BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, Agustus 30, 2009

PENTING NYA PETA NKRI

Peta NKRI Baru Diluncurkan

Jakarta, Kompas - Peta Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan hasil kerja sama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) diluncurkan, Jumat (2/5), di Jakarta.

Kepala Bakosurtanal Rudolf W Matindas menyatakan, dengan memahami peta NKRI diharapkan semua pihak di Indonesia dapat menata wilayah negara dengan lebih baik.

"Kita dapat menata ruang serta isi rumah dan pekarangan manakala kita tahu persis batas-batas yang kita miliki dan apa saja yang berada di dalamnya," paparnya.

Pada acara peluncuran yang disaksikan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, Menteri Negara Riset dan Teknologi M Hatta Radjasa, dan Menteri Pendidikan Nasional Abdul Malik Fadjar itu, juga disebutkan pengetahuan batas negara jadi penting dalam kehidupan bertetangga.

"Jumlah tetangga yang berbatasan dengan kita jadi jelas dan hidup bertetangga akan menjadi lebih tertib," tambah Matindas.

Peta Indonesia mencakup sejumlah pulau dan laut yang menghubungkannya, demikian pula dengan wilayah udara di atasnya. Penentuan batas internasional Indonesia dengan negara tetangga baik batas darat maupun batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen, maupun alur laut kepulauan Indonesia ditentukan mengikuti perjanjian dengan negara tetangga serta mengacu pada hukum internasional yang ada.

Peta wilayah NKRI diluncurkan dengan skala 1:5.000.000 dan bisa diperoleh di berbagai toko buku. Upaya ini akan terus dilanjutkan dengan penerbitan lain seperti direktori pulau-pulau Indonesia, peta seri batas wilayah NKRI, statistik dan kekayaan alam Indonesia, serta berbagai informasi potensi wilayah lainnya.

Pentingnya “Lambang “Peta NKRI”
berdampingan dengan Lambang Garuda dan Foto Presiden dan Wakil Presiden
Upaya mengukuhkan kedaulatan multidimensi Indonesia
“that is geography business”

Review oleh Taqyuddin (diskusi di spatialnet Geografi UI, Juli 2008)

Latar Belakang

Argumen yang sering dilontarkan dalam sidang-sidang Mahkamah Internasional mengenai batas teritorial kedaulatan suatu negara diantaranya menggunakan pendekatan sejarah dan eksistensi sosial dan budaya. Hal ini kita bangsa Indonesia perlu mengantisipasi sedini mungkin untuk kepentingan Ketahanan Nasional. Kita terutama komunitas geograf hendaknya peka konsisten memikirkan perkebangan ilmu geografi terhadap isu-isu tersebut. Isu tersebut diantaranya frekuensi ingin memisahkan diri dari pangkuan Ibu Pertiwi semakin tinggi serta termasuk penyebab meningkatnya semangat separatisme umumnya dengan alasan ketidak puasan atas ketidak-merataan pembangunan.
Kepentingan ini kita ujudkan dalam penguatan, pendukungan dan mendorong dengan dalih yang relevan ilmiah terkait dengan penggodokan RPP penambahan Lambang negara “Peta NKRI” yang melengkapi lambang Garuda Pancasila, Foto Presiden dan Foto Wakil Presiden. Sebagai masyarakat geografi kita merasa terpanggil dan memang ini sebagai “ladang kita” that is geography business. Sebagai illustrasi, adakah diantara kita yang tempat tinggalnya tidak berpagar? Pernahkah kita temukan, memang pada kondisi skala mikro disekitar rumah kadang tidak ditemukan pagar tetapi pada kondisi skala meso sudah ditemukan bangunan pagar bisa berupa dinding bisa berupa Pos-pos penjagaan oleh satpam in yang terlihat. Dan sebenarnya juga ada pagar yang tidak terlihat berupa surat-surat hak atas lahan/tanah untuk jaminan penguasan, pemilikan, penggunaan atau pemanfaatan. Begitu juga yang merasa rumahnya tidak berpagar jika kita kaji lebih jauh ernyata kita hidup dalam pagar-pagar atau batas-batas (formal region), pagar yang seperti ini sangat diperlukan dalam penguatan secara de jure, yang mana nilai-nilai tangible atas ruang melekat dengan relatif statis. Banyak negara yang nilai tangible batasnya tidak mengalami perluasan maupun penyusutan horizontal, kalau perluasan vertikal bisa kita maklumi. Dalam konteks NKRI sejak merdeka menjadi sangat dinamis; kasus gabung dan lepasnya Irian Barat (Papua), Timur Timor (Timor Leste), Sipadan dan Ligitan, wilayah Ambalat, terbelahnya pulau Sebatik dll.
Mengapa NKRI demikian adanya, momentum-momentum luas-sempitnya wilayah dapat dinilai tidak hanya nilai tangible saja. Tetapi nilai imtangible sudah diimplementasikan oleh negara-negara yang sudah maju. Refleksi yang mudah difahami pada saat kita berbicara tentang wilayah pengaruh, wilayah pelayanan atau wilayah fungsional (nodal region). Sebagai misal pengaruh politik USA menjadi polisi dunia meskipun batas teritorialnya kita tahu di Benua Amerika, begitu juga pengaruh teknologi, ekonomi Eropa, Jepang dll. Secara faktual negara-negara lain mengakui bahwa wilayah nodal negara-negara maju lintas batas secara de facto. Apalagi kalau kita menggali dan mengkaji isu-isu globalisasi. Kalau menggunakan kacamata era awal abad 20, pendudukan, penjajahan, peperangan tidak lagi dengan mengerahkan senjata dan pasukan tetapi menebarkan pengaruh politik, Idiologi dan ketergantungan ekonomi saat ini. Meskipun cara-cara tradisional lama masih diterapkan dalam peristiwa WTC, Perang Quwait-Irak, Perang Iran-Iraq, Perang Sekutu-Iraq dll. Dan juga bagi negara-negara yang bermartabat tetap mempersiapkan dengan cara tradisional maupun cara “modern”, semoga bukan untuk meniadakan, menghanguskan, menguasai atau menjajah satu sama lain tetapi didasari atas persahabatan, kepentingan hidup bersama di dunia ini.
Bagaimana dengan sikap NKRI, untuk ikut mengambil peran kepentingan hidup bersama di bumi ini. Krisis multidemensi yang melanda belahan negara berkembang baru-baru ini (1997), ada yang sanggup mengatasi dengan cepat, normal, dan lambat. Indonesia dengan wilayah yang luas 80.000 km pantai, panjang 5000an Km, 33 provinsi, 17.504 pulau (sebelum dikurangi bagian Timor Leste, Sipadan dan Ligitan), penduduk 220 juta jiwa lebih terasa terseok-seok menghadapi hempasan gelombang krisis multidemensi termasuk bencana alam yang terus menerus. Tetapi kita tidak boleh menyerah jalan terus menuju peran-peran yang makin maju. Upaya menuju kesana semua aspek pembangunan mengambil bagian.
Triarko Nurlambang mengungkapkan; “Dan masyarakat Geografi tidak mau ketinggalan peran. Salah satu peran tersebut adalah, bersama pihak-pihak terkait yang konsen terhadap NKRI, geograf mendorong pengukuhan Lambang Negara dengan “Peta NKRI” sebagai lambang atau simbol negara Indonesia. Hal ini sangat relevan dan tepat jika dikaitkan dengan urusan kedaulatan yang bermartabat sebagai bangsa dan negara. Sebagai penduduk bumi, sebagai warga negara, sebagai konstituen politik harus disadarkan dan dipahamkan akan hak kedaulatannya yang sama diantara sesama warga bumi, sesama warga negara atas wilayah negaranya. Batas kedaulatan atau memakai istilah Taqy 'pagar' memang secara rasional politis diwujudkan pada batas negara, sementara itu secara nilai maka wujud batas tadi menjadi imajiner.” Taqy, menanggapi “Melalui geograf ikut memahamkan kecintaan tanah air yang benar menuju primordialisme sejati dalam keindonesiaan yang memberi manfaat sampai luar batas “pagar” Indonesia, kalau bisa sebagai rakhmatan lil alamin (memberi manfaat kepada seluruh mahluk (biotik/abiotik) di dunia (cosmos) ini, tidak hanya lingkup geografi di bumi ini (Geos = Bumi). Siapa yang perannya sudah menuju ruang angkasa? Indonesiakah? Nasa-kah?” dll. Sedangkan peran dalam lingkup regional belum dimaksimalkan.
“Upaya yang pernah diluncurkan melalui Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI): akan menjadikan batas imajiner (khususnya di laut.. bahkan hingga ZEE) menjadi kasat mata, oleh BPPT dan PT. PAL dengan kapal perang yang terus menerus berkeliling. Jumlahnya 400 buah. Dalam rangka menjaga wilayah kedaulatan NKRI.” Kata Chandra Manan Mangan. Dari berbagai pandangan dapat dikumpulkan masukan pemikiran untuk mendukung pengukuhan Lambang Negara “Peta NKRI” sebagai simbol resmi yang dilandasi dengan Peraturan Pemerintah, yaitu melalui taktik sebagai berikut:

A. Aksi Kampanye:
1. Public conciousness apalagi public action jauh lebih effective .
2. Konsep PAGAR LAUT NUSANTARA, Pagarnya berupa Rumpon (mengapung di laut yang diberi jangkar), di pasang sepanjang batas NKRI dengan jarak setiap kumpulan rumpon 5 Nknot. maka secara tidak langsung batas wilayah negeri ni ada petugas sikamlingnya 24 jam.
3. Dengan simbol gambar akan lebih mudah diterima (accepatbility nya jauh lebih tinggi) ketimbang tulisan atau huruf (text), sederhananya melalui Lambang Peta NKRI dan pemaknaannya bisa ikut berperan aktif dalam membangun anak bangsa sadar akan arti penting yang fundamental dari kedaulatan NKRI.
4. bagian edukasi-komunikasi negara Indonesia menampilkan peta (gambar) NKRI untuk menunjukkan posisi eksistensi kita sebagai WNI.
5. Pemberian penghargaan kepada Chandra Manan Mangan dan Yuni Ikawati karena upayanya memberitakan dan mengusulkan PP lambang Peta NKRI, melalui berita yg ditulisnya sebagai desk di redaksi KOMPAS menangani perkembangan teknologi, khususnya terkait dengan geoscience.
6. Program sms sebagai media komunikasi untuk desiminasi kepada konstituen/ orang diluar geografi disamping media lain.
Media yang diusulkan untuk menulis ini:
1. Geo-Spasial
2. Media massa cetak dan elektronik
3. Skripsi S1 atau barangkali S2 geografi
4. Materi Tim kelompok kerja (Pokja) dengan Tema Pokja saat itu adalah membahas tentang istilah Pulau terdepan dan Pulau terluar.
5. membuat akademik paper
6. Talk Show; polemik dan isu (snow bowling issues)
7. dll

B. Aksi Penelitian:
1. Sudut pandang komunikasi gulirkan sebagai 'snow ball' yang makin lama makin membesarnya kecintaan bangsa ini terhadap ilmu Geografi
2. Sudut pandang teori penjalaran yang dikembangkan oleh Haggerstand (Teori Difusi) OWL/IWL.
3. Kedaulatan lintas “pagar” (silahkan baca bukunya Kenichi Ohmae tentang teori Imperatif dan the New Continent atau juga bisa pelajari konsep 'rumpun bambu' masyarakat Tionghoa yang mendunia).
4. Secara substansi menjadi kajian multi dimensi Geo-Budaya, Geo-Politik, dan Geo-Fisik .
5. Dalam konteks Nation Building bisa dengan proses peningkatan capacity building masyarakat melalui pendidikan, tentu utamanya pendidikan geografi yang memberikan penyadaran makna dan arti operasional dari kedaulatan tadi.
6. Penelitian yang menyentuh geography of histrory didukung oleh argumentasi psikologi dan manajemen dan multi disiplin termasuk sudut pandang kedaulatan menurut multi religi .
7. Riset efektifitas dan efisiensi pelambangan/penyimbulan melalui Gambar atau tulisan (teks), bentuk teks (pengertian semiotika) yang accepatbility- nya jauh lebih tinggi.
8. Kegiatan Pengabdian Yayasan Buana Katulistiwa dalam implementasi uji mental map “persepsi Mahasiswa UI terhadap NKRI”.

Teori yang diperhatikan:
1. Pengikatan (bounding) akan kedaulatan dapat diciptakan secara cepat melalui dua cara ekstrim yaitu ciptakan rasa kebanggan atau ciptakan rasa teraniaya (salah satu syarat terjadi bangsa adalah karena rasa senasib). Kebanggan yang menjadi bagian sentimentil tadi mesti dibangun dan dibikin default dalam minimal benak atau ranah kognitif warganya (berikut kerabat/keluarga) serta kemudian harus diolah menjadi affective (sikap) dan Conative (perilaku). Yang terakhir ini memang lebih pada urusan edukasi dan komunikasi publik.
2. masyarakat Indonesia tergolong teori X nya McGregor--> yg bodoh dan harus dilecut dulu baru jalan
3. “Money talk but at the same time we lost a lot of our resources” dimana intinya perlu dipahami bahwa sumberdaya kedaulatan ini mengandung banyak nilai sumberdaya alami dan budaya yang kita lebih butuhkan.
4. Teori Pembinaan, Partisipatif, Pengembalaan dll
5. Azas manfaat/hikmat kemaslahatan penduduk/umat hingga makna rahmatan lil alamin.
6. Pendapat multi pakar politik, ekonomi, sosial, budaya, hamkam, IT dalam responsnya mengatakan ide tersebut cukup, namun tidak perlu. tidak mendapat sambutan, jangan cepat menyerah. Tetap responsip terkait isu geografis
7. Perlu sejarah nasional asal usul simbol Garuda, ataupun sejarah peradaban dunia.
8. Artikel tentang "the meaning of symbol" ataupun konsep "semiotic".
9. Mengapa logo perlu diperbarui?

C. Aksi Pembangunan Fisik:
1. Rumponisasi yang memberikan multiple-benefits secara riel kepada masyarakat di pagar laut dangkal dan secara geo-politis. Rumpon, selama ini telah menjadi teknologi penting bagi nelayan. Rumpon itu dilengkapi dengan daun kelapa dan atau rumbia yang disukai ikan utuk berkumpul, habitat buatan.. disukai ikan kecil yang menjadi santapan ikan yang lebih besar). Rumpon sangat murah bila dibandingkan biaya keliling 400 kapal. biaya operasional Kapal Baruna Jaya Rp 8jt/jam, bayangkan kalau 24 jam, sepanjang tahun. Manfaat lain, pencuri ikan dan sumberdaya kelautan lainnya yang merugikan negara sekian triliyun/tahun akan berkurang jauh dan Pemerintah bisa mengatur untuk kelestarian tangkapnya.
2. Penimbunan dengan pasir (Tombolonisasi pulau Sentosa) analogi yang dilakukan negara Singapura.
3. Dll.

D. Aksi Legalitas dan Keorganisasian
1. Merekomendasikan warga Uimelalui ILUNI dan melibatkan Perguruan Tinggi lain untuk menggodok rumusannya.
2. Merekomendasikan BIN juga mempelajari program semua Dep/LPND distribusi dari Anggarannya, dan merekomendasikan perubahan bila dirasakan adanya ketidak berpihakan kepada daerah terpencil/perbatasa n.
3. Pagar Partisipatif, masing-masing daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain (48 DATI II) memprioritaskan untuk memprogramkan pemagaran yang difasilitasi oleh pemerintah pusat (depdagri dan deplu, TNI AL, DKP dan pemerintah daerah).
4. Perlu mendorong untuk di”paten”kan agar negara lain yang menggunakan teknik ini menghargai peran Iluni dan Geografi.
5. Mendukung Penetapan dalam suatu peraturan perundangan menjadi salah satu Lambang Negara.

E. Aksi Koordinasi pengamanan dan pembangunan wilayah perbatasan:
1. Markas Bakorkamla (yang sebentar lagi menjadi Indonesian Sea and Coast Guard-ISCG).
2. TNI AL, Deplu, Depdagri, Hankam.

Hal-hal yang urgent, alternatif sebutan pulau-pulau :
1. Pulau Terdepan lebih berorientasi pada 'out-ward looking' (frontliner untuk penguatan daya saing) ciri individu atau masyarakat yang percaya diri dan siap berkompetisi, mempunyai prinsip pertahanan terbaik adalah menguasai permainan atau “menyerang”, setiap individu diberi kapabilitas multitasker. memberikan pengaruh nilai-nilainya pada bangsa lain.
2. Pulau Terluar lebih beorientai pada 'in-ward looking' tipologi solitaire atau menyendiri dan biasanya tipikal hipokrit. menjadi bangsa yang kerdil atau "LOST IN SPACE".
3. Pulau Perbatasan

F. Implementasi Teknis, prosedur peletakan lambang “Peta NKRI”:
Terpasang diantara Foto Presiden dan Foto Wakil Presiden, agar mereka yang melihat Lambang-lambang Negara RI , baik bangsa sendiri maupun bangsa lain, segera tahu dimana letak Indonesia

Penutup
Demikian review dan ringkasan yang sempat kami persembahkan kepada komunitas geograf UI pada khususnya dan masyarakat geografi dan masyarakat umum maupun pemerintah, wakil rakyat dll pada umumnya. Kami mohon masukan dan kritikan seluas-luasnya demi terwujudnya cita-cita bersama menjadi bangsa dan negara yang berdaulat dan bermartabat.(tq/2008)
Ambalat
Hari ini jam 5:59 | Sunting Draf | Hapus
Persoalan yang timbul setelah pada tahun 1967 pertama kali dilakukan pertemuan teknis hukum laut antara Indonesia dan Malaysia kedua belah pihak akhirnya sepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo lihat: Sengketa Sipadan dan Ligitan) kemudian pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penanda tanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia, [1] kedua negara masing2 melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia [2] akan tetapi, kembali pada tahun 1979 pihak Malaysia kembali membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan serta merta menyatakan dirinya sebagai negara kepulauan dan secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat kedalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati pulau Sebatik. [3] tentu peta inipun sama nasibnya dengan terbitan Malaysia pada tahun 1969 yaitu diprotes dan tidak diakui oleh pihak Indonesia dengan berkali-kali pihak Malaysia membuat sendiri peta sendiri padahal telah adanya perjanjian Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970, masyarakat Indonesia melihatnya sebagai perbuatan secara terus menerus dari pihak Malaysia seperti ingin melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia.

0 komentar: