingini, karena Allah adalah Tuhan yang Maha Penga¬sih, Maha Penyayang, Maha Berkuasa, dan Maha Bijaksana.
Pertolongan Allah SWT ini, pada hakikatnya berupa keme-nangan yang hak atas yang batil, kemenangan kebaikan atas keja¬hatan, kemenangan kebahagiaan atas kesulitan, kemenangan jasad batin atas jasad lahir, dan kemenangan akal sehat atas hawa nafsu jahat. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan dan direnungkan dalam hati bahwa:
2.1 PERTOLONGAN ADALAH JANJI ALLAH
Tidak hanya sekedar ucapan atau ungkapan biasa, tetapi Allah SWT menjanjikan pertolongan bagi orang-orang yang beriman, kapan, dan di mana saja, sebagaimana firman-Nya:

Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-¬orang yang ber-iman. (QS. Ar-Rum: 47)
Itulah rahmat dan karunia Allah SWT bagi orang-orang yang beriman. Allah Azza wa Jalla akan memberikan pertolongan ke-pada hamba-Nya yang Dia cintai, dengan cara dan bentuk yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Berkuasa, dan Maha Bijaksana.
Janji Allah Azza wa Jalla ini tidak terbatas pada masa turun wahyu (kepada Nabi Muhammad) saja, tetapi telah dimulai sejak sebelumnya dan akan berlanjut dengan tanpa batas (sampai hari kiamat). Sebagai contoh, dikala Nabi Ibrahim AS hendak dibakar di atas onggokan api unggun oleh kaum Raja Namruz, Allah Yang Maha Berkuasa memberikan pertolongan kepadanya dengan menyuruh api agar menjadi dingin bagi Ibrahim AS. Ketika itu Allah SWT ber¬firman:

Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah dan menjadi kesela-matanlah bagi Ibrahim”. (QS. Al¬-Anbiya: 69)
Dengan pertolongan Allah SWT ini, Ibrahim AS selamat dari jilatan api, tidak ada sehelai rambut pun yang hangus terbakar dan tidak ada secuil kulit pun yang terkelupas. Inilah ke-Maha Besaran dan ke-Maha Kuasaan Allah Azza wa Jalla ter¬hadap semua makhluk-Nya.
Dimasa turunnya wahyu (Al-Quran), Allah SWT menurun¬kan pertolongan dengan mengutus para malaikat untuk memban-tu kaum Muslimin di Perang Badar. Dengan jumlah yang sedikit, kaum Muslimin mampu mengalahkan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar. Ini tidak lain karena pertolongan Allah SWT menyertai mereka yang beriman, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Al¬-Quran:

Sungguh Allah telah menolong kamu dalam Perang Badar padahal kamu (ketika itu) adalah orang-¬orang yang lemah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (QS. Ali Im¬ran: 123)
Masih banyak jenis dan macam pertolongan yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang beriman sebagai realisasi dari janji dan rahmat-Nya kepada mereka. Pertolongan Allah adalah nikmat yang harus disyukuri, diminta dan didamba selamanya.
Tidak hanya tempo dulu, zaman modern sekarang pun per-tolongan akan terus diberikan kepada orang-orang yang beriman. Sebagai contoh, perang Afganistan melawan Uni Soviet diceritakan banyak mendapat berbagai keajaiban (pertolongan Allah) bagi orang yang beriman. Di antara¬nya, Dr. Abdullah Azzam menulis bahwa kata-kata Maulawi Saelan, seorang mujahidin paling po-puler di Afganistan menyaksikan: “Sekelompok burung terbang berputar-pu¬tar di atas kemah kami, seolah-olah memberitahu akan datangnya pesawat musuh. Benar, selang beberapa lama datang pesawat lawan menyerang”. Begitu pula Maulana Jalaluddin Haqqani, salah seorang komandan mujahidin mengatakan: “Saya melihat banyak sekali burung-burung di bawah pesawat musuh, melindungi mujahidin dari se¬rangan peluru dan bom pesawat itu”.
Banyak cara Allah SWT memberikan pertolongan kepada orang-orang yang beriman dan berjuang menegakkan agama-Nya. Di antaranya dengan cara mengirim malaikat untuk ikut serta dalam perjuangan kaum Muslimin, sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya:

(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: ”Apa-kah tidak cukup bagi kamu Allah mem¬bantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari tangit)?”. (QS. Ali Imran: 124)
Cara lain adalah dengan menurunkan rasa cemas dan takut ke dalam hati dan jiwa musuh, sehingga mereka menjadi gentar dan hilang kekuatannya, sebagaimana diakui Rasulullah SAW dalam sabdanya:
نُصِرت بالرعـب مســيرة شهر. (متفق عليه)
Aku ditolong dengan (diberikannya) rasa takut (kepada hati musuh) selama satu bulan perjalanan. (HR. Mutafaq Alaih)
Masih banyak cara Allah Azza wa Jalla memberikan perto-longan-Nya kepada orang-orang yang beriman. Bila dihitung maka tidak dapat dihitung karena sebagaimana disebutkan di atas, Allah SWT memberikan pertolongan kepada siapa dan dengan cara apa yang Dia kehendaki tanpa batas, lantaran Allah Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Allahu Akbar.
2.2 SYARAT MENDAPAT PERTOLONGAN ALLAH
Dalam pembahasan di atas telah disebutkan bahwa pada intinya pertolongan Allah Azza wa Jalla adalah kemenangan yang hak atas yang batil dan kemenangan akal sehat atas hawa nafsu jahat. Orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya berarti ia berjalan pada jalan Allah, taat dan patuh kepada-Nya, serta me-negakkan dan mengamalkan ajaran agama-Nya. Intinya adalah menegakkan agama Allah SWT yang direalisasikan dengan iman, amal, dan ihsan. Sikap seperti inilah yang merupakan syarat men-dapat pertolongan Allah Azza wa Jalla.
Adapun secara rincinya, syarat-syarat mendapat pertolongan Allah SWT di antaranya:
a) Menolong Penegakan Agama Allah
Dalam Al-Quran surat Muhammad, Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad: 7)
Menolong Allah Azza wa Jalla berarti menegakkan agama-Nya dengan penuh keyakinan (iman) bahwa jalan Allah-lah yang benar. Hati kita harus yakin dan komitmen bahwa agama Allah-lah (Islam) yang benar dan harus diikuti sebagai pedoman hidup (way of life), sebagaimana firman Allah:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran: 85)
Landasan dasar dari keyakinan kita kepada keesaan Allah Azza wa Jalla adalah iman yang didefinisikan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya:
ان تعـبد الله كأنك تراه وإن لم تكن تراه فإن الله يراك
Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat Dia dan bila kamu tidak dapat melihatnya, sesungguhnya Allah itu melihat kamu. (HR. Muslim)
Selain itu, iman berarti tidak menyekutukan Allah, tetapi mengakui dan me¬yakini bahwa Allah itu Esa, tidak beranak dan tidak di¬peranakan, Allah tempat bergantung segenap makhluk dan tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya. Allah SWT berfirman:

Katakanlah, Dialah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Setelah iman, yang harus ditumbuhkan adalah sikap takwa dalam arti melakukan segala perintah Allah Azza wa Jalla dan menjauhi setiap larangan¬-Nya selama nafas dikandung badan. Allah SWT berfirman:

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr: 99)
Apabila kita telah beriman dan bertakwa kepada Allah SWT maka Allah pun tidak segan-segan menurunkan rahmat dan pertolongan-Nya bagi kita sekalian. Firman Allah:

Dan kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka banyak berkah dari langit dan bumi. (QS. Al-A‘raf: 96)
Selain itu, tegar pendirian dan komitmen dalam usaha menegakkan agama Allah, menyebarkan ajaran-Nya di muka bumi merupakan kriteria orang yang bertakwa. Allah SWT berfirman:

Katakanlah: ”Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu (kepada) Allah dengan hujjah yang nayat. (QS. Yusuf: 108)
b) Mencintai Allah SWT dengan Ikhlas
Cinta kepada Allah SWT pada dasarnya adalah cinta kepada diri sendiri. Apabila kita mencintai Allah SWT maka Dia pun akan mencintai kita. Cinta kepada Allah berarti mengikuti apa yang di-perintahkan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Ini artinya kita harus menjadi orang yang beriman dan bertakwa serta senantiasa berbuat ihsan. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. An-Nahl: 128)

Jika kamu cinta kepada Allah, maka ikutilah ajaran-Ku, niscaya kamu dikasihi Allah. (QS. Ali Imran: 31)
Sebenarnya, Allah SWT tidak membutuhkan pertolongan dan cinta kita, tetapi Dia hanya ingin menguji dan melihat ketaatan serta kesabaran makhluk-Nya. Sampai dimanakah manusia itu mencintai saudaranya dan menaati Allah SWT sebagai Tuhan dan penciptanya. Apabila manusia itu mencintai dan menaati Allah, maka Dia pun akan mencintainya dan selalu ber¬samanya. State-men ini dapat dilihat dalam Hadis Qudsi, bahwa Allah SWT berfirman:
وما تـقرب إلي عبدي بشيئ أحـب مما افـترضت علـيه وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافـل حتى أحـبه فإذا أحبـبته كـنت سمعه الذى يسمع به وبصره الذى يبصر به ويده التى يبـطش بها ورجـله التى يمشى بها ولئن سألنى لأعطينه ولئن استعاذنى لأعيذنه. (رواه البخارى)

Tidak mendekat kepada-Ku seorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada menjalankan kewajibannya, dan seorang hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan melakukan amalan-amalan sunat sehingga Aku sukai. Maka apabila Aku telah kasih kepadanya, Aku-lah yang menjadi pendengarannya, penglihat-annya dan sebagai tangan yang digunakan¬nya serta kaki yang dijalankannya. Dan apabila ia memohon kepada-Ku pasti Kuka-bulkan dan jika minta perlindungan pada-Ku pasti Aku lindungi. (HR. Bukhari)
Menurut hadis ini, mencintai Allah SWT merupakan syarat mendapat pertolongan dan perlindungan Allah SWT. Bagaimana agar cinta kita disambut dengan cinta Allah kepada kita? Untuk hal ini ada prasyarat yang harus kita lakukan yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan kewajiban-kewajiban, baik kewajiban kepada Allah maupun kewajiban terhadap sesama manusia ditambah dengan menjalankan ibadah-ibadah sunat yang dianjurkan Rasulullah SAW demi mengharap ridha Allah.
c) Tolong-Menolong Antara Sesama Manusia
Saling tolong-menolong di antara sesama mukmin merupa-kan sifat yang mulia dan sebagai kebaikan yang termasuk dalam kategori ihsan dan amal saleh. Tolong-menolong ini merupakan suatu keharusan sebab Allah SWT akan menolong orang-orang yang suka menolong saudaranya. Rasulullah SAW bersabda:
والله فى عون العبد ما دام العبد فى عون أخـيه.
(رواه البخارى ومسلم)
Allah senantiasa menolong hamba (manusia) selama hamba itu suka menolong saudaranya (sesama manusia). (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa memberikan pertolongan yang baik niscaya ia akan memperoleh bagian pahala daripadanya. (QS. An-Nisa: 85)
Berbuat ihsan dan tolong-menolong ini hendaklah dilakukan di dalam segala aspek terjang kehidupannya, baik perkataan maupun perbuatan, dan dalam kebaikan dan takwa. Allah SWT berfirman:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah: 2)
Allah SWT tidak membutuhkan pertolongan manusia sedangkan manusia membutuhkan pertolongan, baik dari Allah SWT maupun dari sesama manusia itu sendiri. Sebab, manusia memiliki sifat lemah dan merasa serba kurang, yang seandainya Allah SWT tidak menolongnya, maka ia akan hidup dalam kerugian dan kesusahan. Allah SWT berfirman:

Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi per¬tolongan), maka siapakah gerangan yang dapat me¬nolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? (QS. Ali Imran: 160)
Manusia memiliki sifat serba kurang dan butuh, sedangkan Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu apa pun. Dalam Al-Quran, Allah SWT menegaskan:

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak me¬merlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS. Fathir: 15)
Karena itulah, manusia selayaknya menyiapkan diri dengan ilmu dan amal saleh agar memperoleh pertolongan dari Allah SWT. Manusia harus taat dan rendah diri dihadapan Allah yang Maha Kuasa, tidak congkak dan tidak sombong, tetapi senantiasa memohon ampun dan pertolongan kepada-Nya.
2.3 WUJUD PERTOLONGAN ALLAH
Orang yang mendapat pertolongan Allah SWT, ia akan berada dalam kebenaran, selalu berbuat baik, hidup bahagia dan dapat mengendalikan hawa nafsu. Orang seperti inilah yang disebut mukmin sejati, hamba Allah yang saleh dan manusia yang bertakwa. Mereka memperoleh pertolongan karena mereka meru-pakan mukmin sejati yang telah menjadikan Allah Azza wa Jalla sebagai pelindung dirinya. Karena itu, Allah SWT memberi petun-juk pada jalan yang lurus dan amal yang benar lantas istiqamah. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih dan bergembiralah kamu (memperoleh) sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (QS. Fushilat: 30)

Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada ca¬haya. (QS. Al-Baqarah: 257)
Orang yang tidak mendapat petunjuk Allah, ia ada¬lah orang yang sesat dan masuk dalam kelompok setan serta akan merugi di akhirat kelak. Hal ini disebabkan hanya kelompok Allah-lah yang mendapat keberuntungan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran:

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujadilah: 22)
Sedangkan kelompok setan berada dalam kerugian, sebagai-mana ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

Ketahuilah, bahwa sesung¬guhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. (QS. Al-Mujadilah: 19)
Mereka (kelompok setan ini) akan mendapat kerugian lan-taran hidupnya selalu dikendalikan oleh hawa nafsu, di mana tunduk kepadanya merupakan kunci kehancuran dan sumber kejahatan. Seba¬liknya, pengendalian hawa nafsu merupakan kunci mendapat per¬tolongan dan jalan kemuliaan, sebab hawa nafsu ini senantiasa mengajak pemiliknya kepada perbuatan buruk/jahat. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada ke¬jahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tu¬hanku. (QS. Yusuf: 53)
Lebih dari itu, bencana yang ditimbulkan hawa nafsu yang tidak terkendali itu sangat dahsyat. Dalam suatu riwayat disebut-kan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
النفس أخبث من سبعـين شيـطانا
Nafsu itu lebih jahat daripada tujuh puluh setan. (Al-Hadis)
Oleh sebab itulah, Abu Bakar Shiddiq RA pada suatu kesempatan pernah mengomentari tentang nafsu ini dengan perkataannya:
طوبى لمن كان عقله أميرا وهواه أسيرا وويل لمن كان هواه أميرا وعقله أسيرا
Beruntunglah orang yang menjadikan akalnya sebagai pemimpin (dirinya) sedangkan hawa nafsunya sebagai tawanannya, dan kecelakaanlah bagi orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai pemimpinnya sedangkan akalnya sebagai tawanan.
Hawa nafsu adalah perangkap setan dalam usahanya meng-goda dan menjerumuskan manusia. Karena itulah, kita sebagai seorang Muslim diwajibkan untuk mengendalikan hawa nafsu dan menjadikannya taat pada ajaran Allah. Apabila kita telah dapat mengendalikan hawa nafsu jahat kita, ma¬ka insya Allah, perto-longan itu akan tiba dengan segera.
Mengikuti kehendak hawa nafsu ini adalah hal yang sangat diwanti¬-wanti oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
إن أخوف ما أخاف عليكم اثنتان اتباع الهوى وطول الامل فأما اتباع الهوى فيصد عن الحق وأما طول الامل فينسى الآخرة. (رواه ابن عدى فى الكامل)
Sesungguhnya hal yang paling menakutkan dan yang aku takuti terjadi pada kalian adalah dua hal; memperturutkan hawa nafsu dan senantiasa berangan-¬angan. Menuruti hawa nafsu akan mengha-langi ja¬lan kebenaran, sedang senantiasa berangan-angan akan melupakan hari akhirat. (HR. Ibnu Addiy dalam Al-Kamil)
Selain itu, Allah SWT pun berfirman dalam Al-Quran:

Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesung¬guhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab (siksa) yang berat. (QS. Shad: 26)
Jadi, hal yang lebih utama dan mendasar, pertolongan Allah SWT yang kita butuhkan adalah Allah SWT mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang, memberi petun-juk kepada jalan yang lurus, menjadikan kita mampu mengenda-likan hawa nafsu dan godaan setan. Di samping itu, kita mohon limpahan rahmat dan karunia agar kita dapat menjalankan perin-tah Allah dengan sebaik-baiknya.
2.4 HAKIKAT PERTOLONGAN
Manusia yang memiliki sifat serba kurang dan sifat lemah ini benar-benar sangat membutuhkan pertolongan. Pertolongan yang utama, datang dari manakah gerangan? Jawabannya adalah:
a) Pertolongan itu Hanya dari Allah
Allah SWT adalah penentu segala kejadian yang berlangsung di muka bumi ini, baik pada masa lalu maupun pada masa datang. Proses kejadian yang menimpa diri manusia itu umumnya bersifat manusiawi. Bahkan, Allah SWT mengutus utusan-Nya (rasul) dari kalangan manusia itu sendiri yang memi-liki sifat-sifat yang sama dengan manusia lainnya, sebagaimana firman-Nya:

Katakanlah, bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa¬sanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. (QS. Fushilat: 6)
Perang Badar Al-Kubra telah menjadi ajang perto¬longan ini dan sekaligus bukti serta penetapan fakta keberadaannya. Allah SWT memberi pertolongan kepada kaum Muslim yang berjuang pada jalan-Nya untuk menegakkan kebenaran dan menghilangkan kebatilan. Pada perang ini, Rasulullah SAW dan orang-orang mukmin, dengan jumlah yang sedikit, dapat mengalahkan kafir Quraisy yang jumlahnya jauh lebih besar. Ini tidak lain lantaran Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya sebagai realisasi dari janji-Nya kepada Rasul dan orang-orang yang beriman, sebagaima-na firman Allah:

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya kiamat. (QS. Al¬-Mukmin: 51)
Sesuai dengan janji-Nya, Allah SWT pasti memberi perto-longan kepada kebenaran dan menghancurkan kebatilan karena Allah SWT menyuruh kita untuk menegakkan kebenaran dan melenyapkan kebatilan. Kebenaran adalah sesuatu yang makruf sedang kebatilan adalah sesuatu yang munkar. Allah SWT ber-firman:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh ke¬pada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)

Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (QS. Al-Isra: 81)
Pertolongan Allah banyak diberikan kepada manusia, hanya saja manusia itu terkadang tidak menyadarinya. Hal ini dapat dimaklumi karena pertolongan Allah itu ber¬sifat gaib, kita tidak mengetahui caranya dengan pasti. Na¬mun demikian, kita harus menyadari bahwa pada hakikatnya semua kebaikan yang kita peroleh adalah dari Allah Azza wa Jalla. Ma¬nusia, sebagai hamba Allah, hanya berkewajiban berusaha, baik secara moril seperti doa, shalat, atau ibadah lainnya, maupun secara materil yakni dengan tenaga lahir bekerja keras di kantor, di sawah, di ladang dan sebagainya.
Pertolongan itu hanya dari Allah SWT, Dia memberikan pertolongan-Nya kepada orang-orang yang beriman, baik dengan cara memberi keajaiban maupun dengan perantaraan sesama manusia. Umpamanya, kita betul-betul dalam kesulitan, tetapi dengan tidak diduga sebelumnya datang seseorang memberi pertolongan kepada kita. Hal demikian ini sebe¬narnya adalah pertolongan Allah SWT kepada hamba-Nya yang diberikan lewat orang yang datang tersebut. Itulah hikmahnya mengapa Allah SWT menyuruh kita untuk saling tolong-menolong antarsesama. Allah SWT berfirman:

Dan saling tolong-menolonglah kamu dalam (mengerja-kan) kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al¬-Maidah: 2)
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda dalam sa¬lah satu hadisnya:
والله فى عون العبد ما دام العبد فى عون أخـيه.
(رواه البخارى ومسلم)
Dan Allah senantiasa menolong hamba (manusia), selama hamba itu suka menolong saudaranya (sesama manusia). (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak hanya sampai di situ, bahkan pemberian rezeki pun disandarkan kepada pertolongan kita terhadap orang lain yang lemah. Tentang ini Rasulullah SAW bersabda:
هل تنصرون وترزقون الا بضعفائكم. (رواه البخارى)
Tiadalah kamu mendapat pertolongan dan rezeki, melainkan karena bantuan orang-orang yang lemah di antara kamu. (HR. Bukhari)
Karena pertolongan itu hanya dari Allah, maka pencapai-annya adalah dengan taat dan iman serta berserah diri (tawakal) kepada-Nya. Firman Allah SWT:

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah mem¬biarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (se¬lain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS. Ali Imran: 160)
b) Pertolongan Diberikan Kepada Orang yang Allah Kehendaki
Apabila pertolongan itu merupakan hadiah Ilahi, maka pem-berian itu pasti ditujukan kepada pemiliknya yang berhak sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki¬-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Baqarah: 105)
Orang-orang yang berhak mendapat pertolongan dari Allah SWT adalah orang-orang yang beriman kepada¬-Nya dengan sebaik-baik iman, sedang orang-orang yang kafir dan melalaikan agama tidak akan mendapat pertolong¬an Allah, sebagaimana ditegaskan dalam janji-Nya bahwa Allah SWT berkewajiban me-nolong hamba-Nya yang beriman, sebagaimana firman-Nya:

Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-¬orang yang ber-iman. (QS. Ar-Rum: 47)
Orang-orang yang beriman di sini bukanlah sekedar iman dalam ucapan, tetapi iman yang disertai dengan per¬buatan, yakni orang yang beriman, beramal, bertakwa de¬ngan sifat-sifat yang harus dipegangnya yang berupa kesabaran, ketabahan, berbuat baik, dan sebagainya. Adapun sifat hamba Allah yang beriman itu adalah seperti ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:


Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan me¬reka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami jauhkanlah azab Jahanam dari kami, sesungguh¬nya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak ber¬lebih-lebihan dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa yang melaku-kan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosanya. (QS. Al-Furqan: 63-68)
Orang-orang yang telah mencapai derajat iman se¬perti tersebut dalam ayat di atas akan diberikan pertolongan oleh Allah SWT. Derajat keimanan dalam ayat di atas bila kita rincikan adalah derajat orang-orang yang memiliki sifat dan sikap sebagai berikut:
1. rendah hati (tidak sombong);
2. senantiasa berkata baik walau dicela;
3. rajin beribadah (khususnya qiyamu lail);
4. suka berdoa agar terhindar dari bencana;
5. tidak boros dan tidak kikir;
6. tidak berbuat syirik (menyekutukan Allah);
7. tidak membunuh jiwa kecuali yang hak;
8. tidak berzina (berbuat maksiat).
Sifat dan sikap tersebut ini bagi seorang mukmin merupakan landasan dan sandaran mendapat pertolongan Allah lewat doa yang dipanjatkan. Namun demikian, kita tidak boleh ter¬lena mengharap pertolongan Allah Azza wa Jalla dengan tanpa mela-kukan suatu usaha. Usaha ini diperlukan karena sedikitnya diper¬hitungkan. Allah SWT berfirman:

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasa¬nya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepa¬danya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. (QS. An-¬Najm: 39-41)
Usaha (ikhtiar) sebagai upaya mendapatkan sesuatu tidak hanya bersifat materil (lahir) tetapi juga bersifat batin, ka¬rena yang kita cari dalam hidup ini bukan hanya materi, tetapi juga ke-tenangan hati. Unsur moril adalah jauh lebih penting bila dibandingkan dengan unsur materil. Kita menyaksikan berapa banyak orang kaya harta namun hidupnya hampa, selalu gelisah dan gundah gulana. Sementara itu kita saksikan pula orang yang biasa saja (hanya hidup sekedar cu¬kup) namun hidup dengan tenang dan damai karena hati mereka tenteram. Dari sinilah kita melihat keadilan yang diberikan Allah SWT dan manusia itu, meyadari atau tidak, selalu membutuhkan pertolongan Allah Azza wa Jalla dalam berbagai kondisinya. Mengapa harus minta kepada Allah? Memang Dialah yang mampu memenuhi segala kebutuhan manusia, baik lahir maupun batin.
c) Pertolongan Tidak Bergantung pada Suatu Jumlah
Sesungguhnya pertolongan yang merupakan pem¬berian dari Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang beriman tidak
bergantung pada jumlah sedikit atau banyak, tetapi hanya ber-kaitan dengan kekuasaan Allah yang berupa cinta dan rahmat, dan dari hamba berupa ketaatan dan keikhlasan (dalam ibadah). Dalam hadis Qudsi Allah SWT berfirman:
وما تـقرب إلي عبدي بشيئ أحـب مما افـترضت علـيه وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافـل حتى أحـبه فإذا أحبـبته كـنت سمعه الذى يسمع به وبصره الذى يبصر به ويده التى يبـطش بها ورجـله التى يمشى بها ولئن سألنى لأعطينه ولئن استعاذنى لأعيذنه. (رواه البخارى)
Tidak mendekat kepada-Ku seorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada menjalankan kewajibannya, dan seorang hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan melakukan sunat-sunat sehingga Aku sukai. Maka apabila Aku telah kasih kepadanya, Akulah yang menjadi pendengarannya, penglihatannya dan sebagai tangan yang digunakan¬nya serta kaki yang dijalankannya, dan apabila ia memohon kepada-Ku pasti Kukabulkan dan jika minta perlindungan pada-Ku pasti Aku lindungi. (HR. Bukhari)
Apabila seorang hamba dijamin mendapat kecintaan Allah, maka ia berada dalam lindungan-Nya, dan bila Dia menghendaki maka diberinya kekuatan, kekayaan, dan ke¬kuasaan, lantaran di tangan-Nya berada segala sesuatu dan Dia Maha Berkuasa atas segalanya. Oleh sebab itu, raihlah cinta Allah SWT dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya melalui amal saleh yang kita lakukan sehari-hari. Apabila Allah SWT mencintai kita (hamba-Nya) maka apa pun yang kita minta pasti diberikan tanpa memandang suatu jumlah banyak atau sedikitnya. Allah SWT menegaskan:

Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit da¬pat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. (QS. Al-Baqarah: 249)
Pertolongan Allah Azza wa Jalla merupakan naungan bagi kaum Muslim yang senantiasa mengikuti mereka di mana saja mereka berjalan, selama mereka tidak membatalkan janjinya de¬ngan Allah SWT dan tidak berbuat dosa kepada-Nya, tidak melu¬pakan ketaatan dan tidak berbuat maksiat. Akan tetapi, sebaliknya, harus senantiasa beramal saleh, bersikap sabar, selalu bersyukur dan tawakal kepada Allah SWT sehingga tetap dicintai oleh-Nya dan selalu mendapat ridha-Nya.









BAB TIGA

3.1 PENGERTIAN DOA
Doa yang umum kita ketahui dan kita laksanakan selama ini adalah berasal dari bahasa Arab da‘a - yad‘u yang memiliki arti ”menyeru atau memohon”. Dalam arti keseharian ibadah kita, doa biasa diartikan dengan ”permintaan” atau ”permohonan” perto-longan Allah Yang Maha Kuasa. Pengertian seperti ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang memohon dikala ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186)
Dalam Al-Quran Al-Karim, minta pertolongan ini dikenal dengan istilah istianah, seperti dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

Hanya kepada-Mu kami menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah: 5)
Contoh dari pengertian doa semacam ini, misalnya kalau kita sedang menyaksikan suatu peristiwa yang mengerikan atau merasa diri kita terancam suatu bahaya atau mala¬petaka, maka kita berdoa kepadaAllah SWT meminta perlindungan dan keselamatan dari malapetaka tersebut. Atau ketika kita sedang menghadapi suatu persoalan yang kita anggap sulit untuk kita atasi dan kita selesaikan, kemudian kita berdoa kepada Allah SWT agar ditunjukkan dan diberikan jalan keluar guna mengatasi persoalan tersebut. Masih banyak lagi contoh dalam ke¬hidupan kita sehari-hari.
Pengertian lain dari doa adalah “kecenderungan hati kepada Allah”, dalam arti mengingat-ingat Allah Azza wa Jalla di dalam sanubari, menyebut dan memanggil-Nya, dengan harapan Dia akan selalu menyertai kita. Pengertian seperti ini di¬tegaskan Allah SWT dalam firman-Nya yang berbunyi:

Katakanlah, bahwa sesungguhnya aku hanya meng¬ingat/menyem-bah Tuhanku, dan aku tidak memper¬sekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. (QS. Al-¬Jin: 20)

Katakanlah, panggil/sebutlah Allah atau sebutlah Ar-Rahman. (QS. Al-Isra: 110)
Melihat kedua pengertian di atas, jelaslah bahwa doa tidak mesti berbentuk permintaan atau permohonan saja, tetapi juga upaya mengingat-ingat Allah Yang Maha Kuasa dan menyebut-Nya. Misalnya, memuji-muji Allah dengan mengucapkan kalimat-kalimat thayibah, Asma al-¬Husna, lafal zikir, dan sebagainya. Dengan melakukan doa semacam ini, kita akan merasa dekat dengan Allah, merasa diri kita selalu dikontrol oleh-Nya dan semakin yakin bahwa Allah SWT pun begitu dekat dengan kita. Bila demikian halnya, hati kita merasa dilindungi dan merasa aman. Kondisi seperti ini tidak hanya semata-mata ungkapan, tetapi dapat dibuktikan, mengingat hal ini merupakan janji Allah SWT dalam firman-Nya yang mulia:

Ketahuilah, bahwa dengan menyebut dan mengingat Allah, hati akan merasa tenteram.(QS. Ar-¬Ra’ad: 28)
Memperhatikan keterangan-keterangan di atas, dapatlah di-katakan bahwa doa adalah aktivitas ibadah, bahkan ter¬masuk kategori ibadah yang mulia, sebab dalam doa terjadi proses hu-bungan transendental antara manusia dengan penciptanya.
3.2 DASAR HUKUM PERINTAH BERDOA
Kekuatan hubungan dengan Allah Azza wa Jalla disertai keimanan yang hidup dan tangguh adalah syarat yang harus dimiliki setiap Muslim dalam menempuh hidupnya di dunia ini. Karena iman dan kekuatan hubungan dengan Allah SWT ini me¬rupakan salah satu faktor penyebab kemenangan dan ke¬ber-untungan hidup di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia me¬lainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Az-¬Dzariyat: 56)
Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa tujuan pen-ciptaan makhluk (jin dan manusia) adalah untuk ibadah kepada sang pencipta. Ibadah adalah manifestasi rasa syu¬kur atas sang pencipta yang direalisasikan dengan hati (iman), perasaan, dan perbuatan lahir, untuk mendekatkan diri kepada Allah. Realisasi pendekatan diri kepada Allah SWT ini, merupakan hubungan dengan Allah yang kita maksudkan, yaitu hubungan batin antara hamba dengan Tuhannya.
Hubungan batin dengan Allah SWT dapat dilakukan se¬cara langsung atau tidak langsung. Hubungan tidak langsung biasanya berbentuk amal sosial yang secara lahir merupakan hubungan antarsesama manusia, namun memiliki nilai ibadah. Umpamanya, pembayaran zakat, sedekah, berbuat baik antarsesama, dan seba-gainya yang secara umum merupakan amal kebaikan yang di-perintahkan.
Sedangkan hubungan langsung kepada Allah SWT di an¬taranya berbentuk munajat, seperti zikir dan doa, juga ibadah lain seperti salat, yang secara bahasa memiliki arti doa. Zikir dan doa ini diperintahkan oleh Allah SWT sebagai sarana memperoleh hida-yah agar manusia hidup sesuai dengan yang diharapkan Allah SWT. Jadi, seorang Muslim sejati harus memiliki dua hubungan, yaitu hablun minallah dan hablun minannas (hubungan dengan Allah SWT dan hubungan antara sesama manusia) dalam rangka memperoleh ridha Allah dan kebahagiaan dunia akhirat. Allah SWT berfirman:

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali (agama) Allah dan tali (hubungan) dengan manusia. (QS. Ali Imran: 112)
Adapun di antara ayat-ayat Al-Quran Al-Karim yang berke-naan dengan keharusan berdoa adalah firman Allah:

Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa dikala ia memahon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)
Perintah Allah SWT untuk berdoa ini, menurut riwayat Tbnu Jarir adalah, bahwa pada suatu saat ada seorang Arab badui (dusun) datang menjumpai Nabi SAW dan bertanya kepada beliau: “Apakah Tuhan kita itu dekat sehingga kita cukup berbisik saja, ataukah Dia itu jauh sehingga kita harus memanggilnya?” Mendengar pertanyaan ini, Nabi SAW hanya berdiam diri tidak menjawab, maka kemudian turunlah ayat di atas.
Sedangkan menurut riwayat Abdurrazak, sebab turun ayat tersebut adalah, bahwa pada suatu hari sahabat bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, di mana Tuhan kita?” Atas dasar pertanyaan ini, Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat tersebut sebagai jawabannya.
Firman Allah SWT lainnya yang berkenaan dengan berdoa berbunyi:

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoa/mintalah kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan kepadamu (permintaanmu). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan ma¬suk neraka Jahanam dengan hina dina”. (QS. Al¬-Mukmin: 60)
Ayat ini menunjukkan bahwa kita seharusnya hanya me-minta pertolongan kepada Allah SWT, tidak kepada selain-¬Nya, sebab hanya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Pem¬beri apa yang diminta oleh hamba-hamba-Nya.
Kata “menyombongkan diri” dalam ayat ini maksud¬nya, adalah orang yang merasa dirinya mampu mengatasi segala ke-sulitan dan memenuhi segala kebutuhannya, padahal sebenarnya kemampuan manusia itu terbatas. Betapapun kaya dan pandainya seseorang, ia tetap lemah dan memerlukan bantuan orang lain dalam usaha memenuhi segala kebutuhan hidupnya, juga dalam usaha mengatasi berbagai kesulitan¬nya. Allah SWT berfirman:

Dan manusia itu dijadikan (diciptakan) memiliki sifat lemah. (QS. An-Nisa: 28)
Tidak hanya dalam pandanganTuhan, naluri manusia itu sendiri mengakui dan fakta pun menyaksikan adanya sifat lemah pada diri manusia. Karena itu, pernyataan bahwa manusia itu makhluk sosial ada¬lah benar dan dapat dibuktikan.
Firman Allah Azza wa Jalla lainnya tentang berdoa:

Dan panggillah/berdoalah kepada Allah atau ber¬doalah kepada Yang Maha Pengasih. Dengan nama apapun kamu berdoa, Dia mem-punyai nama-nama yang terbaik (Asma-al-Husna). (QS. Al-Isra: 110)
Allah SWT mempunyai nama (sebutan) yang dikenal dengan “Asma al-Husna” yang berarti nama-nama terbaik. Nama-nama ini berjumlah 99 (sembilah puluh sembilan) yang kese-muanya menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki Allah; seperti Al-Qadir (Yang Maha Kuasa), Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) dan sebagainya.
Dalam berdoa kita diperbolehkan menyebut nama-¬nama tersebut disesuaikan dengan objek permohonan. Misalnya, kita memohon rezeki kepada Allah, maka kita berdoa dengan me-manggil-Nya “ya Razzak” (wahai Dzat Yang Maha Pemberi rezeki), demikian seterusnya. Untuk lengkapnya, 99 (sembilah puluh sem-bilan) asmaul husna ini akan dijelaskan pada bab terakhir buku ini.
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah bahwa ketika Rasulullah SAW salat di Mekah kemudian berdoa dengan me¬nyebut “ya Allah ya Rahman”. doanya itu didengar oleh orang-orang musyrik Quraisy lalu mereka mengatakan, “Lihatlah Muhammad, dia melarang kita untuk bertuhan dua padahal dia sendiri me-manggil dua Tuhan”. Maka seketika itu juga turunlah ayat 110 surat Al-Isra tersebut.
Selain ayat Al-Quran, Rasulullah SAW pun mengajarkan kita untuk berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dalam segala aspek kehidupan. Di antara sabda beliau yang berkenaan dengan keharusan berdoa adalah:
سلواالله من فضله فإن الله يحب أن يسأل. (رواه الترمذى)
Mintalah kepada Allah akan kemurahan dan kebaikan-Nya karena sebenarnya Allah senang kalau dimintai (sesuatu). (HR. Tirmizi)
من سره أن يستحب الله تعالى عند الشدائد والكرب فليكثر الدعاء فى الرجاء. (رواه الترمذى)
Siapa yang berkehendak dikabulkan doanya oleh Allah ketika men-dapat kesulitan dan kesempitan, maka hendaklah ia banyak berdoa di waktu lapang. (HR. Tirmizi)
من لم يسأل الله يغضب عليه. (الحديث عن أنس)
Siapa yang tidak mau memohon kepada Allah, maka Allah akan marah kepadanya. (Hadis dari Anas RA)
تعوذوا بالله من جهد البلاء ودرك الشقاء وسوء القضاء وسماتة الأعداء. (متفق عليه)
Berlindunglah kamu kepada Allah dari beratnya bala (bencana) dan menimpanya kesukaran serta dari keburukan takdir dan cemoohan manusia. (HR. Mutafaq Alaih)
Hadis-hadis ini jelas menunjukkan agar kita selalu meminta hanya kepada Allah, apapun hajat dan keinginan kita. Kata "berlindunglah kepada Allah" dalam hadis terakhir (riwayat Mutafaq Alaih) maksudnya "berdoa minta perlindungan Allah". Karena sifat-sifat-Nya yang Rahman dan Rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang) itulah, Allah SWT justru senang kalau ada ham¬ba-Nya yang meminta kepada-Nya, sebab Dia mengerti keadaan hamba-hamba-Nya.
Melihat ayat Al-Quran Al-Karim dan hadis Rasulullah SAW di atas, jelaslah bahwa doa merupakan ibadah yang disyariatkan. Keharusan berdoa ini tidak hanya saat mendapat cobaan atau ke¬tika mengharapkan sesuatu hajat, tetapi di setiap kon¬disi, sulit atau mudah, senang atau sedih, hendaknya kita selalu memanjatkan doa kepada Allah Azza wa Jalla. Hal ini disebabkan berdoa itu merupakan ibadah dan manifestasi rasa syukur kita kepada-Nya.
3.3 KEUTAMAAN DOA DAN KEISTIMEWAANNYA
Doa merupakan ekspresi dari suasana batin serta ekspresi dari kesadaran dan perasaan yang dialami oleh orang yang mela-kukannya. Orang yang sedang meniti jalan hidup di dunia ini sangat memerlukan campur tangan Allah SWT dalam rangka membersihkan hatinya dari segala penyakit rohani agar menjadi bersih, mulus dan suci sehingga kembali ke hadirat Allah SWT dengan membawa hati yang salim (lurus). Tidak sekedar hati dan hidup kita yang merasakan penting¬nya doa, namun Rasulullah SAW pun sangat menganjurkannya, mengingat doa ini merupa-kan ibadah yang benar-benar memiliki keutamaan. Tentang keutamaan doa ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam berbagai hadisnya di antaranya:
1. Doa merupakan ibadah paling mulia
Doa adalah salah satu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memiliki keistimewaan di sisi-Nya. Bahkan doa ini digambarkan sebagai ibadah yang paling istimewa. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA disebut-kan:
ليس شيئ أكرم على الله من الدعاء. (رواه الترمذي وابن ماجه)
Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada doa. (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)
Dalam hadis dari Nu‘man bin Basyir Rasulullah SAW juga menyatakan:
الدعاء مخ العبادة. (رواه الأربعة)
Doa adalah sumsum (inti) ibadah. (HR. Al¬-Arba’ah)
Kalaulah doa dikategorikan sebagai inti dari ibadah -padahal ibadah itu sendiri sangat utama- maka doa ini benar-benar ibadah yang sangat utama. Suatu masalah itu terasa hampa apabila intinya tidak ada. Karena itu, eksistensi doa dalam kehidupan orang-orang beriman bukanlah hal yang diada-adakan, tetapi merupakan kebu-tuhan moril yang pengaruhnya besar bagi kesuksesan hidup.
Dalam riwayat lain disebutkan sabda Rasulullah SAW:
سلواالله من فضله فإن الله يحب أن يسأل وأفضل العبادة إنتطار الفرج. (رواه الترمذى)
Mohonlah karunia kepada Allah Taala, sesungguhnya Allah itu suka kalau diminta, dan seutama-utama ibadah adalah menatikan waktu mendapat kelapangan. (HR. Tirmizi)
Menanti waktu mendapat kelapangan, dalam hadis ini, bukanlah menanti tanpa usaha, harapan, dan permohonan. Akan tetapi, penantian tersebut adalah menanti dan berharap karunia dan rahmat dari Allah SWT atas usaha dan permohonan (doa) yang kita panjatkan kepada-Nya. Atau dalam istilah lain, berusaha dahulu baru setelah itu tawakal kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Doa merupakan senjata Mukmin
Selain keistimewaan di atas, doa bagi orang-orang yang beriman adalah senjata dan sekaligus sebagai tiang agama yang lurus ini. Sabda Rasulullah SAW:
الدعـاء سلاح المؤمن وعمـاد الدين ونور السمـاوات والأرض. (رواه الترمذي والحاكم)
Doa adalah senjata bagi orang Mukmin, tiang agama dan cahaya bagi langit dan bumi. (HR. Tirmizi dan Hakim)
Doa sebagai senjata merupakan keistimewaan bagi kaum Muslimin karena senjata ini benar-benar multifungsi, tidak dibatasi jarak dan jumlah. Di mana dan kapan saja, doa bisa dilakukan bahkan di saat kita lemah tak berdaya senjata ini semakin ampuh dan dahsyat pengaruhnya. Allah SWT menjanjikan bahwa doa orang-orang yang teraniaya akan diijabah sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
إتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينه وبين الله حجاب. (رواه أحمد وابن ماجه)
Takutlah kalian dari doanya orang-orang yang lemah teraniaya. Sesungguhnya tak ada penghalang antara dia dengan Allah (lang-sung dikabulkan). (HR. Ahmad dan Abu Ya‘la)
Doa sebagai senjata bukan berarti tanpa usaha dan kerja (ikhtiar lahir), tetapi doa ini merupakan pengiring usaha dalam rangka memperoleh kesuksesan yang diliputi keberkahan dan ridha Allah. Hal ini lantaran manusia pada hakikatnya hanya berencana dan Allah SWT itulah yang menentukan keberhasilan ataupun kesuksesan kita. Allah SWT berfirman:

Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar tetapi Allah-lah yang melempar. (QS. Al-Anfal: 17)
3. Doa sebagai sarana memperoleh pertolongan Allah
Di samping sebagai ibadah dan senjata, doa juga sebagai sarana memperoleh pertolongan Allah SWT berupa rahmat yang beragam jenisnya. Bahkan lebih dari itu, doa dapat mengelakkan dan menghindarkan bencana dan takdir sekalipun. Hal ini disebut-kan dalam riwayat Ibnu Majah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لا يرد القـدر إلا الدعـاء ولا يزيد من العمر إلا البر. (رواه إبن ماجه)
Qadar (ketentuan Allah) tidak akan dapat ditolak kecuali dengan doa dan tidaklah akan bertambah umur kecuali dengan amal kebaikan. (HR. Ibnu Majah)
سلواالله من فضله فإن الله يحب أن يسأل. (رواه الترمذى)
Mohonlah karunia kepada Allah Taala, sesungguhnya Allah itu suka kalau diminta. (HR. Tirmizi)
Inilah keistimewaan doa yang diberikan Allah SWT kepada kita. Melihat keutamaannya ini, maka doa itu sen¬diri merupakan rahmat dan karunia Allah SWT yang harus kita syukuri.
3.4 MENGAPA KITA HARUS BERDOA?
Melihat materi-materi doa yang diungkapkan/dipanjatkan sesuai dengan aspek kehidupan atau permasalahan yang dihadapi, doa ini sangat be¬ragam fungsi dan peruntukannya. Ada doa tolak bala, mohon rahmat, minta perlindungan dan sebagainya. Keane-karagaman fungsi ini kembali kepada titik tolak (maksud) berdoa itu sendiri, atau dalam lain per¬kataan, mengapa kita harus berdoa?
Manusia sebagai ciptaan Allah Yang Maha Kuasa pasti berderajat lebih rendah dari penciptanya dan secara alami bahwa yang rendah itu membutuhkan pertolongan yang lebih tinggi darinya. Karena itulah, doa sebagai sarana mohon pertolongan dibutuhkan manusia. Dengan demikian, mengapa kita harus berdoa, sebabnya adalah:
a. Manusia adalah Makhluk Lemah
Manusia adalah makhluk yang paling mulia yang diciptakan Allah SWT di muka bumi ini (lihat surat At-Tin). Meskipun de-mikian, manusia ini ada¬lah makhluk yang lemah, sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam salah satu firman-Nya:

Dan manusia itu dijadikan (diciptakan) memiliki sifat lemah. (QS. An-Nisa: 28)
Kelemahan manusia bukan berarti lemah dalam se¬gala-galanya sehingga selalu membutunkan pihak lain. Akan tetapi, kelemahan manusia itu kadangkala karena suatu pe¬ngaruh jiwa, yaitu malas. Oleh sebab itu, manusia tidak hanya memerlukan kekuatan lahir yang berupa materi dan tenaga yang kokoh, namun juga memerlukan kekuatan batin yang berupa ketetapan hati dan keteguhan jiwa, sehingga tetap semangat, tidak mudah menyerah dan putus asa dalam menghadapi problem hidup.
Apabila otak atau pikiran kita tidak atau belum mengetahui jalan keluar dalam memecahkan suatu prob¬lem, ini bukan berarti tidak ada harapan atau tidak ada jalan keluarnya, tetapi kita harus sadar bahwa apabila Allah SWT menghendaki untuk mengabul-kan permohonan hamba¬-Nya, maka pasti banyak jalan keluar yang ditunjukkan oleh-Nya. Kita harus benar-benar beriman dan yakin bah¬wa Tuhan Allah-lah yang Maha Kuasa, Maha Menentukan dan Maha Pemberi. Manusia tidak bisa berlaku sombong bahwa diri-nya mampu melakukan ini dan itu, karena pada hakikatnya Allah-lah yang boleh berlaku sombong, lantaran Dia memang Maha Kuasa dan Raja Diraja.
Dibalik senjata adalah orangnya, dan dibalik orang¬nya itu adalah jiwanya/semangatnya dan keteguhan hatinya. Dan, dibalik itu semua, Allah SWT itulah yang menentukan, seba¬gaimana dise-butkan dalam firman-Nya:

Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu me¬lempar; tetapi Allahlah yang melempar. (QS. Al¬-Anfal: 17)
Berdoa dapat menimbulkan dan menghasilkan kekuatan pada batin. Dengan berdoa, kita dapat memberikan pegangan yang kuat kepada batin kita. Berdoa berarti meletakan landasan tempat tegak batin. Demikianlah berdoa merupakan senjata batin, azimat batin, yang dapat memberikan perlindungan dan sandaran yang kokoh kepada batin. Oleh sebab itu, berdoa bukan saja perlu, tetapi merupakan kebutuhan yang vital bagi manusia. Sehingga wajar bila disebutkan bahwa orang yang tidak mau berdoa itu sebagai orang sombong.
Ada yang mengatakan bahwa berdoa itu merupakan senjata bagi orang yang lemah. Ini boleh jadi benar, tetapi yang penting ialah bahwa berdoa itu merupakan ibadah dan benar-benar sebagai senjata bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana di¬katakan Rasulullah SAW:
الدعـاء سلاح المؤمن وعمـاد الدين (رواه الترمذي والحاكم)
Doa adalah senjata orang yang beriman dan me¬rupakan sokoguru-nya (tiang) agama. (HR. Bukhari)
b) Manusia Pasti Memiliki Kesalahan
Semua manusia pasti melakukan kesalahan dalam perjalan-an hidupnya. Manusia dilahirkan di dalam keadaan fitrah tidak mempunyai dosa, tetapi perjalanan hidupnya di¬pengaruhi oleh lingkungan dan godaan setan sehingga me¬lakukan kesalahan. Lebih dari itu, secara Ilahi, manusia itu diberikan oleh Allah dua sifat, baik dan buruk, di dalam dirinya. Ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Asy-Syams: 8)
Dua sifat yang berlawanan itu diserahkan Allah SWT kepada hamba-Nya. Apabila manusia hanya memupuk sifat buruknya saja, maka jadilah ia orang jahat (berperangai buruk) dan bila sebaliknya, jadilah ia orang saleh. Namun salah satu dari dua sifat itu tidak bisa dielakkan manusia, lebih-lebih orang awam. Karena itulah, Rasulullah SAW bersabda:
كل بنى آدم خطـائون وخير الخطائـين التوابون. (رواه الترمذى)
Semua anak Adam itu bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat. (HR. Tirmizi)
Dalam hadis Qudsi juga disebutkan bahwa Allah SWT berfirman:
ياعبادى كلـكم مذنب الا من عافيـت فاسـألونى مغـفرة أغفر لكم. (رواه ابن ماجه)
Wahai hamba-Ku, kalian semua mempunyai do¬sa kecuali mereka yang Aku maafkan, maka mintalah kepada-Ku ampunan, niscaya Aku berikan ampunan untukmu. (HR. Ibnu Majah)
Di sinilah pentingnya, manusia dituntut untuk me¬mohon ampunan dari Allah Azza wa Jalla. Jangankan kita manusia biasa, Nabi Muhammad SAW sendiri yang mempunyai sifat ma’shum (terhindar dari kesalahan) selalu memohon ampunan kepada Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW sabdanya:
واللـه إنى لأسـتغفرالله وأتـوب إليـه فى اليوم أكثرمن سبـعين مرة. (رواه البخارى)
Demi Allah, sesungguhnya saya memohon ampun dan bertaubat kepada Allah setiap hari lebih dari tujuh puluh kali. (HR. Bukhari)
Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadis yang me-nyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ياأيـهاالنـاس توبوا إلى اللـه فإنى أتوب فى اليـوم مائـة مرة. (رواه مسلم)
Hai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan ma¬honlah ampunan kepada-Nya, maka sesungguhnya aku bertaubat setiap hari sebanyak seratus kali. (HR. Muslim)
Minta ampun (istigfar) dan taubat ini tiada lain hanyalah suatu doa permohonan kepada Allah SWT yang objeknya adalah ampunan. Doa itu memiliki objek permohonan yang tidak terbatas macamnya, asalkan saja berupa kebaikan.
Tidak hanya Nabi SAW yang menyuruh kita memohon ampunan, tetapi Allah SWT sendiri menyuruhnya sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran Al-Karim:

Dan minta ampunlah kalian kepada Allah, sesung¬guhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penya¬yang. (QS. Al-Muzammil: 20)
Hukum istigfar ini sama dengan berdoa, apabila Allah SWT menghendaki, Dia akan mengampuni, lebih-lebih bila di¬lakukan dengan ikhlas dan dalam waktu yang tepat (waktu diijabah), seperti pada waktu sahur(sepertiga malam terakhir). Inilah kira-¬kira waktu yang tepat, meskipun pada dasarnya kapan dan di mana saja, berdoa boleh dilakukan, karena kita tidak mengetahui di mana dan kapan ampunan dan maghfirah Allah SWT itu turun. Karena itulah seorang sufi, Imam Hasan Al-Basri, berpesan: “Perbanyaklah istigfar di rumah-rumah, di meja makan kalian, di jalan-jalan, di pasar-pasar dan juga di majelis¬-majelis kalian serta di mana saja kalian berada, karena se¬sungguhnya kamu tidak tahu di mana dan kapan turunnya ampunan dan magfirah Allah Azza wa Jalla”.
c) Manusia Serba Kurang
Manusia adalah fakir dan merasa serba kekurangan. Sedang-kan Allah Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu, sebagai-mana firman-Nya:

Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali Imran: 97)
Sifat merasa kurang pada diri manusia, baik dengan materi (harta kekayaan) maupun hati (moril), yakni selalu gelisah dan tidak merasa puas dengan apa yang ada. Karena hati gelisah manusia tidak mengetahui apa yang harus dila¬kukan dan jalan mana yang harus ditempuh, hingga akhirnya men¬jadi sesat. Ingat-lah bahwa musuh utama (setan) selalu mengikuti dan menggoda manusia agar menyimpang dari jalan Allah (kebenaran). Itulah sebabnya dalam salat kita selalu mohon petunjuk agar Allah SWT menunjukkan kita ke jalan yang lurus. Doa kita dalam setiap salat:

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (QS. Al-Fati¬hah: 6)
Sifat merasa kurang yang dimiliki manusia ini, membuat dirinya memerlukan pertolongan orang yang lebih darinya. Perto-longan inilah yang disebut istianah dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah: 5)
Para Ahli Tafsir ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla ini, mereka menyebutkan bahwa minta pertolongan (istianah) itu ada dua macam. Pertama, mohon pertolongan yang bersebab, seperti kita minta tolong kepada teman untuk membawakan sebuah buku atau lainnya. Jenis pertolongan ini bisa dila¬kukan oleh manusia. Kedua, minta pertolongan yang dibe¬lakang sebab yang lahir dan hanya Allah SWT yang mampu melakukan pemenuhan-nya. Ini umpamanya, kita menanam padi. Agar padi itu tumbuh subur, kita beri ia pupuk. Pupuk ini merupakan sebab padi menjadi subur. Ini masih bisa dilakukan manusia dan ini masuk dalam kategori ikhtiar dan usaha. Akan tetapi, setelah itu padi mulai berbuah, siapa yang mampu menjadikan buahnya itu berisi atau hampa? Allah sajalah yang mampu melakukannya. Di sinilah le¬taknya kita beristianah dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT agar buah padi tersebut padat berisi. Dengan lain perkataan, hanya Allah SWT yang tahu dan mampu mengatasi masalah yang gaib, dan untuk hal yang gaib inilah kita sangat membutuhkan pertolongan Allah SWT.
Dalam menempuh perjalanan hidup, kadangkala manusia sesat lantaran tidak mendapat penerangan agama atau karena tergoda rayuan setan. Pada situasi goyah dan goncang inilah manusia membutuhkan petunjuk Allah SWT. Karena itulah, manusia disuruh untuk banyak berdoa minta petunjuk dan tetap dalam kebenaran.
3.5 ANTARA DOA, QADHA, DAN QADAR
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa objek berdoa itu tidak terbatas macamnya selama doa itu berupa permohonan kebaikan. Dua sisi kehidupan manusia, baik dan buruk, salah dan benar, selalu ada di setiap masa dan tempat karena hal itu merupakan sunatullah. Un¬tuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan lantaran keburukan dan kejahatannya, atau mendambakan suatu ke¬baikan, kita dianjurkan berdoa.
Ada suatu pertanyaan muncul, mengapa kita harus berdoa kepada Allah SWT jika sesuatu itu sudah ditentukan oleh-Nya? Memang, kita sebagai orang Islam harus per¬caya kepada apa yang disebut qadha dan qadar. Qadar yang berarti ketentuan, aturan, atau takdir adalah ketentuan baik dan buruk yang berasal dari Tuhan terhadap setiap makhluk-Nya, namun harus diiringi dengan segala daya upaya atau ikhtiar secara maksimal.
Kemudian qadar ini berarti juga peraturan umum yang telah diciptakan Allah SWT untuk menjadikan dasar alam ini, akan terjadi karena hubungan sebab akibat sebagai sunatullah yang abadi bahwa manusia pun terikat dengan sunatullah tersebut. Karena itu, apabila qadar harus diiringi dengan ikhtiar/usaha dan terjadi karena hubungan sebab akibat maka qadar ini bisa di-ubah/dielakkan. Artinya, sebab-sebab yang mengarah kepada terjadinya qadar ini bisa diupayakan dan bergantung pada ikhtiar masing-masing individu. Apakah ia memupuk sifat kebaikan yang telah ditanam Allah SWT dalam diri manusia atau sebaliknya memupuk sifat jahat yang juga ada dalam diri manusia. Doa sebagai upaya/ikhtiar dalam pengubahan takdir juga merupakan ketentuan Allah dan kita sebagai Muslim dianjurkan untuk me-nolak musibah (bala) dengan doa, sebagaimana sabda Nabi SAW:
إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبـه ولا يرد القـدر الا الدعـاء ولا يزيد فى العمر إلا البر. (رواه ابن ماجه)
Seseorang akan diharamkan rezeki kepadanya de¬ngan dosa yang ditanggungnya, dan tidaklah akan dapat menolak qadar kecuali dengan doa, dan ti¬daklah akan bertambah umur kecuali dengan amal kebaikan. (HR. Ibnu Majah)
Menurut hadis ini, qadar (ketentuan Allah) dapat ditolak/ dielakkan dengan doa. Ini artinya, doa dapat mengubah takdir yang telah ditetapkan Allah SWT. Bisakah hal ini diterima? Apabila kita perhatikan secara cermat lagi maka akan kita ketahui bahwa qadha dan qadar adalah ketentuan Allah dan doa juga ketentuan Allah. Karena itu, tidak ada kontradiksi antara doa dan qada/ qadar. Semuanya adalah ketentuan dan izin Allah yang Maha Kuasa.
Doa tidak lain merupakan salah satu dari sekian faktor terlaksananya berbagai perkara dan terhindarkannya berbagai keburukan. Doa itu ibarat obat, apabila manusia ditimpa penyakit maka ia tidak dibenarkan meninggalkan berobat sebagai usaha penyembuhan dengan beralasan, jika Allah SWT menghendaki sembuh niscaya akan sembuh, berobat atau tidak. Begitu juga seorang Muslim tidak dibenarkan meninggalkan berdoa dengan alasan apa yang telah ditakdirkan atasnya pasti terlaksana, seperti yang ditakdirkan tersebut. Orang yang berakal akan meng¬usahakan sebab musababnya dengan optimis dan ikhlas karena takdir ini sebagaimana disebutkan di atas terjadi karena hubungan sebab akibat. Jika upaya (ikhtiar) tersebut tidak berhasil kita harus menerima keputusan Allah dan kemudian menyerahkan permasa-lahannya kepada Dia yang Maha Kuasa. Inilah yang disebut dengan tawakal (pasrah kepada takdir Tuhan) yang diperintahkan Allah SWT kepada hamba-Nya.
Untuk lebih jelasnya, hal demikian ini dapat disimak lebih jauh dalam fungsi doa yang akan dijelaskan berikut ini.

3.6 FUNGSI DOA
Sesuai dengan arti doa yaitu memohon dan objek berdoa yang tidak berbatas asalkan berupa kebaikan, maka fungsi doa itu pun bila dikelompokkan adalah sebagai berikut:
a) Tolak Bala
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Abu Hamid Al-Ghazali menye¬butkan bahwa doa merupakan faktor dihindarkannya suatu bala dan didatangkannya suatu rahmat. Sebagaimana perisai berguna menolak anak panah, doa juga berguna menolak bala. Mengakui adanya qadha Allah SWT bukanlah berarti tidak mem-pergunakan senjata. Allah SWT berfirman: “Bersiapsiagalah kamu”, juga bukan berarti membiarkan tanah setelah me¬naburkan biji-bijian di atasnya lantas mengatakan: “Apabila ditentukan oleh Allah tumbuh, pastilah ia akan tumbuh, dan se¬balikhya, apabila ditentukan oleh Allah tidak tumbuh, niscaya tidak akan tumbuh”. Akan tetapi, hendaknya menghubungkan antara sebab dan musabab dan itulah qadha. Seorang ham¬ba yang ditakdirkan menjadi baik, ditetapkan dengan se¬bab-sebab. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang di¬takdirkan menjadi jahat, telah ditentukan baginya sebab-¬sebab untuk menolaknya. Maka, tidak ada kontradiksi an¬tara doa dan qadha (ketentuan Allah) bagi orang yang mau mem-perhatikan dengan matahati yang jernih. Demikianlah kata Imam Al-Ghazali.
Kalau demikian, maka ikhtiar atau usaha itu sangat menen-tukan ke arah mana kita berkehendak. Manusia telah dibekali dua sifat di dalam dirinya, baik dan buruk. Manakah yang dipilihnya? Apabila ikhtiar dan usahanya memupuk sifat kebajikan maka dengan ketentuan Allah jadilah ia orang yang baik. Begitu pula sebaliknya, apabila ia memupuk sifat buruk maka jadilah ia orang yang jahat. Itulah keterkaitan antara qadha/qadar dan ikhtiar (usaha) serta kebebasan menentukan sikap bagi manusia. Allah SWT berfirman:

Dan katakanlah: ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu”. (QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini menyuruh manusia untuk bekerja dengan bebas, apakah memilih A atau B. Hanya saja pekerjaan manusia itu akan dilihat (dinilai) tentang baik dan buruknya. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehing-ga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. (QS. Ar-Ra‘ad: 11)
Menurut ayat ini perubahan nasib seseorang (suatu kaum) ditentukan oleh sikap diri pribadi atau kaum itu masing-masing.
Ibnu Jarir menafsirkan ayat ini, bahwa tidak akan ada per-ubahan nasib penderitaan dan kesusahan suatu ka¬um sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri. DR. Muhammad Sayyid Thanthawi dalam buku yang berjudul Doa, menyebutkan bahwa sebagian ulama mengatakan: “Doa bermanfaat sekali dalam qadha yang belum terlaksana (qadha muallaq) dan qa¬dha yang sudah terlaksana (qadha mubram). Ia bermanfaat dalam qadha muallaq karena tidak mustahil bisa menghapus ketentuan yang akan diturunkan. Adapun dalam qadha mubram adalah sebagai sebab tercapainya pahala atau tu¬runnya rahmat Allah SWT terhadap yang didoakan ketika qadha tersebut turun. Yang demikian itu berdasarkan Al-Quran, Hadis, dan Ijma ulama”. Dalam suatu riwayat dari Aisyah RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW ber-sabda:
الدعاء ينـفع مما نزل ومما لم ينـزل وإن البـلاء لينـزل فيلقـاه الدعـاء فيعتـلجان إلى يوم القيـامة. (رواه البزاروالطبرانى والحاكم)
Doa itu berguna bagi apa yang telah diturunkan dan apa yang belum diturunkan. Sesungguhnya suatu bala itu turun kemudian disongsong oleh doa, lalu keduanya beradu (saling dorong) sampai hari kiamat. (HR. Al-¬Bazzar, Thabrani, dan Al-Hakim)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu harus berikhtiar (berusaha dengan segala upaya/bekerja) dalam mencapai/memperoleh apa yang diinginkan, diharapkan, dan dicita-citakannya, tidak boleh berputus asa dan hilang harapan karena adanya qadha dan qadar Allah Azza wa Jalla. Firman Allah SWT:


Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguh-nya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf: 87)
b) Memohon Rahmat Allah
Di samping sebagai penolak bala, doa juga berfungsi untuk memohon rahmat Allah SWT. Yang dimaksud dengan rahmat Allah di sini adalah dalam arti yang sangat luas; yakni segala kenikmatan hidup yang diharapkan manusia berupa kebaikan, lahir dan batin, di dunia maupun di akhirat.
Berdoa dapat menimbulkan kekuatan pada batin dan dapat memberikan pegangan yang kuat kepadanya. Adapun kekuatan doa itu, kata KH. Imam Zarkasyi, kita tidak dapat mengukur sebagaimana mengukur berat atau besarnya suatu benda. Akan tetapi, kita dapat merasakan dan membuktikan pengaruh gaib yang luar biasa dari hasil berdoa itu. Sebagai contoh, beliau mengungkapkan tentang revolusi 1945. Kata beliau; “Secara akal tidak mungkin bambu runcing dapat mengalahkan senjata api modern, te¬tapi kenyataan menunjukkan bahwa dengan bambu runcing kita dapat mengusir penjajah. Demikianlah kalau Allah SWT menghendaki”.
Kalau hati sudah kuat dan jiwa sudah mantap maka semangat tetap berkobar dan kemenangan pun tiba. Telah kita ketahui bagaimana peristiwa Perang Badar, jumlah kaum Muslim yang begitu sedikit dapat mengalahkan mu¬suh yang jumlahnya lebih banyak, yakni 300 orang melawan 1000 orang musyrik. Dengan hati yang mantap pulalah kaum Thalut, sebagaimana diabadikan Al-Quran, me¬ngatakan:

Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit da¬pat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. (QS. Al-Baqarah: 249)
Karena rahmat Allah ini luas, maka untuk memperoleh rahmat tertentu adalah sesuai dengan doa permohonan kita. Dari sinilah doa itu sangat banyak dan beragam, doa minta keselamatan, doa minta rezeki, minta hujan, dan sebagainya, sesuai dengan kehendak serta hajat kita.
c) Manifestasi Rasa Syukur
Doa merupakan manifestasi dari rasa butuh manusia akan Tuhannya, dan bahwasanya pintu Allah SWT itu senantiasa terbuka bagi semua hamba-Nya. Dalam surat Al-Mukmin Allah Azza wa Jalla berfirman:

Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (QS. Al-Mukmin: 60)
Doa juga mendidik manusia bersyukur atas nikmat sehingga ia tidak ingkar terhadap karunia penciptaan dirinya. Hal ini dicontohkan oleh Nabi Sulaiman dalam doanya:

Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkan ke¬padaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. (QS. Shad: 35)
Allah Azza wa Jalla memperkenankan kehendak (doa) Nabi Sulaiman. Maka tatkala Sulaiman AS melihat nikmat-nikmat itu, beliau bersyukur kepada Allah SWT dengan katanya:


Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencobaku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nik¬mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (keba-ikan) dirinya sendiri. (QS. An-Naml: 40)
Karena itu pula, atas rahmat Allah SWT tersebut Nabi Sulaiman AS berdoa:


Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk me¬ngerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, dan ma¬sukanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh. (QS. An-Naml: 19)
Orang yang dikabulkan doanya kemudian bersyukur atas anugerah rahmat Allah tersebut, ia akan mendapat keuntungan yang berlipat ganda. Sebaliknya, orang yang mendapat nikmat Allah SWT, tetapi tidak mau bersyukur, ia diancam Allah yang Maha Kuasa dengan siksa yang pedih. Dalam Al-Quran surat Ibrahim, Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku (siksa-Ku) sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)
Kita mengetahui bagaimana kehidupan para nabi dan orang-orang saleh. Mereka mendapatkan dari doa dan istianah yang mereka panjatkan, kejernihan jiwa dan ke¬nyamanan rohani serta ketenangan hati dan kebahagiaan hidup yang bisa mengangkat mereka dari berbagai godaan yang menyesatkan.
d) Sarana Pendekatan Diri
Doa juga berfungsi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam rangka memelihara kualitas iman dan meningkatkan takwa. Melalui doa yang tulus ikhlas, kita akan dapat memelihara hubungan batin dengan Allah SWT yang senantiasa membuat kita ingat kepada-Nya. Hal ini penting untuk dilakukan karena Allah SWT telah berjanji bahwa kalau mengingat-ingat Allah, maka Dia pun akan mengingat kita. Dengan mengingat Allah, kita akan memperoleh ketenangan, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

Ketahuilah, bahwa dengan menyebut dan mengingat-¬ingat Allah hati akan menjadi tenteram”. (QS. Ar¬-Ra’d: 28)

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke da¬lam hati orang-orang Mukmin agar supaya iman mereka bertambah (kuat) di samping keimanan me¬reka (yang telah ada). (QS. Al-Fath: 4)
Selain itu, doa pada hakikatnya juga merupakan senjata yang sangat ampuh bagi orang Mukmin untuk melindungi diri dari segala hal yang tidak diinginkan dan untuk menghancurkan la-wan serta untuk mendatangkan kekuatan yang sangat luar biasa hebatnya. Telah banyak peristiwa yang membuktikan kekuatan dan kehebatan doa yang dilakukan dengan rasa tulus dan ikhlas. Tidak sedikit perbuatan-perbuatan batil dan kemunkaran hancur binasa lan¬taran doa, karena Allah SWT memang tidak menghen-daki keba¬tilan dan kemunkaran. ”Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra: 81)
4.1 KEPADA SIAPA KITA BERDOA?
Kalaulah berdoa itu mempunyai fungsi untuk menolak ben-cana, memohon rahmat dan ampunan serta sebagai manifestasi rasa syukur, maka berarti kita harus berdoa kepada Dzat yang mampu melakukan dan memenuhi permintaan kita tersebut. Sebagai orang Islam, kita beriman bahwa Tuhan Allah-lah yang Maha Kuasa dalam segala sesuatu yang lahir maupun batin dan yang nyata maupun gaib. Dia adalah Dzat yang menyendiri dengan keesaan dan tempat bergantung segenap makhluk. Dia-lah yang Maha Esa dan tak satu pun yang menyerupai-Nya, baik dalam dzat maupun sifat. Allah SWT berfirman tentang dzat-Nya:

Katakanlah: “Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanak¬kan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-¬Nya”. (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Hanya Allah SWT semata tempat kita memanjatkan doa, karena hanya Dia-lah yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengatur (rezeki) dan Maha Pe¬laksana atas segala keputusan-Nya. Allah SWT berkehendak pada setiap saat.
Makhluk-makhluk yang ada di langit dan di bumi memo-hon kepada-Nya, tiap-tiap hari Dia menjalankan kehen-dak-Nya. (QS. Ar-Rahman: 29)
Apabila kita berdoa kepada selain Allah, berarti kita telah berbuat syirik (menyekutukan Allah) dan berdosa besar yang bila tidak bertaubat, Allah SWT tidak akan meng¬ampuninya, sebagai-mana dijelaskan firman-Nya:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu terhadap orang yang Dia kehendaki. (QS. An-Nisa: 48)
Manusia bebas melaksanakan kehendak dan keinginannya di dunia. Namun kehendak itu harus bersesuaian dengan perintah (ajaran) Allah SWT dan tidak mengikuti langkah-langkah setan. Apabila manusia berkehendak dan berbuat (ber-amal) sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan mendapat kebahagiaan di dunia dan mendapat keselamatan di akhirat. Sebaliknya, me¬reka yang tidak mematuhi perintah Allah SWT dan rasul-Nya tentulah berdosa dan harus menang-gung segala akibatnya. Adapun di antara akibat perbuatan dosa (maksiat) adalah Allah SWT mengharamkan rezeki bagi pelaku-nya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
إن الرجل ليحرم الرزق بالذ نب يصيبـه. (رواه ابن ماجه)
Sesungguhnya seseorang akan diharamkan rezeki kepadanya lantar-an (akibat) dosa yang ditanggungnya/dilakukannya. (HR. Ibnu Majah)
Berdoalah kepada Dzat yang benar-benar Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Penyayang, jangan berdoa ke¬pada makhluk yang setengah kuasa atau kepada yang merasa dirinya kuasa padahal sebenarnya lemah, sebab pemberiannya akan terbatas bahkan mungkin saja permohonan itu ditolak atau dipersulit. Berdoalah langsung kepada Allah SWT dan percayalah bahwa Dia Maha Mendengar permohonan para hamba-Nya.
Tiap-tiap Muslim berhak memohon langsung kepada Tuhannya dan Allah SWT tidak akan membeda-bedakan hamba-Nya kecuali dengan ukuran iman dan takwanya, sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisiAllah ialah orang paling takwa di antara kamu. (QS. Al-Hujurat: 13)
Oleh sebab itu, perteballah iman dan tingkatkanlah ketak-waan kepada Allah SWT agar doa dan permohonan yang disam-paikan kepada-Nya dikabulkan dengan mudah.
4.2 SIKAP DAN PEDOMAN DALAM MEMANJATKAN DOA
Sebenarnya berdoa itu bisa dan boleh dilakukan dengan cara bagaimanapun saja (kecuali di tempat najis dan ko¬tor). Namun, ada beberapa prinsip atau pedoman yang mengatur cara bagaimana seharusnya kita berdoa dan perbuatan-perbuatan apa yang sela-yaknya dilakukan sebelum berdoa. Pedoman ini tidak lain mak-sudnya, agar doa yang kita lakukan itu sesuai dengan aturan yang baik karena sebagaimana disebutkan di atas, doa itu merupakan ibadah. Di samping itu, sikap dan adab berdoa ini penting agar doa yang kita panjatkan mendapat perkenan dari Allah yang Maha Kuasa sehingga Dia me¬nurunkan pertolongan-Nya kepada kita.
Adapun di antara sikap dan pedoman berdoa yang harus kita perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan Diri Sebelum Berdoa
Sebelum berdoa hendaklah kita membersihkan diri terlebih dahulu dengan bertaubat (memperbanyak istigfar) dan berniat untuk tidak lagi melakukan kesalahan-kesalahan atau dosa seperti yang pernah kita lakukan. Taubat adalah upaya untuk membersih-kan dan mensucikan diri dari segala dosa dan hati yang kotor, karena Allah SWT suka kepada orang¬-orang yang bertaubat dan yang membersihkan diri, se¬bagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
Taubat ini dapat dilakukan dengan cara salat (salat taubat), na¬mun dalam tahap yang ringan cukup dengan membaca istigfar (mohon ampun) sebanyak-banyaknya.
2. Berdoa dengan Khusyu dan Rendah Diri
Di dalam berdoa hendaklah kita merasa rendah diri di hadapan Allah SWT disertai dengan khusyu dan benar-benar mengharap dikabulkannya doa itu. Khusyu maksudnya tenang dan benar-benar memusatkan perhatian kepada Allah SWT. Ketika ini, seharusnya berbagai pikiran (tentang urusan duniawi) yang mengganggu konsentrasi segera dikesampingkan. Hal ini penting sekali, mengingat ber¬doa itu pada hakikatnya menyambung hu-bungan batin dengan Allah Azza wa Jalla. Karena itu, berdoalah dengan sepenuh hati, bahkan kalau mungkin sampai mencucur-kan air mata, memohon belas kasihan dari Allah SWT karena hanya Dialah tempat memohon dan bergantung.
Sikap dalam memanjatkan doa seperti ini tidak ha¬nya dilihat secara logis bahwa orang yang meminta ha¬rus merendahkan diri dari orang yang diminta, namun Allah SWT sendiri memberikan pelajaran kepada kita agar berdoa dengan khusyu dan rendah diri. Firman Allah:

Berdoalah kalian kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan de-ngan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. (QS. Al-A‘raf: 55)
Dalam ayat lain, Allah SWT juga menjelaskan firman-Nya:

Sesungguhnya mereka (orang-orang yang beriman) selalu bergegas cepat-cepat dalam (mengerjakan) kebaikan-kebaikan. Dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap-harap cemas. (QS. Al-Anbiya: 90)
Berharap-harap cemas, maksudnya mengharap agar doanya dikabulkan dan merasa cemas akan datangnya azab Allah SWT serta doanya tidak diterima. Pengertian ini dapat dilihat dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
إذا أحب الله عبدا إبتلاه حتى يسمع تضرعه. (رواه البيهقى والديلمى فى المسند الفردوس)
Apabila Allah mencintai seorang hamba-Nya, Dia memberinya cobaan sehingga Allah mendengar rin¬tihannya (hamba-Nya beren-dah diri memohan kepada-¬Nya). (HR. Baihaqi dan Ad-Dailami dalam Musnad Firdaus)
3. Berdoa dengan Tegas dan Yakin Diijabah
Dalam berdoa hendaknya tegas dan pasti serta merasa yakin benar bahwa Allah SWT akan mengabulkan doanya. Apa yang kita ucapkan dalam berdoa jangan sampai meragukan atau tidak pasti, seolah-olah kita tidak ber¬sungguh-sungguh mengharap pertolongan Allah itu. Dalam hal ini, Rasulullah SAW menegaskan dalam sabdanya:
لايقل أحدكم إذا دعا اللهم اغفرلى إن شئت وارحمنى إن شئت. (رواه متفق عليه)
Janganlah salah seorang kalian ketika berdoa mengucapkan “ya Allah ampunilah aku bila Engkau berkenan dan kasihanilah aku bila Engkau meng¬hendaki. (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, lafal doa yang kita ucapkan harus tegas, pasti dan penuh harap, bahwa kita benar-benar memohon ke¬pada Allah SWT apa yang kita kehendaki dan yakin bahwa Allah SWT akan mengabul-kan doa kita. Rasulullah SAW bersabda:
إذا دعا أحدكم فليعظم الرغبة فإن الله لا يتعاظمه شيئ. (رواه ابن حبان)
Bila salah seorang kalian berdoa maka hendaklah memperbesar harapannya (merasa ingin doanya di¬kabulkan). Sesungguhnya Allah tidak ada se¬suatu pun yang memberatkan-Nya (untuk memberikan sesuatu). (HR. Ibnu Hibban)
Di samping berdoa dengan penuh gairah dan harapan, kita pun harus merasa yakin di dalam hati bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa (permintaan) kita. Hal ini merupakan salah satu syarat Allah SWT mengabulkan permohonan kita. Mengapa demi-kian? Ini tiada lain karena Allah SWT sendiri menyatakan dalam salah satu fir¬man-Nya yang diucapkan Rasulullah SAW (hadis qudsi), bahwa Dzat-Nya mengikuti prasangka dari hamba¬-Nya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يقول الله أنا عند ظنى عبدبى. (رواه البخارى)
Rasulullah SAW bersabda meriwayatkan apa yang difirmankan Tuhannya: ”Aku akan (berada) memberi apa yang hamba-Ku me-nyangka terhadapKu”. (HR. Bukhari)
Dari hadis ini diketahui bahwa Allah SWT sangat kasih sa-yang kepada hamba-Nya yang berbaik sangka (husnuzzan) kepada-Nya. Artinya, apabila hamba-Nya itu berprasangka baik pada Allah, maka Allah SWT juga baik terhadapnya, dan bila hamba-Nya itu berprasangka buruk, maka Allah SWT juga berprasangka buruk kepadanya. Dalam hal berdoa, apabila orang yang berdoa itu merasa yakin bahwa Allah SWT akan mengabulkan doanya (berprasangka baik/husnuzzan billah), maka Allah SWT pun me-ngabulkan doanya. Sedangkan bila berprasangka buruk (tidak yakin dikabulkan doanya), maka Allah SWT pun tidak akan memperhatikan doanya. Selain itu, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita sabdanya:
أدعوا اللـه وأنتـم موقنون بالإجـابه واعلموا أن اللـه عزوجـل لايستجيـب دعـاء من قلـب غافـل. (رواه الترمذى)
Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan untuk dikabulkan dan ketahuilah bah¬waAllah Azza wa Jalla tidak mengabulkan doa orang yang lengah hatinya (maksudnya tidak yakin dan tidak per-caya kepada kemurahan Allah). (HR. Tirmizi)
4. Memuji Allah SWT Sebelum Berdoa
Dalam memulai doa hendaknya dengan menyebut nama Allah Azza wa Jalla dan tidak langsung minta tanpa sebelumnya me¬muji dan mengagungkan-Nya terlebih dahulu. Tidaklah layak kita memobon kepada Allah SWT dengan nyelonong begitu saja. Dalam pergaulan dengan sesama pun, untuk memita secara lang-sung, secara psikologis tidak mengena, apa¬lagi kepada Allah. Maka akan lebih utama apabila kita berdoa dimulai dengan pujian dan pengagungan terhadap Allah SWT yang memiliki dan menguasai segala apa yang ada di langit dan di bumi. Begitu pula membaca salawat ke¬pada Rasulullah SAW yang telah membawa kita ke alam yang terang-benderang dengan petunjuk Allah ini (minazzulu-maati ila annuur). Cara memulai berdoa seperti ini dijelaskan Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan:
قال سلمة بن الأكوع ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلـم يستفـتح الدعاء إلا اسـتفتحه بقول سبحـان الله ربي العلي الأعلى الوهاب. (رواه أحمد)
Salamah bin Akwa berkata: Saya tidak pernah mendengar Rasu-lullah SAW mengawali doa kecuali pembukaan yang beliau ucap-kan, ”Subhana Rabiyal Aliyil A‘la al-Wahhab” (Maha Suci Tuhan-ku, Maha Tinggi dan Maha Memberi). (HR. Ahmad)
إذا صلى أحدكم فلـيبـدأ بتمجيد ربه جل وعز والثـنـاء عليـه ثم يصلى على النبى صلى الله عليـه وسلـم ثم يدعو بعـد بما شاء. (رواه الترمذي)
Jika salah seorang di antara kalian berdoa hendaklah memulainya dengan membesarkan Tuhannya yang Maha Agung serta me-nyanjung-Nya, kemudian membaca salawat kepada Nabi SAW dan kemudian barulah berdoa apa yang diinginkannya. (HR. Tirmizi)
Adapun salawat kepada Nabi SAW yang umum dibaca dalam doa adalah:
اللهم صلى وسلم على سيدنا محمد فى الأولين والآخرين وسلم ورضي الله تعالى عن ساداتنا أصحاب رسول الله أجمعين. بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين حمدا يوفي نعمه ويكافئ مزيده يا ربنا لك الحمد ولك الشكر كما بنبغى لجلالك ولعظيم سلطانك.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, berilah salawat atas Nabi dan keluarga beliau. Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam semesta, puji-pujian yang dipersembah¬kan atas segala nikmat yang diberikan-Nya dan karena Dia selalu menambah-nambah nikmat-Nya. Ya Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji karena kemuliaan dan kebesaran kekaasaan Engkau.
Selain salawat ini, juga masih banyak yang lainnya, yang secara umum sama merupakan pelimpahan salawat kepada Rasulullah SAW. Setelah membaca salawat ini barulah kita me-mohon kepada Allah apa yang kita kehendaki. Kemudian setelah selesai berdoa (memohon apa yang kita kehendaki), kita tutup dengan ucapan:
وصلى الله على خير خلقه محمد وعلى آله وصحبه وسلم سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين
Dan Allah memberi salawat atas makhluk-Nya yang paling baik, Muhammad dan keluarganya serta memberinya keselamatan. Maha suci Tuhanmu yang memiliki kemuliaan dan tetap Maha Tinggi, apapun yang mereka sifati. Dan mudah-mudahan keselamatan diberikan kepada para utusan Allah dan segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam semesta.
Sebenarnya tentang cara melakukan doa, Allah SWT sendiri telah memberi contoh bagaimana seharusnya memulai suatu doa. Cobalah kita lihat surat Al-Fatihah:

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pe¬ngasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya ke¬pada Engkaulah kami memohon pertolognan. Tunjuk¬kanlah kami kepada jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang¬-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat ke¬pada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fatihah: 1-7)
Pada tiga ayat pertama, kita dituntun untuk memuji-¬muji Allah SWT terlebih dahulu, kemudian pada ayat keempat kita berjanji dan membuat pernyataan bahwa hanya kepada-Nya kita menyembah, mengabdi, berbakti dan memohon pertolongan, sebab hanya Allah SWT yang bisa menolong kita sebagai hamba-Nya. Kemudian barulah pada ayat selanjutnya, kita memohon petunjuk-Nya agar dapat menempuh hidup pada jalan yang lurus yang penuh rah¬mat dan karunia.
5. Mengulang-ulang Ucapan Doa
Doa yang kita sampaikan kepada Allah SWT hendaknya diulang-ulang sebanyak tiga kali, bahkan kalau perlu sampai berkali-¬kali untuk lebih meyakinkan dan menunjukkan kesung¬guhan kita dalam meminta apa yang kita ucapkan itu. Cara demi-kian ini diajarkan Rasulullah SAW dan disenangi oleh Allah SWT, sebagai¬mana diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, katanya:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دعا دعا ثلاثـا وإذا سأل سأل ثلاثـا. (رواه مسلم)
Adalah Rasulullah SAW apabila berdoa beliau mengucapkan doa-nya sampai tiga kali, dan kalau meminta juga beliau meminta sampai tiga kali. (HR. Muslim)
Dalam salah satu sabdanya lain, Rasulullah SAW juga menje-laskan:
إن الله يحب الملحـين فى الدعاء. (رواه البيهقى عن عائشة)
Sesungguhnya Allah SWT menyukai dan menyenangi orang-orang yang mengulang-ulang dalam berdoa (kepada-Nya). (HR. Baihaqi dari Aisyah)
Mengulang-ulang doa bukan berarti kita memaksa Allah SWT untuk segera mengabulkan doa yang kita panjatkan. Memak-sa Allah SWT untuk menuruti kehendak kita adalah hal yang tidak dapat dibenarkan karena sebagaimana kita ketahui bahwa Allah itu tidak bisa dipaksa oleh siapa pun. Allah SWT akan mengabul-kan doa kita, tetapi tidak dalam ketergesa-gesa¬an manusia, sebagai-mana dijelaskan Rasulullah SAW:
إن اللـه لا يجعـل عجـلة أحد كم. (الحديث)
Sesungguhnya Allah tidak mempercepat (sesuai dengan) ketergesa-gesaan salah seorang dari kalian. (Al-Hadis)
يستجـاب لأحدكم ما لم يعجـل فيقول قد دعوت فلم يستجـب لى فإذا دعوت فاسـأل الله كثـيرا فإنـك تدعو كريمـا. (متفق عليه)
Doa seorang di antara kalian akan dikabulkan se¬lagi ia tidak minta tergesa-gesa dikabulkan, seraya berkata: “Aku telah berdoa kepada Allah tetapi be¬lum dikabulkan”. Maka apabila kamu berdoa min-talah kepada Allah sebanyak (sering) mungkin, karena sebenarnya kamu meminta kepada-Nya yang Maha Pemberi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dikabulkan dengan segera atau ditunda, kita tetap bersyukur kepada Allah SWT. Kita tidak boleh kecewa dan berputus asa, sebab Allah SWT lebih mengetahui hikmah apa yang akan terjadi dalam mengabulkan dengan segera atau menundanya. Dengan ditunda lebih dahulu barangkali itu merupakan cobaan terhadap iman kita, dan itulah yang le¬bih baik menurut pandangan Allah Azza wa Jalla. Karena bisa jadi apabila dikabulkan dengan segera lantas kita menjadi sombong. Kita tidak bolah berputus asa, tetapi sebaliknya, kita harus lebih agresif dan berkeyakinan bahwa itulah yang terbaik karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, serta yakin bahwa Dia tetap akan mengabulkan doa kita esok atau lusa, karena sebagaimana dijelaskan Nabi SAW bah¬wa Allah SWT merasa malu menolak permohonan hamba-Nya bila bermohon kepada-Nya:
إن ربكم حي كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفرا. (رواه أبوداود والترمذى وابن ماجه)
Sesungguhnya Tuhan kamu Maha Hidup (tidak tidur) dan Maha Pemurah. Dia malu kepada hamba-Nya bila ia mengangkat kedua tangannya (berdoa) ke¬pada-Nya, untuk menolak permohonannya itu tanpa pengabulan. (HR. Abu Dawud, Tirmizi dan Ibnu Majah)
6. Tidak Berlebih-lebihan dalam Berdoa
Berdoa kepada Allah SWT tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh memaksa Tuhan untuk mengabulkan permohonan kita, sehingga kita cenderung menyepelekan persoalan lantaran menganggap bahwa semua itu bisa diatasi dengan doa. Memang Allah SWT akan mendengarkan dan mengabulkan permohonan hamba-Nya, namun ketahuilah bahwa Dia Maha Tinggi dan tidak seorang pun yang melebihi-Nya.
Orang yang terlalu memaksakan kehendaknya ini biasanya hanya ingat Allah SWT dikala ia merasa terdesak dalam meng-hadapi kesulitan dan mudah lupa bila ke¬sulitan itu telah berlalu. Begitu pula, bila Allah SWT mengujinya dengan menunda per-kenan doanya, ia akan berputus asa lantaran kesulitan yang terus menimpanya (menjadi aral), yang akhirnya dialah yang merugi dengan sikapnya yang tidak sabar itu. Karena itu, kita harus senantiasa berdoa baik ketika lapang atau ketika mendapat ke-sulitan.
Cara berdoa seperti ini telah dijelaskan oleh Allah SWT sen-diri dalam firman-Nya:

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. Al-A’raf: 55)
Begitu pula, Rasulullah SAW menyatakan bahwa sikap di atas (berlebihan dalam berdoa) akan dilakukan oleh sekelompok orang. Sabda beliau:
سيكون قوم يعتدون فى الدعاء. (رواه ابوداود وان ماجه وان حبان)
Akan ada sekelompok orang yang berlebih-lebihan dalam berdoa. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
إياكم والسجع فى الدعاء. (الحديث)
Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan dalam berdoa. (Al-Hadis)
Berlebih-lebihan dalam berdoa bukan berarti terlalu sering berdoa, tetapi berlebihan dalam penggunaan kata-kata dan bahasa seperti menggunakan kata-kata yang bersajak dan berpantun se-hingga lepas kontrol dari nilai khusyu. Atau, berlebihan dalam permintaan seperti berdoa tentang sesuatu diluar jangkauan kebu-tuhan.
7. BERDOA DENGAN SUARA YANG LEMBUT
Dalam berdoa hendaknya menggunakan suara yang lembut, tidak ter¬lalu berbisik dan tidak pula terlalu keras. Walaupun Allah SWT akan mendengar juga kalau kita berdoa dalam hati, namun sebaliknya kita tidak baik berdoa de¬ngan suara yang bisa mengganggu konsentrasi pikiran dalam menghadap kepada Allah Azza wa Jalla.
Tentang sikap dan cara berdoa seperti ini, Allah SWT sen¬diri menyatakan:

Ketika (Zakariya) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (QS. Maryam: 3)

Janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salat (doa)mu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya itu. (QS. Al-Isra: 110)
Rasulullah SAW juga mengajarkan kepada kita agar berdoa dengan suara yang lembut (sedang), tidak terlalu berbisik dan tidak terlalu keras, tetapi sedang-sedang saja. Sabda beliau:
ياأيها الناس إربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعوه أصم ولا غائبا إنه معكم سميع قريب. (متفق عليه)
Wahai sekalian manusia rendahkanlah hati dan suaramu karena kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan jauh, sesungguhnya Dia (Allah) senantiasa beserta kamu, Maha Mendengar dan Maha Dekat. (HR. Mutafaq Alaih)
8. BERDOA DENGAN MENGHADAP KIBLAT DAN MENGANGKAT TANGAN
Ketika berdoa hendaknya menghadap ke arah kiblat dan mengangkat kedua tangan. Ketika kita meminta sesuatu kepada manusia pun kita menghadap kepada orang yang kita mintai sam-bil menengadahkan tangan. Apalagi terhadap Allah SWT, tidaklah logis kita meminta kepada-Nya dengan memalingkan muka dan diri kita dari hadapan-Nya, seperti ketika salat. Dan lebih utama pula dengan menengadahkan kedua tangan sebagai per¬tanda kita sedang meminta sesuatu kepada-Nya.
Sikap dan cara tersebut diajarkan Rasulullah SAW seperti disebutkan Imam Muslim bahwa Sahabat Jabir bin Abdullah RA pun menceritakan bahwa Rasulullah SAW menghadap kiblat sewaktu berdoa. Kata beliau:
أن رسول الله صلى اللـه عليـه وسلـم أتى الموقـف بعرفـة واستـقبـل القبـلة ولم يزل يدعو حتى غربت الشمس. (رواه المسلم)
Bahwasanya Rasulullah SAW tiba di tempat wuquf di Arafah, kemudian langsung menghadap kiblat dan terus berdoa sampai terbenam matahari. (HR. Muslim)
Tentang mengangkat kedua belah tangan, Rasulullah SAW suka berdoa demikian ini, seperti diceritakan Anas RA, kata beliau:
كان رسول الله يرفع يديه حتى يرى بياض إبطيه فى الدعاء ولا يشـير بأصبعه. (رواه مسلم)
Sesungguhnya Rasulullah SAW biasa, di dalam berdoa, mengang-kat kedua tangannya sampai kelihatan kedua ketiak beliau yang putih dan tidak menunjuk dengan jarinya. (HR. Muslim)
Di samping berdoa dengan mengangkat kedua tangan ini, kita juga hendaknya mengusapkan telapak tangan ke wajah/muka setelah selesai berdoa. Dalam hal ini Rasulullah SAW menjelaskan:
إذا سألـتم اللـه فاسألوه ببطون أكفـكم ولاتسـألوه بظهورها ثم لا تردها حتى تمسحوا بها وجوهكم فإن الله جاعـل فيها بركة. (رواه ابوداود)
Apabila kalian memohon kepada Allah maka mohonlah dengan menggelar telapak tangan dan janganlah kamu memohon kepada-Nya dengan menggelar punggung telapak tangan. Kemudian janganlah kalian menariknya sebelum kalian mengusapkannya ke wajah kalian. Sesungguhnya Allah menjadikan berkah karenanya. (HR. Abu Dawud)
9. Pilihlah Saat dan Waktu yang Baik dan Tepat untuk Berdoa
Sebenarnya, setiap saat pun kita boleh berdoa kepada Allah SWT karena Dia tidak pernah tidur dan istirahat, Dia selalu was-pada dan memperhatikan hamba-Nya. Namun demikian, Al-Quran dan Sunnah mengajarkan kepada kita bahwa ada waktu-waktu dan suasana yang lebih tepat apabila kita memanjatkan doa kepada Allah Azza wa Jalla disaat tersebut. Umpama¬nya pada tengah malam, di mana orang-orang sedang tidur dan segala aktivitas manusia berhenti serta suasana be¬gitu hening. Ketika itu merupakan saat yang baik untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT karena saat itu akan lebih khusyu. Di samping itu, Allah SWT akan memuji dan meng¬hargai kita, lantaran betapa tidak, orang-orang nyenyak tidur sementara kita berpayah-payah bangun malam. Allah SWT berfirman:

Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam, dan diakhir-akhir malam memohon ampun (kepada Allah). (QS. Ad-Dzariyat: 17-18)
Masih banyak lagi saat-saat lain yang akan penulis jelaskan dalam pembahasan selanjutnya.
4.3 WAKTU-WAKTU MULIA UNTUK BERDOA
Pada dasarnya, berdoa itu boleh dan baik dilakukan kapan dan di mana saja, karena Allah SWT Maha Mendengar dan selalu siaga setiap saat. Kita boleh berdoa di siang hari atau di malam hari. Meskipun demikian, Rasulullah SAW mengajarkan dan mengan-jurkan agar kita berdoa pada waktu-waktu yang memiliki nilai tinggi, baik itu lantaran tempat, waktu, atau peristiwa yang monu-mental.
Waktu-waktu yang sangat baik untuk memanjatkan doa sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
a) Hari Arafah di Arafah
Hari Arafah adalah hari tanggal 9 Zulhijjah, yaitu ketika orang-orang yang menunaikan ibadah haji berkumpul untuk melakukan wuquf di padang Arafah. Hari ini merupakan hari yang memiliki keistimewaan dan hari turunnya Allah SWT ke langit dunia. Dalam riwayat dari Jabir RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
وما من يوم أفضل عند الله من يوم عرفة ينزل الله تـبارك وتعالى إلى السماء الدنيا فيـباهى بأهل الأرض أهل السماء فيقول أنظروا إلى عبادى جائونى شعـثا غبرا ضاحـين جائوا من كل فج عميـق يرجون رحمتى ولم يروا عذابي فلم ير يوم أكـثر عتيـقا من النـار من يوم عرفة. (رواه أبو يعلى والبزار وابن حزيمة وابن حبان)
Tidak ada hari yang lebih utama di sisi Allah daripada hari Arafah. Dia yang Maha Mulia dan Maha Tinggi turun ke langit dunia lalu membanggakan penduduk bumi di hadapan penduduk langit, seraya berfirman: ”Lihatlah pada hamba-Ku, mereka datang ber-tebaran bagaikan debu sambil berkurban, mereka datang dari segala penjuru mengharapkan rahmat-Ku dan tidak melihat (mengha-rapkan) siksa-Ku.” Maka tidak dilihat suatu hari yang lebih banyak pembebasan dari api neraka melebihi hari Arafah. (HR. Abu Ya‘la, Al-Bazzar, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Hibban)
Imam Tirmizi juga meriwayatkan suatu hadis, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
خير الدعاء دعاء يوم عرفة وخير ما قلت أنا والنبيون من قبلى لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيئ قدير . (رواه الترمذي)
Sebaik-baik doa adalah doa yang dipanjatkan pada hari Arafah, serta sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah perkataan; ”Tidak ada tuhan selain Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia pemilik kerajaan dan segala pujian, serta Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu”. (HR. Tirmizi)
b) Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan merupakan bulan suci yang di dalamnya penuh rahmat dan berkah. Bulan ini merupakan bulan paling mulia di antara bulan-bulan dalam setahun. Abu Hurairah RA menceritakan bahwa Nabi SAW ketika da¬tang bulan Ramadhan bersabda:
لقد جاءكم شهر مبارك إفترض عليكم صيامه تفتح فيه أبواب الجنة وتغلق فيه أبواب الجحيم وتغل فيه الشياطين فيه ليلة خير من ألف شهر من حرم خيرها فقد حرم. (رواه أحمد والنسائ والبيهقى)
Telah datang kepada kalian bulan yang pe¬nuh berkah di mana kalian diwajibkan untuk berpuasa di bulan itu. Ketika itu dibuka pintu surga dan ditu¬tup pintu neraka serta dibelenggu setan-setan. Di¬ bulan itu pula terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang mengharamkan kebaikannya maka telah diharamkan (pahala) bagi¬nya. (HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqi)
Keberkahan bulan Ramadhan dengan dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka serta dibelenggu-nya setan-setan merupakan hal istimewa bagi umat Islam. Apalagi di bulan ini terdapat suatu malam yang nilai ibadah di malam itu sama dengan nilai ibadah selama seribu bulan.
Di samping itu, Ramadhan pun sebagai penghapus dosa. Rasulullah SAW bersabda:
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرة بينهما إذا اجتـنب الكبـائر. (رواه مسلم)
Salat lima waktu, Jumat ke Jumat dan (puasa bulan) Ramadhan ke Ramadhan, dapat menjadi penebus dosa yang terjadi di antara waktu itu, selama ditinggalkan dosa-dosa besar. (HR. Muslim)
Selain itu, keuntungan lain yang diperoleh kaum Muslim bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan dikabulkannya doa. Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang yang berpuasa sampai berbuka dan disaat berbuka memiliki peluang emas dikabulkan-nya doa. Sabda beliau:
ثلاثة لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل والمظلوم. (رواه الترمذي)
Tiga orang yang doanya tidak ditolak (Allah), yai¬tu orang yang berpuasa sampai ia berbuka, imam yang adil dan orang yang mendapat kezaliman. (HR. Tirmizi)
إن للصائم عند فطـره دعوة لا تـرد. (رواه ابن ماجه)
Sesungguhnya orang yang berpuasa diketika ber¬buka memiliki doa yang tidak akan ditolak (Allah). (HR. Ibnu Majah)
c) Hari Jumat
Hari Jumat adalah hari yang paling mulia di antara hari-hari lain dalam seminggu, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها. (رواه مسلم)
Sebaik-baik hari di mana terbit matahari ialah hari Jumat, dihari itu terjadinya Nabi Adam dan pada hari itu pula beliau dimasukkan ke surga dan dikeluarkan darinya. (HR. Muslim)
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرة بينهما إذا اجتـنب الكبـائر. (رواه مسلم)
“Salat lima waktu, Jumat ke Jumat dan (puasa bulan) Ramadhan ke Ramadhan, dapat menjadi penebus dosa yang terjadi di antara waktu itu, selama ditinggalkan dosa-dosa besar. (HR. Muslim)
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة فقال فيها ساعة لايوافقـها مسلم وهو قائم يصلى يسأل اللـه شيـئا إلا أعطاه إياه وأشار يده يقللـها. (متفق عليه)
Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika membicarakan tentang ha¬ri Jumat bersabda: Pada hari itu ada waktu tiada seorang Muslim pun yang sedang salat bertepatan pada saat itu, lalu meminta kepada Allah (berdoa), melainkan dapat dipastikan Allah akan memberi-nya/mengabulkannya. Akan tetapi, saat itu sangat sebentar. (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Syekh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, waktu (saat) dikabulkan doa dihari Jumat ini adalah disaat khutbah dan salat serta saat menjelang akhir waktu salat ashar.
d) Malam Lailatul Qadar
Lailatul qadar adalah suatu malam di bulan Ramadhan yang memiliki arti dan nilai paling utama di antara malam-malam sepanjang tahun. Keutamaan ini disandang lantaran pada malam tersebut Al-Quran Al-Karim untuk pertama kali diturunkan dari Lauh Al-Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia. Allah berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam lailatul qadar. (QS. Al-Qadar: 1)
Selain untuk pertama kali diturunkannya Al-Quran, pada malam lailatul qadar, para malaikat turun dengan izin Allah Azza wa Jalla untuk mengatur segala urusan yang berhubungan dengan kehidupan makhluk, seperti hidup, mati, rezeki, untung baik, untung buruk, dan sebagainya. Karena itulah, malam lailatul qadar ini lebih baik daripada 1000 (seribu) bulan. Artinya bahwa seorang Muslim yang beramal saleh (ibadah) di malam ini, baik berupa salat, berzikir/doa, membaca Al-Quran, pahala yang akan diper-olehnya lebih baik dan lebih banyak daripada beramal saleh selama 1000 (seribu) bulan di luar malam tersebut.
Kapankah malam lailatul qadar itu? Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh As-Sunnah, menjelaskan bahwa sebagian ulama menetapkan malam lailatul qadar itu sebagai berikut:
a. Lailatul qadar adalah malam ke-21 bulan Ramadhan.
b. Lailatul qadar adalah malam ke-23 bulan Ramadhan.
c. Lailatul qadar adalah malam ke-25 bulan Ramadhan.
d. Lailatul qadar adalah malam ke-27 bulan Ramadhan.
e. Lailatul qadar itu berpindah-pindah waktunya di antara tanggal ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Akan tetapi, kata Sayyid Sabiq pula, mayoritas ulama me-nyatakan bahwa lailatul qadar itu ada di malam ke-27 bulan Ramadhan dengan landasan salah satu riwayat bahwa Rasulullah SAW bersabda:
فمن كان متحريا فليتحرها فى السبع الآواخر. (رواه مسلم)
Barangsiapa mencari lailatul qadar, maka carilah ia pada malam ke-27 di bulan Ramadhan. (HR. Muslim)
Kemuliaan dan keistimewaan malam lailatul qadar ini me-rupakan suatu karunia dari Allah SWT yang hendaknya disyukuri dengan memperbanyak ibadah seperti doa, zikir, tahmid, dan salat. Adapun doa yang dipanjatkan di malam ini, pada dasarnya tidak terbatas pada suatu doa tertentu, namun Rasulullah SAW meng-ajarkan bahwa di malam ini hendaknya memperbanyak doa mohon ampun yang berbunyi:
اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عنى
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, suka meng-ampuni kesalahan, maka ampunilah kesalahanku.
Doa ini diriwayatkan dari Aisyah RA yang bertanya kepada Nabi SAW tentang doa yang dipanjatkan seandainya ia menemu-kan/mendapatkan lailatul qadar. Mencari dan beribadah di malam lailatul qadar ini betul-betul sangat dianjurkan. Ya Allah, perte-mukanlah kami dengan malam yang mulia ini!
e) Tengah Malam
Berdoa di tengah malam (sepertiga akhir) saat orang-orang sedang tidur termasuk di antara ibadah yang sangat dibanggakan oleh Allah SWT di hadapan para malaikat. Di antara manusia ada yang ketaatannya tinggi dan mela¬pangkan diri untuk berdoa di tengah malam itu.
Ditengah malam pada setiap malam, Allah SWT turun ke langit dunia saat sepertiga malam terakhir. Saat itulah Allah Azza wa Jalla mengabulkan orang yang berdoa kepada-Nya, mem-berikan ke¬pada yang meminta dan mengampuni orang-orang yang bertaubat. Orang yang mempunyai kadar ketaatan yang tinggi, ia berdoa di tengah malam. Allah SWT berfirman:

Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam, dan diakhir-akhir malam mereka memohon ampun (ke¬pada Allah) (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Bagian sepertiga malam terakhir ini adalah saat doa di-kabulkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ينزل ربنا عز وجل كل ليـلة إلى السماء الدنـيا حين يبقى ثلـث الليـل الآخر فيقول من يدعونى فأستجيـب له ومن يسـألنى فأعطيه ومن يستـغفرنى فأغفر له. (رواه الجماعة)
Tuhan Azza wa Jalla tiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Pada saat itu Dia berfirman: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku pasti Kukabulkan, barangsiapa memohon kepada-Ku pasti Kuberikan dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku pasti Kumaafkan.” (HR. Al-Jama’ah)
Berdoa waktu tengah malam lebih didengar oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah le¬bih tepat (untuk khusyu) dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan. (QS. Al-Muzammil: 6)
Rasulullah SAW juga pernah ditanya oleh para saha¬bat, katanya:
أي دعاء أسمع؟ قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبة. (رواه الترمذي)
Doa waktu apakah yang lebih didengar oleh Al¬lah? Jawab Nabi SAW: “Di tengah malam dan sesu¬dah salat wajib (lima waktu)”. (HR. Tirmizi)
Pada saat ini pulalah Nabi SAW menganjurkan umatnya untuk salat malam (tahajjud). Allah SWT menjanjikan kehidupan yang terpuji bagi pelakunya sebagaimana dalam firman-Nya:

Dan pada sebagian malam hari salat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mu¬dah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. AI-Isra: 79)
Selain itu, Sahabat Salman Al-Farisi pernah menyebutkan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين قبلكم زمقربة لكم إلى ربكم ومكفرة للسيئات ومنهاة على الإثم ومطردة للداء عن الجـسد.
Kerjakanlah salat malam, sesungguhnya ia adalah kebiasaan orang-orang saleh terdahulu, juga merupa¬kan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhanmu, dan sebagai penghapus kesalahan-kesalahan, pence¬gahan dari perbuatan dosa serta sebagai penghalau/pengusir penyakit dari badan.
Berdoa di tengah malam ini termasuk di dalamnya orang yang terjaga (bangun) dari tidur di tengah malam lalu ia berdoa dengan doa yang ma‘tsur, dan orang yang tidur dalam keadaan suci kemudian tengah malam terjaga dan lalu berdoa.
Selain waktu-waktu yang dijelaskan di atas, hendaknya diperhatikan pula situasi dan kondisi yang baik untuk berdoa, di antaranya:
1) Saat Turunnya Hujan
Ketika turun hujan merupakan situasi yang baik untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT. Khususnya doa untuk memperoleh rahmat atau menghindari bencana lantaran hujan tersebut, seperti banjir, badai, dan sebagainya. Rasulullah SAW ketika hujan turun deras pernah berdoa:
اللهم اجعل سقيا رحمة ولا سقيا عذابا ولا بلاء ولا هدم ولا تمرق
Ya Allah, jadikanlah siraman ini sebagai siraman rahmat dan bukan siraman siksa, tidak pula bencana, keru¬sakan dan kehancuran”.
أطلبوا استجابة الدعاء عند التـقاء الجيوش وإقامة الصلاة ونزول الغيـث. (رواه الشافعي)
Carilah (waktu) dikabulkannya doa, yaitu ketika bertemunya (dua) pasukan (perang), ketika melakukan salat dan ketika turun hujan. (HR. As-Syafi’i)
Kata Imam Syafi’i, “saya telah hafal lebih dari satu per-mintaan (doa) diijabah (dikabulkan) ketika turun hujan dan ketika sedang salat”.
2) Ketika Sedang Sujud
Waktu ketika kita melakukan sujud dalam salat meru¬pakan suasana dan situasi yang baik untuk berdoa, di mana ketika itu kita benar-benar merendahkan diri dihadapan Allah SWT dengan menundukkan kepala ke tanah (lantai). Ra¬sulullah SAW bersabda:
أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد فأكثروا الدعاء. (رواه مسلم)
Sedekat-dekat hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka banyak-banyaklah berdoa di dalam sujud itu. (HR. Muslim)
Dalam hadis lain riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
فأما الركوع فعظموا فيه الرب وأما السجود فاجتهدوا فيه بالدعاء فقـمن أن يستجاب لكم. (رواه مسلم)
Adapun di saat sedang ruku maka agungkanlah Tuhanmu, dan di saat sedang sujud maka bersungguh-sungguhlah kamu berdoa. Di saat ini patut dikabulkan doamu. (HR. Muslim)
3) Antara Adzan dan Iqamah
Waktu antara adzan dan iqamah adalah waktu yang tepat untuk berdoa. Oleh sebab itu, sangat dianjurkan un¬tuk meman-jatkan doa kepada Allah SWT di waktu itu. Diwayatkan bahwa doa pada saat tersebut tidak akan ditolak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
الدعاء بين الآذان والإقـامة لايرد. (رواه النسائ)
Tidak akan tertolak doa (yang dipanjatkan) di an¬tara adzan dan iqamah. (HR Abu Dawud dan Tir¬midzi)
Demikian pula doa setelah selesai dikumandangkannya iqamah untuk salat merupakan waktu berdoa yang diijabah. Rasulullah SAW bersabda:
إذا ثوب باالصلاة فتحـت أبواب السمـاء واستجيـب الدعاء. (رواه أحمد)
Apabila iqamah untuk salat telah dikumandangkan maka semua pintu langit dibuka dan semua doa diijabah/dikabulkan. (HR. Ahmad)
4) Setelah Shalat Wajib
Waktu selesai salat wajib (lima kali sehari) adalah waktu dikabulkannya doa oleh Allah Azza wa Jalla. Rasulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat:
أي دعاء أسمع؟ قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبة. (رواه الترمذي)
Doa waktu apakah yang paling didengar oleh Allah? Jawab Nabi SAW: ”Di tengah malam dan sesudah salat fardu (lima kali sehari)”. (HR. Tirmizi)
Pengertian doa di sini termasuk juga zikir atau wirid (tasbih, tahmid, dan takbir), sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
من سبح الله فى دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين وحمد الله ثلاثا وثلاثين وكبر الله ثلاثا وثلاثين وقام تمام المائة لا اله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيئ قدير غفرت خطيـاه وإن كانت مثـل زبد البحر. (رواه مسلم)
Siapa yang membaca setiap habis salat; subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali. Kemudian menyem-purnakannya dengan membaca “La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa hua ala kulli syai‘in qadir”(hingga genap 100 kali), maka akan diampunkan baginya semua dosa-dosa meskipun sebanyak buih air laut. (HR. Muslim)
5) Saat Bergeraknya Pasukan dalam Jihad
Saat pasukan jihad fi sabilillah bergerak menuju arena pertempuran merupakan saat istimewa pengabulan doa oleh Allah SWT. Keistimewaan pada saat ini diberikan mengingat jihad fisabilillah merupakan hal yang funda¬mental, lantaran menyang-kut tegak dan berdirinya agama Allah Azza wa Jalla di bumi. Dalam surat Al-Anfal, Allah SWT bertirman:

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu. Sesungguhnya Aku akan men-datangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang ber¬turut-turut. (QS. Al-Anfal: 9)
Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan tentang pertolongan yang diberikan-Nya kepada kaum Muslim di Perang Badar, di mana pada saat itu kaum Muslim harus menghadapi orang-orang musyrik Quraisy yang jumlahnya jauh lebih banyak.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa doa disaat tersebut tidak akan ditolak oleh Allah Azza wa Jalla. Sabda beliau SAW:
ثنـتان لاتردان الدعاء عند النداء وعند البـأس وحين يلحم بعضهم بعضا. (رواه أبو داود)
Dua (saat) tidak akan ditolak, yaitu berdoa ketika seruan (adzan) dan ketika sengsara (teraniaya) serta ketika terjadi peperangan. (HR. Abu Dawud)
Dalam suatu kesempatan lain, Rasulullah SAW juga pernah bersabda:
أطلبوا استجابة الدعاء عند التـقاء الجيوش وإقامة الصلاة ونزول الغيـث. (رواه الشافعي فى الام)
Carilah oleh kalian (waktu) dikabulkannya doa, yaitu ketika berte-munya (dua)pasukan tentara (ber¬perang), ketika mendirikan salat dan ketika turun hujan. (HR. Syafi’i dalam Al-Ummu)
Itulah di antara waktu dan saat serta kondisi yang baik dan tepat untuk berdoa, agar doa yang dipanjatkan diperkenankan oleh Allah SWT. Meskipun demikian, ingatlah bahwa kapan dan di mana pun kita dianjurkan untuk memanjatkan doa dan zikir kepada Allah SWT.
4.4 TAWASUL DALAM BERDOA
Allah SWT adalah satu-satunya Dzat yang berhak dijadikan sebagai sasaran dan tumpuan dalam berdoa, sedang selain-Nya, apa dan siapa pun dia, tidak lebih dari sekedar hamba dan titah-Nya. Berdoa kepada selain Allah adalah sia-sia ka¬rena termasuk syirik yang otomatis merusak tauhid. Karena itu, dosa perbuatan syirik tidak terampuni sebagaimana dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu bagi orang yang Dia kehendaki. . (QS. An-Nisa: 48)
Doa sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah SAW adalah otak atau inti ibadah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan¬nya harus mengikuti petunjuk dan tuntunan syari’at. Di antara tuntunan Al-Quran dan Sunnah dalam berdoa ke¬pada Allah Azza wa Jalla ialah harus dilakukan secara langsung tanpa wasilah (perantara) dengan apa dan siapa pun. Ini dapat dilihat dari doa-doa dalam Al-Quran dan Hadis yang menggunakan kata: Rabbana, Rabbi, Allahuma... atau dengan menyebut salah satu dari “asma al-husna” atau si¬fat-sifat Allah lainnya yang sempurna.
Kalau toh mau bertawasul juga, harus sesuai dengan tuntun-an syari’at dan contoh yang telah ada. Yaitu bertawasul dengan perbuatan/amal saleh yang pernah diperbuatnya. Misalnya yang telah diperbuat oleh tiga orang yang ter¬jebak dalam sebuah goa. Ketika mereka berupaya untuk melepaskan diri dari jebakan batu besar yang menutupi pintu goa itu, masing-masing berdoa dengan tawasul amal saleh yang per¬nah mereka lakukan. Kisahnya diri-wayatkan Imam Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
Abdullah bin Umar bin Khathab menceritakan, katanya: Aku mendengarRasulullah SAW bersabda:
“Pernah terjadi dahulu kala, tiga orang dari kalangan gene-rasi sebelum kamu, mengadakan perjalanan. Di tengah per-jalanan, ketika malam tiba, mereka bermalam di sebuah goa. Tiba-tiba ketika mereka asyik istirahat di dalam, sebuah batu besar menggelinding dari atas bukit dan berhenti tepat menutup rapat mu¬lut goa itu. Tentu saja mereka tidak dapat keluar se¬belum menggeser batu sebesar itu, maka mereka pun mencoba menggunakan kekuatan batin, yaitu dengan memohon pertolongan Allah, karena tidak ada satu ke-kuatan pun yang dapat menyelamatkan mereka, selain kekuatan Allah Azza wa Jalla. Untuk itu, marilah kita me¬mohon pertolongan Allah dengan bertawasul dari amal-amal saleh yang pernah kita lakukan. Maka, mulailah salah seorang dari mereka tampil dan ber¬kata: “Ya Allah, dahulu selagi ayah bundaku masih hidup, saya selalu menyiapkan air susu untuk minuman mereka. Dan ini pasti saya kerjakan lebih dahulu sebelum saya memberikan untuk istri dan anak-anak begitu pula hamba sahayaku. Akan tetapi pada suatu hari, saya agak kejauhan dalam mencari rumput untuk ternakku, sehingga saya pun terlambat da¬tang dan kedua ayah bundaku telah tertidur. Lalu saya segera memeras susu sebagaimana biasa untuk kuhidangkan kepada keduanya. Karena keduanya telah tertidur dan saya segan untuk mem-bangunkan keduanya, maka saya pun tetap berdiri menung-gu sampai keduanya bangun. Sementara itu, anak-a¬nakku pun menangis di dekat kakiku. Saya tetap ber¬diri menunggu keduanya bangun. Fajar pun tiba dan keduanya terbangun, lalu saya hidangkan minuman susu itu kepada mereka. Ya Allah, jika perbuatanku ini benar-benar Engkau ridhai, Engkau terima sebagai amal saleh, maka dengan perantaraan amal terse¬but kami memohon pertolongan-Mu. Engkau berkenan menggeserkan batu besar yang menutupi kami. Maka atas kekuasaan-Nya, batu itu pun bergeser kendati belum cukup untuk jalan keluar bagi mereka.
Kini giliran orang kedua untuk tampil berdoa, ia pun berkata: “Ya Allah, saya pernah pernah jatuh cinta kepada seorang gadis anak pamanku. Karena begitu cintaku kepadanya, saya selalu merayu dan mengajaknya untuk melampiaskan nafsuku. Akan tetapi si gadis itu se¬lalu menolak ajakanku. Pada suatu ketika, ia mempu¬nyai kesulitan, jatuh miskin, sehingga datang meminta pertolongan kepadaku. Saya pun menolongnya, sa¬ya berikan kepadanya uang sejumlah seratus duapu¬luh dinar, dan ia berjanji kepadaku untuk menyerahkan kehormatannya nanti malam. Kemudian, di saat sa¬ya telah berada di antara kedua kakinya, tiba-tiba ia berkata: “Takutlah kepada Allah dan jangan eng¬kan rusak kehormatanku kecuali dengan jalan yang halal”, maka saya pun segera bangkit dan langsung meninggalkannya kendati nafsuku tetap meronta-¬ronta. Dan uang yang kuberikan kepadanya kuhalalkan, tidak saya minta kembali. Ya Allah, jika perbuatan saya itu Engkau ridhai, Engkau terima sebagai amal saleh, maka dengan amalan tersebut kami mohon perkenan-Mu untuk menghindarkan petaka yang se¬dang menimpa kami”. Atas kekuasaan-Nya, batu itupun bergeser lagi, kendati masih juga belum bisa untuk jalan keluar bagi mereka.
Tibalah giliran orang ketiga tampil, ia pun berkata: “Ya Allah, dahulu saya sebagai usahawan dan mem¬punyai sejumlah karyawan. Pada suatu hari, ketika saya hendak membayar gaji mereka, tiba-tiba salah seorang dari mereka tidak sabar menunggu, akhirnya ia pergi tanpa membawa gaji dan lama tidak kembali. Maka, gaji yang ditinggalkan itu saya kem-bangkan sampai berlipat ganda. Beberapa tahun kemudian karyawan itu datang kembali untuk meminta gajinya. “Ya Abdullah, mana gajiku dahulu? Jawabku: “Semua yang ada di hadapanmu ini, unta, sapi dan kambing, bahkan termasuk pengembalanya, adalah milikmu”. Orang itupun heran dan berkata: “Hai Abdullah, ja¬ngan engkau mengejek aku”. Saya pun menegaskan kembali: “Saya tidak mengejekmu. Ini semua memang kekayaanmu, dari gajimu yang telah ku-kembangkan”. Lalu ia pun mengambil semuanya tanpa ada sedikitpun yang tersisa. Ya Allah, jika perbuatanku ini benar¬-benar Engkau ridhai sebagai amal salehku, maka de¬ngan perantaraan amal itu kami memohon perkenan¬-Mu untuk menyelamatkan kami dari kesulitan yang menipa kami ini”. Batu besar itu pun, atas kekuasaan-Nya, bergeser lagi, sehingga cukup untuk jalan ke¬luar bagi mereka. Dan, mereka pun kemudian keluar dengan selamat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kisah menarik yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim ini, di samping menunjukkan betapa besar pengaruh amal saleh itu bagi diri seseorang, juga dapat dijadikan landasan atau dalil bahwa tawasul dengan amal saleh dalam berdoa kepada Allah SWT tidak terlarang.
Adapun contoh lain dari bentuk tawasul yang pernah terjadi di kalangan para sahabat, seperti disebutkan dalam riwayat Imam Bukhari, bahwa Umar ibn Khathab pernah berdoa:
“Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu biasa jika ditimpa kekeringan, kami bertawasul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, lalu Engkau menurunkan air (hujan) kepada kami, dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi-Mu, (yaitu Abbas ibn Abu Thalib), oleh karena itu turun-kanlah air (hujan) kepada kami...” (HR. Bukhari)
Riwayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat di kala Nabi SAW masih hidup, mereka dalam berdoa is¬tisqa (minta hujan) biasa bertawasul dengan beliau, tetapi setelah beliau wafat, mereka tidak lagi bertawasul dengan beliau. Ini artinya bertawasul dengan orang yang sudah meninggal dunia, tidak pernah dila-kukan oleh para sahabat. Sekiranya boleh dilakukan, tentu mereka akan tetap bertawasul dengan Rasulullah SAW yang derajat dan kedu¬dukannya lebih tinggi dari siapa pun. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tawasul mereka itu bukan dengan cara menga-takan, “biwajhikalkarim” (dengan dirimu yang mulia), tetapi Rasulullah SAW diminta untuk turut berdoa bersama-sama atau beliau SAW diminta untuk memanjatkan doa yang mereka minta.
Jadi, berdasarkan dua riwayat di atas, kita memperoleh pelajaran sebagai pedoman bahwa bertawasul dalam berdoa, bisa dilakukan dengan menyebut amal-amal saleh dan boleh juga dengan meminta kepada orang tertentu yang kita nilai mempunyai kelebihan untuk turut berdoa ber¬sama-sama. Lebih dari itu, diri-wayatkan bahwa kaya dan banyak hartanya seseorang itu tidak terlepas dari bantuan (doa) orang-orang lemah yang dikasihinya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
هل تنصرون وترزقون إلا بضعفائكم. (رواه البخاري)
Tiadalah kamu memperoleh kemenangan dan rezeki, melainkan karena bantuan orang-orang yang lebih rendah dari kamu (orang-orang lemah). (HR. Bu¬khari)
Hal ini juga ditunjukkan bahwasanya Nabi SAW minta didoakan oleh Umar bin Khathab, sebagaimana di¬ceritakan Abu Dawud dan Tirmidzi, dari Umar RA, kata¬nya:
استأذنت رسول الله صلى الله عليه وسلم فى العمرة فأذن لى وقال لا تنسـنا يا أخى من دعائك فقال عمر كلمة ما يسرني أن لى بها الدنيا. (رواه أبوداود و الترمذى)
Saya minta izin Rasulullah SAW untuk melakukan umrah Maka beliau mengizinkanku seraya bersabda “Jangan lupakan aku (kami) di saat engkau berdoa, ya akhi (saudaraka)”. Mendengar itu Umar bin Khathab berkata: “Sesungguhnya itu merupakan perkataan yang menggembirakanku seolah-olah aku memiliki dunia seluruh-nya”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
4.5 AMAL-AMAL YANG MENDASARI TERKABULNYA DOA
Secara umum, kunci dikabulkannya doa seorang hamba (manusia) adalah takwa kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar takwa. Takwa ini merupakan kunci mendapat kelapangan dan kebahagiaan sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dan arah yang tiada disangka-sangka, dan barangsia bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya. (QS. At-Thalak: 2)

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan (jalan keluar). (QS. An-Naba: 31)
Masih banyak ayat-ayat lain yang mengisaratkan bahwa takwa merupakan sifat dan syarat dikabulkannya segala doa (permintaan) kepada Allah SWT.
Takwa adalah sifat melekat pada seorang insan yang telah komitmen dengan tiga tahapan kriteria hamba Allah yang tunduk kepada-Nya, yaitu islam, iman dan ihsan. Apabila seorang hamba Allah telah komitmen dengan Islam maka ia sebagai muslim. Apabila ia komitmen dengan iman maka ia seorang mukmin, dan lalu ia komit dengan perbuatan ihsan sehingga ia muhsin (senantiasa berbuat kebaikan) maka itulah seorang mutaqin (orang yang bertakwa kepada Allah SWT).
Islam adalah berserah diri kepada kekuasaan Allah SWT dengan komitmen terhadap rukunnya yang lima, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji. Iman adalah yakin dan percaya terhadap kemahaesaan Sang Pencipta, yaitu komitmen terhadap enam rukunnya; percaya akan Allah SWT sebagai tuhan alam semesta, percaya adanya malaikat Allah, kitab suci Allah, para rasul (utusan) Allah, hari kiamat (akhirat), qadha dan qadar. Ihsan adalah menyembah (ibadah) kepada Allah SWT seakan-akan melihat Dzat-Nya dan bila tidak melihatnya maka yakin bahwa Allah itu melihat dia. Jadi, ihsan ini merupakan sikap aplikatif dari Islam dan iman yang diliputi akhlakul karimah. Maka seorang muslim sejati itu tidak hanya menggunakan panca indera, tetapi juga menggunakan hati dan perasaan (dhamir/matabatin).
Namun demikian, untuk mencapai derajat takwa (mutaqin) ini memerlukan kesungguhan lantaran tidak sedikit permasalahan yang harus digeluti. Di antara permasalahan (amal perbuatan) yang mendekatkan kepada takwa dan melandasi pengkabulan doa kepada Allah SWT adalah:
a. Niat Ikhlas dalam Segala Aspek Kehidupan
Niat adalah kehendak hati, sedangkan ikhlas adalah murni dan bebas dan hal-hal duniawi (tanpa pamrih). Niat ikhlas berarti kehendak hati yang murni ditujukan hanya untuk Allah semata. Masalah niat ini Allah SWT berfirman:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. Al-Bayyinah: 5)
Firman Allah SWT ini memerintahkan manusia untuk menyembah Allah SWT dengan ikhlas dalam menjalankan agama untuk Dia semata di mana Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya:

Sesungguhnya segala amal perbuatan itu bergantung pada niat dan sesungguhnya setiap orang itu akan diberi balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitu pentingnya niat ini, para ulama mengategorikannya sebagai rukun pertama dalam semua ibadat. Bahkan untuk membedakan antara ibadat dan adat adalah niat. Suatu perbuatan adat namun diniatkan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW serta tidak bertentangan dengan syariat Allah Azza wa Jalla, ia dapat berubah menjadi amal ibadat yang berpahala.
Niat erat sekali hubungannya dengan ikhlas dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Seseorang hendak memberikan sedekah namun untuk dipuji orang, maka pemberiannya itu tidak dibarengi dengan ikhlas tetapi riya, karena kategori ikhlas ini adalah kondisi hati yang rela berbuat (tanpa pamrih) lantaran mengharap ridha Allah semata. Jadi, dalam segala aspek kehidupan, baik perkataan maupun perbuatan hendaknya dilaksanakan dengan niat ikhlas untuk Allah semata, niscaya Allah pun memperhatikan kita. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidap pula kepada bentuk tubuh kalian, tetapi Dia melihat kepada (niat) hati kalian. (HR. Muslim)
Demikian pula dalam berdoa dan mohon pertolongan dari Allah SWT hendaknya dilakukan dengan ikhlas kepada-Nya semata dan bukan untuk dipuji orang. Ikhlas di sini dalam arti hanya Allah SWT yang dimintai dan pelaksanaan doa tersebut dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya, lantaran berdoa merupakan ibadah. Di samping itu, berdoa juga hendaknya diniatkan untuk bersyukur kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya. Karena itu, janganlah berdoa di saat kepepet atau ketika mendapat bencana saja, tetapi berdoalah di saat sempit dan di saat lapang.
b. Selalu Menjauhi Perbuatan Maksiat
Maksiat secara umum berarti tidak taat atau durhaka. Sedangkan maksiat kepada Allah SWT maksudnya tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan tidak mengindahkan larangan-Nya. Dengan demikian, maksiat dalam istilah agama (syariat) adalah pelanggaran terhadap perintah dan larangan Allah SWT. Oleh sebab itu pulalah dalam kehidu¬pan kita sehari-hari terkadang maksiat ini hanya ditujukan terhadap perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama atau hal-hal yang dilarang oleh Allah. Apabila seseorang mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT maka ia telah berbuat maksiat kepada-Nya, seperti melakukan perzinaan, perjudian, miras, dan sebagainya.
Perbuatan maksiat ini balasannya sangat pedih. Allah SWT mengancam orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya dan kepada Rasulullah SAW dengan firman-Nya:

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya niscaya Allah memasukannya ke dalam api neraka sedangkan ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An-Nisa: 14)
Dalam surat Al-Ahzab 36 Allah SWT juga berfirman:

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)
Orang yang durhaka (maksiat) kepada Allah dan rasul-Nya pada ayat pertama akan dimasukan ke dalam api neraka dan mendapat siksa yang hina. Sedangkan dalam ayat kedua dianggap telah sesat sama sekali. Orang yang sesat berarti tidak mendapat petunjuk dari Allah SWT dan orang yang dimasukan ke dalam neraka adalah orang durhaka kepada-Nya. Akankah orang-orang seperti ini mendapat perkenan doanya di sisi Allah? Akankah ia mendapat pertolongan Allah?
Ingatlah dan camkanlah hadis qudsi di bawah ini. Allah SWT berfirman:

Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah menyempurnakan nikmat-Ku untukmu dan Aku telah mengutus kepadamu para rasul yang mulia agar kamu mengetahui syariat-Ku. Akan tetapi, mengapa kamu sekalian berpaling dariku padahal Aku Maha Kaya dan Maha Mulia? Maka demi kemuliaan dan kekuasaan-Ku, seandainya kamu sekalian menaati perintah-Ku niscaya Aku tolong kamu atas musuh-musuhmu. Apabila kamu sekalian meminta pertolongan kepada-Ku diwaktu kesempitan niscaya Aku menolong kalian. Dan apabila kamu sekalian meminta kepada-Ku, Aku dekat dengan kalian dan memperkenankan permintaan (doa) kamu sekalian. Akan tetapi, kalian telah bermaksiat (durhaka) kepada-Ku maka Aku pun berpaling dari kalian sehingga kamu sekalian terjerumus ke lembah kehinaan dan siksa yang menghinakan.
c. Suka Berbuat Amar Makruf Nahi Munkar
Salah satu ciri iman kepada Allah SWT adalah senantiasa mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah perbuatan munkar. Dalam bahasa sehari-hari perbuatan demikian ini disebut dakwah. Dakwah adalah perbuatan mulia lantaran ia merupakan pekerjaan para nabi dan rasul. Sebagai muslim, kita diwajibkan beramar makruf nahi munkar walau hanya sebatas terhadap kerabat terdekat. Allah SWT berfirman:

Dan jadilah sebagian di antara kamu (orang-orang) yang mengajak kepada kebaikan, menganjurkan kebaikan dan mencegah yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (Allah). (QS. Luqman: 17)


Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ia harus mengubah dengan tangannya, bila tidak dapat maka dengan mulut (lisan), apabila tidak dapat juga maka dengan hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
Mengubah kemunkaran dengan tangan maksudnya dengan kekuasaan dan mengubah dengan lisan adalah memberi nasihat dan petuah, sedangkan mmengubah kemunkaran dengan hati adalah hati merasa benci dan tidak suka terhadap kemunkaran itu.
Masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang keharusan amar makruf nahi munkar ini seperti dalam surat Ali lmran 110, Al-A‘raf 199, At-Taubah 71, Al-Maidah 78-79, dan Al-Kahfi 29.
Orang yang suka beramar makruf nahi munkar berarti ia mengikuti jejak para nabi dan rasul serta para Salafussaleh. Apabila demikian halnya maka Allah SWT niscaya akan mencintainya. Apabila Allah SWT telah cinta maka apa pun akan diberikannya.
Selain itu, dalam salah satur iwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pun menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar ini akan menghalangi Allah SWT menurunkan siksa (bencana/musibah) dan sebagai sebab dikabulkannya doa. Sabda beliau:


Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah kemunkaran, atau kalau tidak (melakukan amar makruf nahi munkar), pasti Allah akan menurunkan siksa (bencana) kepadamu kemudian kamu berdoa kepada-Nya, maka tidak diterima doa itu dari kamu. (HR. Tirmizi)
d. Tidak Menyekutukan Allah SWT
Syirik adalah perbuatan menduakan Tuhan dengan yang lain dalam ibadah dan berdoa. Syirik ini terbagi dua bagian yaitu syirik besar dan syirik kecil. Syirik kecil adalah riya, yaitu menampakkan suatu ibadah agar dipuji orang. Tentang hal ini, Allah SWT berfirman:

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhanya. (QS. Al-Kahfi: 110)
Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah menyatakan dalam sabdanya:

Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil. Beliau ditanya tentang syirik itu, maka jawabnya adalah riya. (HR. Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi)
Adapun syirik besar adalah syirik yang mengeluarkan pelakunya dari agama yakni menjadikan sesembahan lain selain Allah SWT. Syirik ini merupakan dosa besar yang membuat pelakunya masuk neraka. Besarnya dosa berbuat syirik besar ini tidak ada bandingannya karena tiada termaafkan. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dan (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa: 48)
Orang yang berdosa besar berarti ia dimurkai oleh Allah SWT. Karena itu, pantaslah dia mendapat pertolongan dari Allah? Atau akankah Allah SWT mengabulkan doa orang yang berbuat dosa kepada-Nya?
Untuk itulah, orang yang ingin doanya dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla tidak boleh berbuat syirik, tetapi sebaliknya harus mengesakan Allah sepenuh hati dan yakin bahwa Allah itu tidak ada yang membandingi-Nya. Sebab doa itu adalah murni hak Allah SWT, tidak boleh dipanjatkan kepada selain-Nya. Oleh sebab itu, ikrar kita hendaklah selalu:

Katakanlah: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). (QS. Al-An'am: 162-163)
e. Rendah Hati dan Berkata Baik Walau Dicela
Senantiasa berkata baik (benar) merupakan identitas jatidiri seorang mukmin sejati. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

Dan hamba-hamba Tuhan yang maha penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS. Al-Furqan: 63)
Sebagai mukmin sejati tentu senantiasa berkata baik karena hal itu merupakan perintah dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

Dan berkatalah kepada manusia itu dengan perkataan yang baik. (QS. Al-Baqarah: 83)
Rasulullah SAW juga mengajarkan dan membe-ritahukan bahwa orang muslim yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, ia senantiasa berkata baik atau diam. Sabda beliau:

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah ia berkata baik atau diam. (HR. Mutafaq Alaih)
Demikian pula sikap rendah hati merupakan salah satu ciri mukmin sejati sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas dan Allah SWT memang tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dia berfirman:

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS. Al-Isra: 37)
Rasulullah SAW juga bersabda:

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walau seberat atom kecil. (HR. Muslim)

Maukah kalian aku beritahukan siapa penghuni neraka itu? Ia adalah setiap orang yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Mutafaq Alaih)
Kalaulah orang sombong ini tidak akan dimasukan ke dalam sorga, maka hal itu menunjukkan bahwa ia tidak disukai oleh Allah SWT. Bila kondisinya demikian, maka akankah doa yang mereka panjatkan itu diterima/ dikabulkan?
f. Bersikap Sabar dalam Menghadapi Suatu Bencana/Musibah
Sabar adalah sikap terpuji yang keberadaannya dalam diri seorang Muslim sebagai suatu keharusan lantaran sabar ini merupakan kunci sukses memperoleh rihda Allah SWT. Firman Allah:

Sungguh orang-orang yang sabar itu akan dibayar pahalanya dengan tiada batas hitungan. (QS. Az-Zumar: 10)
Karena itulah dalam ayat lain Allah SWT menyuruh kita agar menjadikan sikap sabar dan salat sebagai sarana minta pertolongan kepada-Nya. Yaitu kesabaran menahan hawa nafsu dalam mencapai suatu cita-cita dan kesabaran dalam mengusahakan berbagai jalan ikhtiar demi mencapai harapan tersebut di samping melakukan salat meminta kepada Allah untuk terlaksananya harapan itu. Firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman: Pergunakanlah kesabaran dan salat untuk mencapai tujuanmu. Sesungguhnya Allah selalu membantu orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153)
Sabar adalah kunci sukses memperoleh ridha Allah SWT sebab sabar ini merupakan kunci dan jembatan dalam melewati ujian dan cobaan yang merupakan tolok ukur keimanan kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

Dan Kami (Allah) pasti akan menguji kamu hingga nyata dan terbukti mana yang pejuang (mujahid) dan mana yang sabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu. (QS. Muhammad: 31)
Memiliki sikap sabar tidaklah gampang, tetapi kesabaran itu harus dilatih secara terus-menerus. Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa berlatih kesabaran maka Allah akan menyabarkannya (menjadikan dia orang yang memiliki sikap sabar). Dan tiada orang yang mendapat karunia Allah yang lebih baik atau lebih luas/banyak daripada karunia kesabaran. (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikianlah keutamaan sikap sabar dan pahala kesabaran yang tidak terhitung. Tanpa meminta, orang sabar akan diberi pertolongan oleh Allah SWT maka apalagi kalau dia meminta kepada-Nya.
g. Menjauhkan Diri dari Makan dan Minum Sesuatu yang Haram
Menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang haram merupakan prasarat dikabulkannya doa. Allah SWT berfirman:

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil. (QS. Al-Baqarah: 188)
Demikian pula, Allah SWT melarang dan mengharamkan harta riba. Firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta riba dengan berlipat ganda. (QS. Ali Imran: 130)
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani dan Ibnu Abbas RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW saat dibacakan firman Allah; “Wahai sekalian manusia, makanlah apa-apa yang ada di bumi yang halal lagi baik” (QS. Al-Baqarah: 168), Saad bin Abi Waqash berkata: ”Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar saya dijadikan orang yang mustajab dalam berdoa”. Mendengar permintaan Saad ini, Rasulullah SAW berkata kepadanya:

Wahai Saad, perbaguslah makananmu pasti dikabulkan doamu. Demi Zat yang menguasai Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang memasukan makanan haram pada perutnya, ia tidak akan diterima amal perbuatannya selama empat puluh hari. Demikian pula daging seorang hamba yang berasal dari makanan yang haram, api nerakalah yang lebih layak baginya. (HR. Thabrani)
Imam Muslim juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana memerintahkan kepada para rasul-Nya, dengan firman-Nya: ”Wahai para utusan Allah, makanlah kamu sekalian dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu”. Kemudian Nabi SAW menyebutkan seseorang yang jauh bepergian dengan rambut kusut, badan kotor sambil menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa; ”Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku, tetapi makanannya haram, minumannya haram, maka bagaimana Allah akan mengabulkan doanya?”. (HR. Muslim)
Mencermati sabda Rasulullah SAW di atas diketahui bahwa makanan dan minuman yang haram merupakan penghambat dikabulkannya doa. Karena itu, jauhkanlah makanan dan minuman yang haram, baik itu haram sifatiyah seperti harta hasil korupsi, mencuri, dan menipu maupun haram zatiyah seperti daging babi, anjing, bangkai, dan miras. Sebaliknya, konsumsilah makanan dan minuman yang halal lagi baik sebagaimana perintah Allah SWT dalam firman-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, makanlah kamu sekalian dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika hanya kepada-Nya kamu menyembah. (QS. Al-Baqarah: 172)
h. Senantiasa Berdoa dalam Segala Situasi
Berdoa tidak boleh dibatasi momentnya, tetapi kapan dan dimana pun hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah SWT. Kita tidak boleh berdoa hanya ketika kepepet kebutuhan atau sedang mendapat musibah, tetapi disaat lapang dan senang pun kita harus berdoa. Sebab doa di samping untuk minta rahmat Allah SWT dan tolak bala, ia juga sebagai manifestasi rasa syukur dan sarana mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla seperti telah dijelaskan pada pasal fungsi doa di atas.
Berdoa di waktu lapang dan mendapat kesenangan adalah salah satu sebab dikabulkannya doa disaat sempit dan mendapat kesusahan. Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa yang berkeinginan dikabulkannya doa oleh Allah di waktu mendapat kesempitan makan perbanyaklah berdoa di waktu lapang”. (HR. Tirmizi)
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda:

Seorang hamba akan mengetahui rahasia-rahasia dunia dan akhirat apabila telah melaksanakan tiga perkara, yaitu sabar di saat mendapat bencana (musibah), ridha terhadap ketentuan Allah, dan berdoa di waktu lapang. (HR. Abu Syekh)
Jadi, berdoalah baik di saat lapang maupun di saat mendapat kesempitan. Jadikanlah berdoa sebagai ibadah rutin dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan bersyukur atas rahmat dan karunia-Nya.
4.6 ORANG-ORANG YANG DIKABULKAN DOANYA
Pengkabulan doa yang kita panjatkan adalah hak pe¬nuh atau wewenang Allah SWT semata. Kita tidak bisa memaksakan dan tidak berhak memastikan bahwa doa kita atau doa si fulan itu akan dikabulkan. Allah-lah Yang Maha Mengetahui, Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana, yang apabila Dia menghendaki, maka dikabulkan-Nya doa itu dan bila tidak menghendaki, maka dibiarkannya sia-sia. Namun de¬mikian, kita tidak boleh berdoa asal-asalan, tetapi harus yakin bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa kita dan memberikan pertolongan sesuai dengan janji-Nya, asalkan kita be¬nar-benar beriman kepada-Nya. Karena itu, cara dan sikap bagaimana seharusnya kita berdoa sangat penting untuk diperhatikan.
Meskipun terkabul atau tidaknya doa itu merupakan perkara gaib, artinya hanya Allah SWT yang mengetahui kepastian¬nya, tetapi ada sebagian orang yang mendapat keisti¬mewaan dan doanya lebih dekat terkabul. Golongan manusia yang demikian ini di antaranya:
1) Orang yang bertakwa kepada Allah dan selalu berbuat kebaikan
Adalah pantas bila mereka yang termasuk ke dalam golongan ini mendapat keistimewaan, sebab mereka memang konsek¬uen dan taat serta tunduk kepada perintah Allah SWT hingga termasuk mukmin sejati. Kepada mereka inilah sebenarnya tertuju janji Allah SWT tentang pemberian pertolongan, seperti dijelaskan dalam firman-Nya:

Dan Kami selala berkewajiban menolong orang¬-orang yang beriman. (QS. Ar-Rum: 47)
Kita sebagai manusia akan merasa rela memberi sesuatu kepada orang yang berbaik hati kepada kita. Allah SWT pun demikian, apabila manusia itu beriman dan melaksanakan segala perintah serta menjauhi larangan-Nya, maka Dia akan memberikan balasan yang setimpal. Allah SWT menjanjikan hal ini bagi hamba-Nya yang benar-benar beriman dan bertakwa sebagaimana firman-Nya:

Dan kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan ke¬pada mereka banyak berkah dari langit dan bumi. (QS. Al-A’raf: 96)
Masih banyak ayat lain yang menjelaskan balasan Allah SWT terhadap orang yang beriman, bertakwa, dan berbuat ihsan.
Adapun pentingnya takwa dalam upaya memperoleh pertolongan dan perkenan doa dari Allah, dikisahkan bahwasanya seorang sufi, Ibrahim bin Adam, ketika berjalan di pasar Basrah, didatangi orang-orang yang bertanya ke¬padanya tentang firman Allah, “Berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku perkenankan doamu” (QS. Al-Mukmin: 60). Mereka berkata: “Kami senantiasa berdoa kepa¬da-Nya namun Dia tidak memperkenankan doa kami”. Maka Ibrahim bin Adam menjawab: “Hatimu telah mati, kamu telah tahu Allah itu ada, tetapi kamu tidak melasanakan hak-Nya. Kamu telah membaca kitab Allah, tetapi kamu tidak mengamalkan apa yang ada padanya. Kamu telah mengetahui bahwa iblis itu musuhmu, tetapi kamu masih meng¬ikutinya. Kamu mengakui cinta kepada Rasulullah, tetapi me¬ninggalkan jejak dan sunnahnya. Kamu mengakui/ingin masuk surga, tetapi kamu belum beramal untuknya. Kamu mengakui takut neraka, tetapi kamu belum berhenti berbuat dosa. Kamu mengakui bahwa mati itu benar ditemui, tetapi kamu belum bersiap untuk menghadapinya. Kamu suka mencari-cari cacat orang lain, tetapi kamu menyembunyikan cacat dirimu sendiri. Kamu makan re¬zeki dari Allah, tetapi kamu tidak mau berterima kasih ke¬pada-Nya. Kamu menguburkan orang-orang mati, tetapi kamu tidak mau mengambil ibarat (pelajaran) darinya”.
2) Orang yang selala memuji Allah serta rajin salat malam
Orang seperti ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW akan dikabul¬kan doanya, sebagaimana sabdanya:

Barangsiapa tidak tidur malam kemudian berkata: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa ti¬dak mempunyai sekutu, yang menguasai kerajaan langit dan bumi, Yang memiliki puja dan puji dan Dia Maha Kuasa menentukan atas segala sesuatu. Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya dan tiada Tuhan melainkan Dia. Allah Maha Besar; tidak ada kekuatan apapun dan tidak pula daya, kecuali kalau Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung memberi”. Kemudian ia melanjutkan dengan berkata: “Ya Al¬lah, ampunilah aku”, maka Allah bakal mengampuni¬nya dan atau kalau ia berdoa akan dikabulkan, asal dia kemudian berwudhu dan melakukan salat serta salatnya diterima. (HR. Bukhari)
Dalam hadis ini, orang yang tidak banyak tidur lantaran suka berzikir kepada Allah SWT dengan kalimah-kalimah tayyibah seperti disebutkan dalam hadis akan mendapat keistimewaan diperkenankan doanya yang dipanjatkan kepada Allah SWT. Demikian pula orang yang suka salat malam demi mengharap ridha Allah SWT. Doa yang dipanjatkan di tengah malam akan mendapat perkenan Allah Azza wa Jalla sebagaimana telah disebutkan di pembahasan terdahulu.
3) Orang yang sedang berpuasa
Orang yang sedang berpuasa mendapat keistimewaan akan terkabul doanya, sebagaimana dinyatakan Rasulullah SAW dalam sabdanya:

Orang yang berpuasa itu doanya tidak akan ditolak. (HR. Tirmidzi)
Berpuasa di sini terutama puasa bulan Ramadhan di mana Allah SWT menurunkan banyak rahmat dan berkah, bahkan tidurnya orang yang berpuasa pada bulan ini pun diberi pahala setimpal dengan ibadah. Hal ini tidak lain karena orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh mencari ridha Allah dan dengan idealisme, akan kuat menahan segala ajakan hawa nafsu angkara murka yang akan mencelakakan dan menjauhkan manusia dari Tuhan. Hati dan jiwanya bersih dari noda-noda dan pikiran yang menyeleweng, hatinya akan selalu memuja dan memuji Yang Maha Kuasa. Karena itu, balasan bagi orang yang berbuat demikian adalah mendapat apa yang dicari dan dikejarnya. Allah SWT akan meridhai dan memenuhi apa yang dimintanya karena ia dekat dengan Allah SWT.
4) Orang yang teraniaya
Mereka yang termasuk golongan ini di antaranya orang yang disakiti hatinya atau tubuhnya dengan tanpa suatu kesalahan, orang yang diterlantarkan, dikhianati, difitnah, dihina, dibenci, dan sebagainya.
Orang seperti demikian ini, apabila dengan ikhlas dan sabar menyerahkan persoalannya kepada Allah SWT, ia akan mendapat pahala dan Allah-lah yang akan membalas kezaliman orang-orang yang dilakukan terhadapnya. Apabila ia dengan kesungguhan hati memohon kepada Allah SWT agar menurunkan bencana terhadap orang yang menganiayanya, Allah SWT pun akan mengabulkannya. Keistimewaan ini ditegaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya:

Takutlah kalian dari doanya orang yang teraniaya, sebab sesungguhnya tak ada sesuatu yang mengha¬langi antara dia dengan Allah (maksudnya doanya akan langsung dikabulkan). (HR. Ahmad dan Abu Ya‘la)
Contoh yang jelas adalah apa yang dialami Rasulullah SAW ketika beliau berada di Thaif. Di sana beliau dilempari batu oleh orang-orang Thaif. Ketika itu, Allah SWT mengutus Jibril AS untuk menanyakan kepada Nabi SAW, bila beliau kehendaki membalas perbuatan orang-orang kafir itu, Allah SWT akan menghimpit mereka dengan gunung. Namun Rasulullah SAW tidak menghendaki hal itu, tetapi malah men¬doakan agar mereka dibukakan hati dan mendapat petunjuk Allah. Itulah kebesaran jiwa Rasulullah SAW yang bendaknya kita ikuti dan kita teladani. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik. (QS. Al-Ahzab: 21)
Kisah Rasulullah SAW di Thaif ini menunjukkan bahwa Allah SWT mencintai orang-orang yang beriman dan siap mengabulkan doanya. Terlebih lagi apabila orang-orang yang beriman itu sedang dalam keadaan teraniaya (dizalimi). Bahkan, ada riwayat yang menyatakan bahwa dikabulkannya doa orang yang teraniaya itu tidak dibatasi agama. Artinya, orang kafir sekalipun apabila ia teraniaya dan berdoa maka doanya tetap diijabah, Rasulullah SAW bersabda: ”Doa orang yang dizalimi (mazlum) itu dikalulkan oleh Allah walaupun ia itu kafir, karena kekafirannya itu adalah untuk dirinya sendiri. (HR. Ahmad)
5) Orang yang bepergian dan orang tua terhadap anak
Orang yang sedang dalam bepergian (musafir) bukan untuk maksiat, mendapat keistimewa¬an doanya diijabah, sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
Tiga macam doa yang tidak diragukan lagi akan dikabulkan Allah. Yaitu doanya orang yang teraniaya; doanya orang yang sedang bepergian; dan doa orang tua atas anaknya (dalam artian yang jelek). (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Tidaklah seorang Muslim berdoa sesuatu doa yang bukan untuk dosa dan memutuskan silaturahmi, me¬lainkan Allah mengabulkan doa tersebut. (HR. Ahmad)
Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa safar (perjalanan) yang dilakukan itu bukan untuk maksiat kepada Allah SWT, tetapi sebaliknya untuk menegakkan agama Allah, mencari keridhaan-Nya, dan mencari kehidupan untuk diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Itulah di antara orang-orang yang mendapat keistime¬waan dalam berdoa, yakni doa mereka ini akan cepat dan dekat terkabulnya. Namun demikian, meskipun kita sudah termasuk kepada kelompok ini tetapi doa kita belum terka¬bulkan, kita tidak boleh cemas karena Allah Maha Tahu dan Maha Pengasih kepada hamba-Nya yang beriman dan bertawakal. Oleh sebab itu, tugas kita adalah memupuk keimanan kita yang benar kepada Allah SWT dan bersabar serta bertawakal dalam menghadapi ujian hidup, sebab dibalik ujian dan cobaan itu terdapat hikmah yang besar.
4.7 TEMPO DAN WAKTU PENGKABULAN DOA
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Allah SWT menyatakan akan mengabulkan doa hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang memohon dikala ia berdoa kepada-Ku. (QS. Al-Baqarah: 186)
Meskipun demikian, terkadang kita menyaksikan dan mengalami bahwa doa kita secara kasat mata tidak dikabulkan. Betulkah demikian? Apakah Allah SWT menyalahi janji-Nya? Tidak, Allah Maha Kuasa mengabulkan doa hamba-Nya dan Dia tidak akan mengingkari janji-Nya. Kalau demikian, bagaimanakah kondisi doa yang banyak kita panjatkan?
Kita sebagai hamba Allah SWT yang beriman kepada-Nya harus yakin bahwa doa yang kita panjatkan akan dikabulkan oleh Allah SWT. Hanya saja, kita juga harus mengetahui bahwa pengabulan doa itu memiliki tempo dan waktu sesuai dengan kehendak dan izin Allah yang Maha Kuasa.
Bila kita teliti dan kita cermati hadis-hadis Rasulullah SAW akan diketahui pesan beliau bahwa Allah SWT dalam mengabulkan doa hamba-Nya bervariasi dan segi waktu dan bentuk pengabulannya. Variasi waktu dan bentuk pengabulan doa ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

Tidaklah seorang muslim pun yang berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan tidak mengandung pemutusan hubungan silaturahim (keluarga) melainkan Allah akan mengabulkannya dengan salah satu tiga hal. Adakalanya disegerakan pengabulannya; adakalanya disimpan untuknya kelak di akhirat; adakalanya orang tersebut diselamatkan dari kejahatan yang sebanding dengannya. Para sahabat berkata: ”Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa”. Sabda Nabi SAW: ”Allah menerima (dan mengabulkan) doa lebih banyak lagi”. (HR. Tirmizi dan Ahmad)
Dari hadis Rasulullah SAW di atas dapat kita rincikan kondisi doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT sebagai berikut:
1. Dikabulakan dengan segera sewaktu di dunia (untuk permintaan urusan dunia) dan dikabulakan kelak di hari akhirat (untuk permintaan urusan akhirat).
2. Ditunda pengabulannya sebagai simpanan yang diambil kelak di akhirat.
Sedangkan variasi bentuk pengkabulan doa oleh Allah SWT adalah sebagai berikut
1. Dikabulkan sesuai dengan apa yang diminta.
2. Diganti dengan penyelamatan (diselamatkan) dari marabahaya.
3. Diganti dengan ampunan dosa dan limpahan rahmat (pahala) di hari kiamat.
Dengan demikian, jelas semua doa dikabulkan oleh Allah SWT sesuai dengan janji-Nya. Hanya saja, pengkabulannya itu bervariasi sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan Allah yang Maha Kuasa. Untuk itu, sebagai hamba Allah, mari kita perbanyak doa kita kepada-Nya. Dengan ini pula bahwa fungsi doa sebagai manifestasi rasa syukur, sarana pendekatan diri kepada Allah, permohonan rahmat karunia, dan pencegahan marabahaya bukanlah hal yang diada-ada, tetapi memang demikian seharusnya.










BAB LIMA
ASMA AL-HUSNA DAN
CONTOH MENYUSUN SUATU DOA


5.1 Rincian Adab dan Waktu Berdoa yang Diijabah
Pembahasan ini merupakan simpulan dari uraian panjang pada bab—bab terdahulu tentang waktu-waktu istimewa untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT. Point-point dalam pembahasan ini penulis kutip dari buku Ad-Du'a Min Al-Kitab wa As-Sunnah karya Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy.
a. Adab berdoa dan sebab-sebab doa diijabah
Di antara adab dan sebab-sebab doa mendapat perkenan dari Allah SWT secara ringkas sebagai berikut:
1. Berdoa dengan ikhlas karena Allah SWT semata.
2. Memulai berdoa dengan membaca hamdalah, menyanjung Allah, membaca salawat atas Nabi SAW dan menutup doa juga dengan salawat.
3. Bersemangat dan merasa yakin doa akan diijabah.
4. Mengulang-ulang ungkapan doa dan tidak tergesa-gesa minta diijabah.
5. Menghadirkan hati (konsentrasi/khusyu) dalam berdoa.
6. Senantiasa berdoa disaat lapang dan saat mendapat kesempitan.
7. Minta (berdoa) hanya kepada Allah SWT semata.
8. Merendahkan suara dalam berdoa antara nyaring dan tidak (sedang-sedang saja).
9. Mengakui dosa dan mohon ampunannya, mengakui nikmat Allah dan bersyukur kepada-Nya.
10. Tidak mengada-ada sajak (berlebihan dalam ungkapan sehingga doa tidak jelas) dalam berdoa.
11. Khusyu, merintih, penuh harap dan merasa cemas dalam berdoa.
12. Menghindari berbuat zalim disertai bertaubat.
13. Mengulang bacaan doa sebanyak tiga kali.
14. Berdoa dengan menghadap kiblat.
15. Mengangkat tangan dalam berdoa.
16. Berwudhu sebelum berdoa bila tidak menyulitkan.
17. Tidak berlebih-lebihan dalam berdoa.
18. Memulai doa untuk diri sendiri bila ingin berdoa untuk orang lain.
19. Berwasilah dalam berdoa dengan Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi atau dengan amal saleh yang pernah dilakukan atau dengan doa orang saleh yang masih hidup dan hadir saat berdoa.
20. Makanan dan minuman serta pakaian harus halal.
21. Tidak berdoa untuk berbuat dosa (maksiat) dan atau untuk memutus hubungan silaturahim.
22. Menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar (berbuat amar makruf nahi munkar).
23. Senantiasa menjauhi maksiat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
b. Waktu, Situasi, Tempat Berdoa yang Diijabah
1. Lailatulqadar.
2. Tengah malam akhir.
3. Sesaat setelah shalat wajib.
4. Antara adzan dan iqamat.
5. Ketika berkumandang seruan shalat wajib.
6. Ketika turun hujan.
7. Ketika pasukan siap berperang fisabilillah.
8. Hari Jumat (saat shalat dan khutbah).
9. Saat minum air zamzam dengan niat yang benar.
10. Saat sujud dalam shalat.
11. Ketika bangun tidur tengah malam lalu berdoa dengan doa yang ma'tsur.
12. Jaga dari tidur malam yang bersuci sebelumnya.
13. Ketika membaca Laa ilaaha illa anta subhaanaka inniiy kuntu minadzalimiin.
14. Mendoakan orang setelah kematian seseorang.
15. Berdoa setelah memuji Allah dan salawat atas Nabi pada tasyahud akhir dalam shalat.
16. Saat berdoa dengan menggunakan nama Allah yang agung (asmaul husna).
17. Mendoakan seorang muslim yang jauh (gaib).
18. Hari Arafah di Arafah.
19. Bulan Ramadhan.
20. Ketika berkumpul jamaah di majelis zikir.
21. Ketika mendapat musibah dan berdoa Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un. Allahumma' jurniy fii musiibatiy wakhluf liy khairan minha.
22. Saat hati menghadap Allah dengan ikhlas.
23. Ketika dizalimi terhadap orang yang menzalimi.
24. Doa orang tua terhadap anak dalam kebaikan mupun dalam kejelekan.
25. Ketika dalam bepergian (musafir).
26. Ketika berpuasa sampai berbuka.
27. Ketika sedang berbuka puasa.
28. Ketika mendapat perlakuan yang dipaksa.
29. Doa imam (pemimpin) yang adil.
30. Doa anak saleh terhadap orang tua.
31. Setelah berwudhu dan berdoa dengan doa yang ma'tsur.
32. Setelah melempar jumrah sughra.
33. Setelah melempar jumrah wustha.
34. Di dalam Ka'bah, shalat di dalam Hijir (Ismail).
35. Di bukti Sofa dan Marwah.
36. Di Masy'aril Haram.
Itulah di antara waktu/saat dan kondisi serta tempat-tempat yang mendapat keistimewaan dalam berdoa kepada Allah SWT. Meskipun demikian, hendaklah dicatat dalam hati bahwa kapan dan di mana pun apabila kita berdoa, dengan izin Allah, Dia akan mengabulkan permohonan kita, sebagaimana firman-Nya; Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku maka jawablah bahwa Aku dekat, memperkenankan permohonan apabila ia berdoa kepada-Ku.
5.2 Sekilas tentang Asma Al-Husna
Asma Al-Husna adalah nama-nama Allah yang terbaik dan agung yang sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Jumlah nama-nama Allah Azza wa Jalla ini ada 99 (sembilan puluh sembilan) nama. Pengaruh dan manfaat dari Asma Al-Husna bagi orang yang membaca dan berdoa dengannya sangatlah besar. Allah SWT sendiri menyuruh kita kaum muslimin untuk berdoa dengan menggunakan asma-asma-Nya ini, seperti difirmankan dalam surat Al-A'raf yang berbunyi:

Allah mempunyai asma al-husna (nama-nama yang agung sesuai dengan sifat-sifat Allah) maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al-husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang/tidak mengakui kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'raf: 180)
Tentang keutamaan dan jumlah nama-nama Allah yang agung ini, Rasulullah SAW juga menyebutkan dalam salah satu sabdanya:

Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghafalnya (menyebut diluar kepala) niscaya ia akan dimasukan ke dalam surga. (HR. Baihaqi)
Oleh sebab itulah kaum muslimin dianjurkan untuk menghafal asma al-husna ini dan menggunakannya dalam berdoa kepada Allah SWT sesuai dengan masalah/permohonan yang dikehendaki. Umpamanya, berdoa memohon tambahan rezeki, maka berdoa dengan menggunakan asma al-husna yang berbunyi; "Ya Razzaak" (Wahai Allah yang Maha Pemberi rezeki), dan seterusnya.
Adapun ke-99 (sembilan puluh sembilan) nama Allah yang agung ini adalah sebagai berikut:
1. الله Allah. (Sebutan/nama Tuhan umat Islam).
2. الرحمن Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih).
3. الرحيم Ar-Rahiim (Yang Maha Penyayang).
4. Al-Malik (Yang Merajai).
5. Al-Quddus (Yang Maha Suci).
6. As-Salaam (Yang memberi keselamatan).
7. Al-Mu'min (Yang memberi keamanan).
8. Al-Muhaimin (Yang Memelihara).
9. Al-Aziiz (Yang Mengalahkan).
10. Al-Jabbaar (Yang Maha Perkasa).
11. Al-Mutakabbir (Yang mempunyai Kebesaran).
12. Al-Khaaliq (Yang Menciptakan)
13. Al-Baarii (Yang Melepaskan)
14. Al-Mushawwir (Yang Menciptakan rupa makhluk).
15. Al-Ghaffaar (Yang Maha Pengampun).
16. Al-Qahhaar (Yang Maha Gagah).
17. Al-Wahhaab (Yang Maha Memberi)
18. Ar-Razzaaq (Yang Maha Pemberi rezeki).
19. Al-Fattaah (Pembuka Pintu Rahmat).
20. Al-Aaliim (Yang Maha Mengetahui).
21. Al-Qaabid (Yang Menyempitkan rezeki).
22. Al-Baasith (Yang Melapangkan rezeki).
23. Al-Khaafidh (Yang Merendahkan derajat).
24. Ar-Rafi'u (Yang Meninggikan derajat).
25. Al-Mu'izz (Yang Memuliakan).
26. Al-Mudzill (Yang Menghinakan).
27. As-Samii'u (Yang Maha Mendengar).
28. Al-Bashiir (Yang Maha Melihat).
29. Al-Hakam (Yang Menetapkan hukum).
30. Al-Adlu (Yang Maha Adil).
31. Al-Lathiif (Yang Maha Penyantun).
32. Al-Khabiir (Yang Maha Waspada).
33. Al-Haliim (Yang Maha Penyabar).
34. Al-Azhiim (Yang Maha Agung).
35. Al-Ghafuur (Yang Maha Pengampun).
36. As-Syakuur (Yang Maha Berterimakasih).
37. Al-'Aliy (Yang Maha Tinggi).
38. Al-Kabiir (Yang Maha Besar)
39. Al-Hafiidh (Yang Maha Memelihara).
40. Al-Muqiit (Yang Memberi Makan).

Sebagai aplikasi dari pembahasan di atas, pada bagian ini kami mencoba memberikan contoh doa dan cara pelaksanaannya; yaitu bahwa dalam berdoa hendaknya diawali dengan pendahuluan doa yang berupa istigfar, salawat, dan hamdalah. Setelah itu baru dirangkaikan berbagai doa yang diinginkan, dan terakhir ditutup dengan penutup doa.
5.1 CONTOH PEMBUKA DAN PENUTUP DOA
Untuk pembukaan dalam berdoa hendaknya terlebih dahulu membaca istigfar, salawat dan hamdalah. Umpamanya:


Setelah pendahuluan ini kemudian rangkaikanlah doa-doa yang kita inginkan satu persatu dan setelah merasa cukup tutuplah doa dengan ungkapan:


Demikianlah di antara contoh pendahuluan dan penutup acara berdoa. Adapun doa sehari-hari yang berkaitan dengan suatu perbuatan tertentu tidak perlu menggunakan pendahuluan dan penutup seperti ini, tetapi cukup membukanya dengan membaca Bismillahirrahmanirrahim dan menutupnya cukup dengan Alhamdulillahirabbilalamin. Umpamanya kita mau berangkat kerja, kita cukup berdoa dengan:

5.2 BERBAGAI DOA PENTING DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1. DOA MENGAWALI SETIAP PERBUATAN

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
2. DOA DIBACA SEWAKTU-WAKTU
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang memerintah pada hari pembalasan. Engkaulah satu-satunya yang kami sembah dan kepada Engkaulah kami minta pertolongan. Tunjukanlah kami ke jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri karunia, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
3. DOA MINTA KESELAMATAN

Ya Allah, kami minta keselamatan agama dan kesejahteraan badan serta tambahan ilmu dan keberkahan rezeki, mendapat perkenan taubat sebelum mati, mendapat rahmat diwaktu mani dan mendapat ampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami disaat sakaratul maut dan berilah keselamatan dari api neraka dan mendapat ampunan saat diadakan perhitungan amal.
4. DOA KESELAMATAN UNTUK DIRI SENDIRI
Ya Allah, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim (aniaya).
5. DOA KESELAMATAN UNTUK UMUM
Ya Allah, kami minta kepada Engkau keselamatan dari perbuatan mereka... dan kami minta dijauhkan dari perbuatan mereka...
6. DOA KESELAMATAN DUANI AKHIRAT
Ya Allah, kami minta ampunan kepada-Mu dan kesejahteraan agama di dunia dan akhirat.
7. DOA MINTA KEBAIKAN DALAM AGAMA DAN KEHIDUPAN DUNIA AKHIRAT
Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan pegangan pokok urusanku, dan perbaikilah duniaku yang merupakan tempat hidupku dan perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Jadikanlah hidup sebagai tambahan dalam segala kebaikan dan jadikanlah maut bagiku sebagai tempat istirahatku dari segala keburukan.
8. DOA MINTA PETUNJUK, TAKWA, KESUCIAN DIRI DAN KEKAYAAN
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, takwa, terpelihara diri, dan kecukupan.
9. DOA MINTA ILMU BERMANFAAT DAN HATI YANG KHUSYU SERTA PERKENAN DOA
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memiliki ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu, jiwa yang tidak puas (kenyang) dan doa yang tidak diijabah.
10. DOA MENJAGA RAHMAT ALLAH
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat dari-Mu, berubahnya kesehatan dari-Mu, datangnya bencana tiba-tiba dan datangnya semua murka-Mu.
11. DOA AGAR TERPELIHARA DARI KEJAHATAN PERBUATAN
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan apa-apa yang saya perbuat dan dari kejahatan sesuatu yang belum saya perbuat.
12. DOA ANTI KEJAHATAN

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa payah kemalangan, dari jurang kecelakaan dan dari kemalangan nasib serta dari ejekan musuh.
13. DOA MOHON AMPUN

Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.
14. DOA MINTA AMPUNAN

Ya Tuhan kami, kami telah berbuat salah atasdiri kami. Sekiranya Engkau tidak mengampuni kesalahan itu niscaya kami akan merugi.
15. DOA MINTA AMPUN UNTUK DIRI DAN KEDUA ORANG TUA

Ya Allah, ampunilah aku, kedua ibu bapakku, dan kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka mengasihi aku diwaktu kecil.
16. DOA MINTA AMPUN UNTUK DIRI DAN SESAMA MUSLIM

Ya Tuhan kami, maafkanlah kami dan saudara-saudara kami yang telah terdahulu beriman dan janganlah dijadikan dalam hati-hati rasa dengki terhadap orang-orang yang beriman. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Kasih dan Sayang.
17. DOA MINTA TAUBAT DAN TETAP DALAM KEISLAMAN

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang Islam yang taat patuh menjalankan perintah-Mu. Begitu pula anak cucu kami. Dan ajarkanlah kami tata cara ibadah (kepadamu) serta terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat serta Maha Penyayang.
18. DOA MINTA RAHMAT DAN TETAP IMAN

Ya Allah, janganlah sesatkan kami sesudah kami Engkau pimpin. Berilah kami rahmat-Mu itu, sesungguhnya Engkau maha Pemberi.
19. DOA SUPAYA SELALU BERSYUKUR

Ya Allah ya Tuhanku, tunjukilah aku agar bisa mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai. Perbaikilah keadaan keturunanku. Aku bertaubat kepadamu dan aku tetap mengaku dari golongan kaum Muslimin.
20. DOA MINTA MULIA KELUARGA

Ya Tuhan kami, berilah kami istri dan anak cucu kami semua menggirangkan hati kami dan jadikanlah kami sebagai ikutan orang-orang yang bertakwa.
21. DOA MENOLAK GANGGUAN SETAN

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan setan, dan aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhan dari kedatangan mereka.
22. DOA TOLAK BALA

Segala puji bagi Allah yang menyelamatkan aku dari apa yang ia memberi percobaan dengan sesuatu dan ia mengutamakan aku dari sekian banyaknya makhluk.
23. DOA KETIKA ADA ANGIN KENCANG

Ya Allah, aku minta kepada-Mu baiknya angin dan apa yang ada padanya dan baiknya apa yang diutuskan dengannya, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan angin dan kejahatan apa yang justru dengannya. Ya Allah, jadikanlah angin ini rahmat bagi kami dan janganlah dijadikan angin ini sebagai penyiksa.
24. DOA KETIKA MENDENGAR PETIR

Ya Allah, janganlah Engkau membunuh kami dengan kemurkaan-Mu, dan janganlah Engkau merusakkan kami dengan siksaan-Mu dan selamatkanlah kami sebelum itu.
25. DOA MINTA DITEMPATKAN DI TEMPAT YANG BENAR

Ya Allah, masukanlah aku ke tempat yang benar dan keluarkanlah aku ke tempat yang benar. Berilah aku kekuasaan yang mendapat pertolongan daripada-Mu.
26. DOA MINTA DITEMPATKAN DI TEMPAT YANG BERKAH

Ya Tuhanku, tempatkanlah aku di tempat yang berkah. Engkaulah yang lebih mengerti dalam menempatkan orang.
27. DOA KETIKA MENGHADAPI KESULITAN

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari duka dan susah, dan berlindung kepada-Mu dari lemah dan malas, dan berlindung kepada-Mu dari rasa takut dan bakhil, dan berlindung kepada-Mu dari banyak utang dan penindasan orang.
28. DOA AGAR BISA MEMBAYAR UTANG

Ya Allah, cukupilah aku dengan yang dihalalkan oleh Engkau, jauhkanlah dari yang diharamkan oleh Engkau, kayakanlah aku dengan anugerah Engkau, jauhkanlah dari mengharap-harap selain dari Engkau.
29. DOA MINTA PEROBAHAN NASIB

Ya Allah, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau memberi kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki. Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu terletak segala kebajikan. Engkau Maha Kuasa atas segala-galanya.
30. DOA MINTA DITERIMA AMAL
Ya Tuhan kami, terimalah amalan kami, Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
31. DOA MINTA KELAPANGAN DALAM SEGALA URUSAN
Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah tugas kewajibanku dan fasihkanlah bicaraku agar mereka mengerti pembicaraanku.
32. DOA MINTA RAHMAT DAN PETUNJUK
Ya Allah ya Tuhan kami, kami mohon rahmat dari hadirat-Mu dan perbaikilah urusan kami dengan mendapat petunjuk-Mu.
33. DOA MINTA KERINGANAN, AMPUNAN DAN KEMENANGAN
Ya Tuhan kami, semoga Engkau jangan menyiksa kami jika kami lupa atau keliru. Ya Tuhan kami, semoga Engkau jangan menurunkan bencana atas kami, sebagaimana yang pernah Engkau turunkan kepada umat yang dahulu. Ya Tuhan kami, janganlah kami dibebani tugas yang diluar kesanggupan kami. Maafkanlah kami, ampunilah dosa kami. Kasihanilah kami, Engkau Pemimpin kami, bantulah kami dalam menghadapi kaum fakir.
34. DOA MINTA SELAMAT DUNIA AKHIRAT
Ya Allah ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat. Hindarkanlah kami dari siksa api neraka.
35. DOA MENENGOK ORANG SAKIT
Ya Allah, Tuhan sekalian manusia, hilangkanlah bahaya, sembuhkanlah, Engkau penyembuh, tiada kesembuhan kecuali dari Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit.
36. DOA KETIKA MENDENGAR BERITA KEMATIAN
Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kami kembali kepada Allah, dan kami kepada Tuhan kami pasti kembali. Ya Allah, catatlah mayat ini pada sisi Engkau dalam golongan orang-orang yang baik dan jadikanlah catatannya dalam Illiyin, dan gantikanlah ahlinya/keluarganya dalam urutan berikutnya.
37. DOA ZIARAH KUBUR
Salam bagimu wahai ahli kubur, semoga Allah mengampuni kami dan kamu, kalian mendahului kami dan kami akan mengikuti (kalian).
38. DOA AKAN TIDUR
Dengan nama-Mu yang Allah, aku hidup dan aku mati.
39. DOA MINTA IMPIAN
Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami kebenaran dengan benar serta berilah kami jalan mengikutinya, dan perlihatkanlah kepada kami kebatilan sebagai sesuatu yang batil serta berilah kami jalan menjauhinya.
40. DOA KETIKA MENDAPAT IMPIAN BAIK
Segala puji bagi Allah yang telah memberi hajatku.
41. DOA KETIKA MENDAPAT IMPIAN BURUK
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan setan dan dari jahatnya impian.
42. DOA BANGUN TIDUR

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami sesudah mati (tidur) kami, dan kepada-Nya kami akan kembali.
43. DOA MASUK WC DAN KAMAR MANDI

Dengan nama Allah, ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setan-setan.
44. DOA KELUAR WC DAN KAMAR MANDI

Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan apa yang menyakitkan aku dan menyisakan apa yang bermanfaat bagiku.
45. DOA MASUK RUMAH

Ya Allah, aku minta kepada Engkau baiknya rumah yang kumasuki dan kebaikan rumah yang kami tinggalkan, dengan nama Allah kami masuk rumah, dengan nama Allah kami keluar rumah, kepada Allah Tuhan kami, kami berserah diri kepadanya.
46. DOA KELUAR RUMAH

Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya dan tiada daya upaya kecuali dari pertolongan Allah.
47. DOA BEPERGIAN

Ya Allah mudahkanlah kami dalam bepergian ini dan dekatkanlah kejauhannya. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan Engkau pulalah yang melindungi keluarga.
48. DOA NAIK KENDARAAT DARAT

Maha suci Allah yang memudahkan kendaraan ini bagi kami, sedangkan kami tidak bisa memudahkan kepadanya dan kepada Allah kami kembali.
49. DOA NAIK KENDARAAN ARI/LAUT

Dengan nama Allah yang menjalankan kendaraan ini berlayar dan berlabuh. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pemaaf dan Maha Pengasih.
50. DOA SAAT MENGHADAPI HIDANGAN

Ya Allah, berkatilah rezeki yang Engkau berikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.
51. DOA SESUDAH MAKAN MINUM

Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan minum dan menjadikan kami memeluk agama Isalm.
52. DOA BERBUKA PUASA

Ya Allah, karena Engkau aku berbuka puasa dan kepada Engkau aku berian, dan atas rezeki dari Engkau aku berbuka puasa, telah hilang dahaga dan sudah basah segala urat/tenggorokan. Ya Allah, aku minta diampuni dosaku dengan rahmat Engkau yang meliputi segala sesuatu.
53. DOA MINTA TETAP IMAN ISLAM

Ya Allah, perbaikilah urusanku dan tetapkanlah aku dengan perkataan yang tetap teguh di duniadan akhirat.







PENUTUP







Dengan mengucapkan alhamdulillah buku kecil ini dapat diselesai¬kan dengan tuntas walaupun mungkin masih ada kekurangan di sana sini. Semua ini tiada lain adalah berkat karunia dan petunjuk dari Allah Al-Hadiy yang telah membimbing penulis dalam menyusun karya tulis ini. Ya Allah, senantiasa tunjukilah kami jalan yang lurus dan benar yang Engkau ridhai. Ya Allah, jadikanlah kami sebagai hamba-Mu yang taat beribadah dan bersyukur kepada-Mu.
Kepada berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini, tiada kata yang pantas diucapkan selain ucapan terima kasih semoga Allah SWT yang akan membalas amal kebaikan yang telah diberikan. Ya Allah, jadikanlah amal baik jerih payah kami ini sebagai amal yang Engkau ridhai dan mendapat balasan setimpal di sisi-Mu kelak. Ya Allah, jadikanlah hasil jerih payah kami ini sebagai pedoman yang memberikan manfaat bagi para hamba-Mu di dunia dan semoga kelak di hari akhirat dapat dipetik segala akibatnya.
Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi kita umat Islam dan demi kebaikan buku ini untuk selanjutnya, dengan hati yang lapang dan terbuka penulis menerima kritik dan saran dari para pembaca yang budiman. Semoga Allah SWT senantiasa beserta kita. Amin.





DAFTAR PUSTAKA






1. Al-Qur‘an Al-Karim.
2. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta.
3. Drs. H. Abd. Samad Ngile, Thobat, Yayasan Pengkajian Ilmu Pengetahuan, Jakarta 1991.
4. Drs. Muhammad Hasan, Bagaimana Agar Doa Kita Terkabul, Al-lkhlas, Surabaya 1981.
5. Salim Bahresy, Petunjuk ke Jalan Lurus, Darussagaf, Surabaya.
6. Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, terjemahan Salim Bahresy, Al-Maarif, Bandung.
7. Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Jilid I, Dar Al-Fikr, Beirut Libanon.
8. Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan, Diponegoro, Bandung.
9. Dr. Abdullah Azzam, Perang Afganistan, Gema Insani Press, Jakarta, 1991.
10. Majalah Al-Muslimun, Bangil Jawa Timur.
11. Butir Hikmah, Al-Maarif, Bandung.
12. Majalah Sabili, 14 Agustus 1992, Jakarta.
13. -----, 19 Mei 1991, Jakarta
14. Muhammad Thanthawi, Doa, Kairo Mesir.
15. KH. Imam Zarkasyi, Mari Berdoa, Trimurti, Gontor Ponorogo, Jawa Timur.
16. Ahmad Izzuddin. Al-Bayanuni, Fadhilah Ad-Du’a wa Ad-Dzikr, Darussalam, Kairo Mesir.
17. Drs. Imam Ghozali, Petunjuk Praktis Doa-Doa Orang Beriman, Akademika Pressindo, Jakarta, Cet. ke-2, 1994.
18. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Ad-Du‘a Min Al-Kitab wa As-Sunnah, Maktabah Malik Fahd, Saudi Arabia, 1416 H.
19. Tarjamah Shahih Muslim, penerjemah Ma‘mur Daud, Wijaya, Jakarta.
20. Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subul As-Salam, Jilid 1, 2 dan 4, Dahlan, Bandung, tt.
21. Abu Al-Fida Ismail ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1 dan 2, Dar Al-Fikr, Beirut, 1401 H.
22. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy, Bulug Al-Maram, Salim Nabhan, Surabaya, tt.
23. Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy, Al-Azkar, Al-Ma‘arif, Bandung, tt.
24. Muhammad bin Alan As-Shiddiqiy As-Syafi‘i, Dalil Al-Falihin, Dar Al-Fikr, Beirut, 1394 H.
25. Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Dar Al-Fikr, Beirut, tt.

TENTANG PENULIS

Drs. H. Dedi Junaedi, lahir di Garut Jawa Barat, tanggal 5 April 1965. Pendidikan formal bermula dari Sekolah Dasar (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah (sore), tamat 1977. Madrasah Tsanawiyah Matlaul Anwar, tamat 1981. Kulliyatul Mualimin Al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur, tamat 1987. Pendidikan Tinggi (Strata-1) Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 1992.
Sejak tahun 1996 menjadi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama, kini sebagai penghulu (Pegawai Pencatat Nikah) pada salah satu Kantor Urusan Agama (KUA) Jakarta Pusat. Selain sebagai Pegawai Negeri Sipil, sejak tahun 1994, penulis juga berprofesi sebagai editor (penyunting) pada salah satu penerbit buku di Jakarta.
Selain buku yang sedang Anda hadapi ini, karya ilmiah lain yang diterbitkan; Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Quran dan As-Sunnah (2001); Pedoman Puasa Tuntunan dan Permasalahannya (2002). Keluarga Sakinah, Tuntunan dan Pemeliharaannya (2003). Karya alih bahasa yang telah diterbitkan di antaranya:
1. 99 HADIS UTAMA, BUKHARI MUSLIM, MUTAFAQ ALAIH (1995).
2. ISLAM DAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN (1995).
3. SEJARAH PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM (1996).
4. SAYYED QUTHUB, KEADILAN SOSIAL DAN PERDAMAIAN (1996).
5. SUNAH, HADIS DAN AMAL PENDUDUK MADINAH (1996).
6. FIQIH SHALAT, BIMBINGAN MENUJU SHALAT YANG SEMPURNA (CETAKAN KEDUA 2002).
7. PILAR-PILAR ISLAM DITINJAU DARI SUNAH RASULULLAH (2000).
8. FIQIH ISLAM SEJARAH PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGANNYA (2001).
9. SEJARAH AL-QURAN STUDI AWAL MEMAHAMI KITABULLAH (2002).
10. PANDANGAN ISLAM TENTANG SIHIR, SANTET DAN KESURUPAN JIN (2002).
11. SEPULUH WASIAT DI AKHIR SURAT AL-AN'AM, (2008)
Sinopsis
Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan doamu. Itulah firman dan janji Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman dalam Al-Quran surat Al-Mukmin ayat 60. Berdoa adalah ibadah. Itulah sabda Rasulullah SAW.
Karena itu, berdoa merupakan salah satu kewajiban orang Mukmin yang hendaknya dilaksanakan kapan pun dan di mana pun, tidak terbatas dengan situasi dan kondisi. Namun, sudahkah doa kita dikabulkan oleh Allah? Berdoa tidaklah asal berdoa, tetapi memiliki adab dan tatacara yang seyogyanya diperhatikan.
Buku kecil ini mencoba memaparkan bagaimana sebaiknya sikap dalam berdoa yang harus dilakukan agar mendapat perkenan dari Allah SWT. Kriteria apakah yang menjadi tolok ukur dalam berdoa agar diijabah? Siapakah orang-orang yang doaya terkabul? Simaklah buku ini!

0 komentar: