POSISI DAN PERAN WANITA
DALAM KEHIDUPAN RUMAH TANGGA
Siapakah Wanita Itu?
Kata wanita adalah sinonim dengan kata perempuan sebagai-mana halnya kata pria sinonim dengan kata laki-laki. Kedua jenis makhluk ini menjadi pengendali dunia dan pengemudi segala isinya. Kedua jenis makhluk ini kelihatan pada lahirnya berlawanan, tetapi bila dicermati dengan saksama niscaya pada keduanya didapati sebagai tangan kanan dan tangan kiri. Tangan kanan tidak akan dapat bekerja dengan sempurna dalam menunaikan kewajibannya melainkan setelah mendapat bantuan dari tangan kiri dan begitu pula sebaliknya. Demikianlah posisi dan peran wanita dan pria dalam membangun kehidupan, meskipun diakui adanya perbedaan di mana pria mempunyai pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh wanita dan begitu pula wanita memiliki beberapa tugas dan pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan oleh laki-laki. Dengan bahu-membahu dan tolong-menolong satu sama lain, saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing sehingga terciptalah kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera.
Oleh sebab itu, kedua makhluk ini tidak boleh berpisah, tidak boleh sendiri-sendiri dalam membangun kehidupan melainkan harus bantu-membantu, tolong-menolong untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia. Karena itulah Rasulullah SAW pernah bersabda:
انما النساء شقائق الرجال
Sesungguhnya wanita itu adalah saudara bagi pria. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Aisyah)
Wanita pertama yang diciptakan Allah SWT adalah Hawa. Ia diciptakan sebagai partner (pasangan/istri) bagi Adam AS. Hawa diciptakan dari diri Adam (tulang rusuk) , sedangkan Adam sendiri diciptakan Allah SWT dari saripati tanah. Demikianlah Allah SWT menciptakan kedua hamba-Nya yang merupakan cikal bakal khalifah (pengendali) dunia dan isinya.
Adapun penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
والله خلقكم من تراب ثم من نطفة
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani (QS. Fathir: 11)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang Paling Baik. (QS. Al-Mukminun: 12-14)
Posisi Wanita Menurut Islam
Tentang posisi dan kedudukan wanita dibandingkan dengan pria, Islam memandang bahwa wanita itu adalah mitra sejajar bagi pria. Tidak ada jenjang yang melebihkan satu sama lain kecuali dalam beberapa segi yang pada kenyataannya dipandang, bahwa laki-laki mempunyai kelebihan dibanding wanita dan kecuali dalam kegiatan amal saleh yang dilakukan masing-masing. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu. (QS. An-Nisa: 1)
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bengsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujurat: 13)
Seorang laki-laki tidak lahir melainkan ada sumbangan seorang wanita, dan seorang wanita tidak lahir melainkan dari sumbangan seorang laki-laki, sehingga pada dasarnya hidup ini bermula dari seorang laki-laki dan wanita. Keduanya sama-sama telah mencip-takan kehidupan dan dari keduanya pula muncul sebuah keluarga dan keturunan. Allah SWT berfirman:
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni`mat Allah?" (QS. An-Nahl: 72)
Wanita dalam Lintasan Sejarah
Sejarah perjalanan wanita dari zaman ke zaman menunjukkan bahwa wanita senantiasa berada pada posisi yang rendah dan hina. Meskipun ada sebagian wanita yang secara pribadi memiliki kecer-dasan, kepandaian, dan kepribadian yang baik.
Misalnya di zaman Yunani kuno, masyarakat Yunani mengang-gap perempuan sebagai makhluk terbelakang, makhluk marjinal (terpinggirkan), tak ada tugas yang layak bagi mereka selain mela-hirkan dan mengurus rumah. Para istri dipaksa untuk menjadi pela-cur, saudara perempuan dikawinkan secara paksa tanpa persetujuan sebelumnya. Aristoteles juga memandang bahwa wanita adalah se-orang yang jamid (beku, tak bisa berkembang dan tidak bisa dikem-bangkan), mereka adalah manusia yang tercipta dalam bentuk serba kurang, terpasung hak-hak kehendaknya, tercekal dan lemah kepri-badiannya.
Bangsa Romawi juga memandang wanita sebagai makhluk yang rendah. Mereka mengategorikan wanita sebagai hak milik mutlak laki-laki, sehingga seorang laki-laki boleh memperlakukan wanita sesuka hati.
Dalam pandangan masyarakat Romawi, wanita untuk pertama kalinya dimiliki ayahnya kemudian jika telah bersuami maka kepemilikan berpindah kepada suaminya, kemudian kepada anak lelaki bapaknya (saudara laki-laki), karena kapasitasnya sebagai pemilik akhirnya mereka boleh saja memanfaatkan wanita seperti layaknya seorang hamba, hewan atau pun barang. Perempuan sah diperjualbelikan, boleh diwariskan dan tidak berhak mendapatkan harta warisan, dapat dimiliki namun tidak dapat memiliki.
Peranan Wanita dalam Islam
Berbeda dengan apa yang disebutkan di atas, Islam meman-dang wanita sebagai makhluk terhormat. Di jazirah Arab sebagai tempat lahirnya Islam, pada masa sebelum Islam datang yang biasa disebut dengan masa jahiliyah, wanita juga diperlakukan hanya sebagai benda hidup pemuas nafsu laki-laki dan bahkan sebagai benda mati yang bisa diperdagangkan. Hal ini terungkap dari ucapan Umar bin Al-Khattab RA, ketika menceritakan tentang perlakuan bangsa Arab terhadap wanita. Kata beliau: “Kami tidak pernah memberikan hak apa pun kepada wanita sampai Allah yang Maha-tinggi menurunkan perintah penting tentang urusan mereka dan mem-berikan kepada mereka bagian yang tepat”.
Namun ketika Islam datang, ia berusaha memperbaiki dan mengembalikan posisi wanita ke asal semula sebagaimana ia pertama kali diciptakan oleh Allah SWT, yakni bahwa wanita memiliki posisi terhormat sebagaimana halnya laki-laki sebab keduanya merupakan pasangan yang dijadikan Allah SWT untuk memakmurkan bumi atau sebagai khalifah. Islam telah mengakui kesempurnaan kemanusiaan wanita dan kemuliaannya. Islam juga telah mengakui kesempurnaan pemilikan terhadap hak-hak dan kebebasannya.
Adapun pandangan Islam tentang peranan wanita, secara singkat adalah bahwa wanita menurut Islam mempunyai hak yang sama (seimbang) dengan pria. Akan tetapi, fitrah kewanitaan yang dipunyainya membedakan peranan wanita dalam kehidupan sosial. Islam mengatur peranan wanita dalam status sebagai ibu, istri, anak, dan da’iyah.
Status ibu (bagi seorang wanita) adalah status yang paling utama karena disitulah wanita memainkan peranan yang paling menentukan dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang baik. Sebagai ibu dari anak-anaknya, wanita adalah pengurus dan pen-didik anak yang paling awal. Bukan saja di saat balita namun sejak di dalam kandungan, seorang ibu hendaknya mengajari anak-anaknya sesuatu yang bermanfaat dengan sentuhan dan kelembutan, yakni baik ibu maupun bapak hendaknya banyak beribadah kepada Allah SWT dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh-Nya, sebab apa yang dilakukan dan dirasakan oleh seorang ibu disaat hamil, maka hal itu pula dirasakan oleh si jabang bayi yang ada di dalam rahim.
Sejak lahir ke dunia, seorang anak mulai diberi pelajaran dan pendidikan dengan diperdengarkan kepadanya kumandang azan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Azan dan iqamat merupakan pelajaran tauhid dan kebesaran Allah. Di masa balita, seorang ibulah yang mengajari anak mulai berbicara, mengajarinya tatakrama dan sopan santun yang merupakan akhlak mulia sehingga pantas apabila ada bait syair memujinya sebagai berikut:
الام مدرسة إذا أعددتها أعددت شعبا طيب الأعراق. الام أستاذ الاساتذة الاولى شغلت معاثرهم مدى الآفاق
Ibu adalah madrasah bila engkau menyiapkannya berarti engkau menyiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya. Ibu adalah guru pertama yang pengaruhnya menyelimuti seluruh persada. (Penyair Hafiz Ibrahim)
Status istri memperteguh lembaga keluarga. Sebagai istri dari seorang suami, wanita adalah pendamping bagi suami, tempat ber-tukar pikiran, tempat membagi suka dan duka, sehingga tumbuh dalam hidup berpasangan itu rasa tenang dan tenteram dengan adanya kerjasama yang diikat dengan jalinan cinta dan kasih sayang. Dalam istilah Al-Quran, tujuan hidup berpasangan ini agar keluarga menjadi sakinah lantaran adanya mawadah dan rahmah yang terjalin di antara suami dan istri, sebagaimana disebutkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21. Allah SWT berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia mencip-takan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)
Sebagai seorang ibu dari anak-anaknya, seorang wanita merupakan pengurus rumah tangga di mana ia pun harus bertanggung jawab atas tugasnya itu. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda:
والمرأة راعـية فى بيـت زوجها ومســئول عن رعيــتها
Dan wanita (istri) itu seorang pemimpin/pengurus di dalam rumah tangga yang harus bertanggung jawab mengurus dan memelihara (rumah tangga suaminya). (HR. Bukhari dan Muslim)
Status anak menuntut pemeliharaan moral dan akhlak yang baik. Sebagai anak di dalam suatu keluarga, wanita adalah cikal bakal pencetak generasi bangsa yang kuat. Lantaran itu tidaklah heran apabila sejak zaman jahiliyah, memilih calon istri merupakan hal utama bila menginginkan keturunan yang baik dan berkualitas. Di masyarakat Indonesia pun demikian halnya di mana sejak dahulu kita mendengar para orang tua mengatakan bahwa memilih jodoh ini harus dilihat apa yang disebut dengan bebet, bibit, dan bobot. Dalam ajaran agama, masalah memilih pasangan hidup ini pun benar-benar diperhatikan. Dalam salah satu sabdanya Rasulullah SAW menya-takan:
تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسابها ولجمالها ولدينها فاظفر بالذات الدين تربت يداك
Seorang wanita dinikahi karena empat hal; kekayaannya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah yang taat beragama agar hidupmu bahagia. (HR. Mutafaq Alaih)
Oleh sebab itu, wanita dalam posisinya sebagai anak, ia harus memiliki ilmu pengetahuan dan akhlak yang mulia serta taat dalam beragama. Atau dalam perkataan lain menjadi wanita yang salehah. Dari wanita salehah ini diharapkan generasi keturunan menjadi orang-orang yang mulia dan anutan bagi pelaksanaan ajaran agama dan kehidupan berbangsa.
Bagaimana menjadi wanita yang salehah itu? Dalam Al-Quran Al-Karim, Allah SWT berfirman:
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (QS. An-Nisa: 34)
Status daiyah menuntut wanita untuk tampil di tengah masya-rakat sebagai pelopor pembebasan, pembaharuan atau kemajuan. Sebagai daiyah (juru dakwah) dalam masyarakat, wanita hendaknya menjadi teladan bagi kaumnya lantaran ia pun memiliki kebebasan dan hak yang sama dalam ikut serta menegakkan agama Allah. Peranan wanita dalam kehidupan ini sangat besar sekali di mana ker-jasama antara laki-laki dan wanita baik dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat dan bernegara sangatlah penting karena wanita memiliki peran dan andil yang besar dalam kehidupan ini.
Sebagai daiyah, seorang wanita sebagaimana seorang pria, berkewajiban melaksanakan amar makruf nahi munkar sebagai pokok pangkal dari dakwah. Seorang wanita disamping memiliki pekerjaan mengurusi rumah tangga, ia pun harus bermasyarakat dan bergaul dengan sesamanya (kelompok wanita). Allah SWT befirman:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, seba-hagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan za-kat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Per-kasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 71)
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa wanita mendapat penghormatan di mana ia mendapat kedudukan yang tinggio dengan diberikan hak mendukung dan menolong secara bergantian dengan kaum laki-laki, dan bahwa ia mendapat kewajiban melakukan amar makruf nahi munkar serta dibebani tanggung jawab dan memikul amanat sebagaimana halnya laki-laki dalam membangun dunia dan beribadah kepada Allah SWT.
Simpulan
Demikianlah bagaimana seorang wanita harus berperan aktif, baik di lingkungan keluarga maupan di masyarakat sekelilingnya. Peranan wanita mulai dari statusnya sebagai anak, ibu, dan seorang daiyah merupakan peran multidimensional yang apabila berjalan dengan baik maka akan tercipta daripadanya keluarga yang sakinah, generasi penerus yang handal, masyarakat yang baik dan negara yang kokoh, subur dan makmur.
Jakarta, 5 Desember 2005
Drs. Dedi Junaedi
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji.
Saad Shadiq Muhammad, Harkat Wanita dalam Islam. Malang: Al-Qayyim, 2004.
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Muhammad Ali Hasyimi. Kepribadian Wanita Muslimah Menurut Al-Quran dan As-Sunnah. Jakarta: Akademika Pressindo, 2002.
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 1996/1997.
Asyhari Abdul Ghafar, Islam dan Problema Sosial. Jakarta: Akapress, 2000.
Siti Hajar Yakin. Kamus Pengetahuan Wanita. Jakarta: Akapress, 2000.
Jalaluddin Rachmat, Islam Alternatif Ceramah-Ceramah di Kampus. Bandung: Mizan, 1989.
Ali Syariati. Wanita Dimata dan Hati Rasulullah. Jakarta: Risalah Masa, 1992.
Mahmud bin As-Syarif. Al-Quran wa Dunya Al-Mar’ah. Kairo: Dar Al-Ma’rifah, tt.
DAFTAR BACAAN
Muhammad Ali Hasyimi, Dr., Kepribadian Wanita Muslimah Menurut Al-Quran dan As-Sunnah, Jakarta: Akademika Pressindo, 2002.
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Saad Shadiq Muhammad, Harkat Wanita dalam Islam, Malang: Al-Qayyim, 2004.
Dedi Junaedi, Drs., Keluarga Sakinah Pembinaan dan Pelestariannya, Jakarta: Akademika Pressindo, 2007.
Siti Hajar Yakin, Dra., Kamus Pengetahuan Wanita, Jakarta: Akademika Pressindo, 2000.
Minggu, Agustus 30, 2009
POSISI & PERAN WANITA
Diposting oleh Muhamad Syaichu Hamid Di Minggu, Agustus 30, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar